PENDEKATAN METODOLOGIS DALAM MENGESTIMASI PERMINTAAN JASA LINGKUNGAN HUTAN (OUTDOOR RECREATION)
Oleh : Prof. Dr. Ir. John E. H. J. FoEh, IPU [1]
Abstract
Basically, two main problems are faced in recreation locations especially its outdoors. In one side, until now, the rate of visit to the some tourism objects is still low, which raises an assumption that recreation location doesn’t create any opportunity in regional and domestic economy. On the other hand, undervalue of recreation services, based on the willingness to pay cause a very low attractiveness of investment in tourism objects.
To solve these problems, one should be able to predict the number of recreation location demand, so that a good planning and development could be implemented in this estimated area. One of the very common methods to calculate this demand is to use the travel cost methods. Many independent varable could be implemented in a multiple linear regression model, depends on the objective of the research. Somehow, a valid data is necessary in the application of statistical and quantitative analysis. Experiences showed a significant result of analysis using this travel cost methods.
Keywords : demand for recreation, recreational site demand, economy, travel cost methods
A. Pendahuluan
Secara umum, perkembangan suatu lokasi atau obyek wisata yang ada di satu wilayah akan sangat bergantung pada kontribusi ekonomi dari objek tersebut, misalnya pada peningkatan pendapatan asli daerah (PDB). Penekanan pada aspek ekonomi tidak berarti tanpa memperhatikan aspek-aspek penting dari lingkungan yang yang tak berwujud dan tak ternilai dengan uang, tapi sangat bermanfaat bagi kehidupan makhluk hidup dan manusia.
Selain ciri khas atau keunikan daya tarik wisata, maka pengembangan dan pengelolaan objek itu akan tergantung terutama pada tingkat permintaan konsumen. Estimasi permintaan ini dapat didekati dengan berbagai metode kuantitatif dan kualitatif, tetapi seringkali hasilnya masih belum memuaskan bagi berbagai pihak, tergantung pada apa sisi mereka tampak pada hasil analisis tersebut.
Biaya perjalanan (travel cost) adalah salah satu metode yang telah diuji dan dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat permintaan untuk berwisata per satuan waktu dengan memperhatikan tujuan dan kepentingan zonasi dari konsumen. Metode ini cukup sederhana dengan menggunakan analisis regresi linier berganda, di mana variabel-variabel independen dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan analisis. Berikut ini, disajikan suatu pendekatan teoritis metodologis dalam mengukur atau memperkirakan tingkat permintaan terhadap obyek pariwisata.
Penggunaan metode ini dapat menjadi sangat penting mengingat masih rendahnya tingkat kunjungan masyarakat ke tempat rekreasi, terutama yang berkaitan dengan jasa lingkungan hutan yang selama ini belum dirasakan manfaatnya secara langsung terutama dalam menghasilkan uang, keuntungan lain maupun dalam penciptaan pekerjaan atau lapangan usaha. Selain itu, rendahnya penilaian ekonomi secara kuantitatif dari jasa lingkungan dimaksud berpengaruh pada kesediaan untuk membayar (willingness to pay) dan rendahnya minat investor dalam pembangunan atau penyediaan obyek-obyek rekreasi dimaksud.
B. Permintaan Sumberdaya Pada Areal Rekreasi Hutan
Pada hakekatnya, ada begitu banyak pilihan terhadap obyek-obyek jasa lingkungan hutan di mana orang dapat memilih sesuai preferensi dan keinginan mereka. Masing-masing sumber daya rekreasi akan menjadi pilihan khusus bagi setiap pengunjung, sehingga permintaan juga akan bersifat spesifik. Hal ini bisa terjadi karena masing-masing tempat rekreasi atau lokasi, memiliki karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Karakteristik konsumen juga berhubungan dengan tempat rekreasi yang berhubungan langsung dengan pilihan dan permintaan konsumen. Hal ini sejalan dengan pendapat Howe, Charles W, (1999) dalam Barry C. Field, (2015) yang mengatakan bahwa permintaan khusus harus diartikan sebagai kesediaan untuk membayar bagi pemeliharaan lokasi atau obyek yang selama ini diterlantarkan.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Sukanto Reksohadiprodjo, (2001) dalam Yoeti (2008) yang mengatakan bahwa permintaan yang bersifat khusus ditujukan untuk lingkungan yang unik yang tidak ada pengganti atau tidak tergantikan dengan obyek yang lain. Dalam istilah ekonomi, permintaan terhadap lokasi rekreasi tertentu yang menyediakan kesenangan, -bahkan – tidak akan memiliki pengganti, sehingga harus dilestarikan. Dengan demikian, diperlukan sebuah manajemen bisnis profesional, agar daya dukung situs ini tidak terlampaui dan dapat bermanfaat secara finansial.
Spillane, James H., (1994), Otto Soemarwoto (1999) dalam Yoeti (2008) memberikan pemahaman tentang rekreasi sebagai suatu jenis kegiatan pariwisata yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan waktu luang mereka untuk mengurangi kelelahan fisik dan rohani, dan pada saat yang sama untuk mendapatkan kekuatan dan semangat baru dalam berbagai kegiatan di masa yang akan datang. Sejalan dengan pendapat di atas, Otto Sumarwoto mengatakan bahwa rekreasi tidak hanya berarti “menyenangkan” tetapi harus diartikan sebagai menciptakan kembali. Jadi dengan rekreasi, orang-orang yang ingin mengembalikan kekuatan mereka, baik fisik maupun spiritual. Setelah rekreasi, biasanya seseorang akan merasa dirinya segar atau bahkan pulih dan siap untuk melakukan tugasnya kembali.
Permintaan lokasi rekreasi ini sangat dipengaruhi oleh tingkat penghasilan masyarakat. Semakin tinggi pendapatan seseorang semakin besar permintaan untuk jasa rekreasi. Itu berarti juga bahwa jumlah orang yang berkunjung ke lokasi rekreasi atau wisata sangat dipengaruhi oleh biaya perjalanan, yang terdiri dari biaya transportasi, akomodasi, dan biaya masuk lokasi atau biaya lainnya. Semakin besar biaya perjalanan akan menyebabkan rendahnya tingkat kunjungan ke lokasi rekreasi oleh konsumen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tingkat pendapatan regional per kapita berpengaruh signifikan terhadap jumlah kunjungan lokasi wisata. Semakin besar pendapatan per kapita akan mempengaruhi tingkat jumlah kunjungan per 1.000 penduduk. Berdasarkan analisis permintaan lokasi ditemukan bahwa biaya tiket masuk juga arus dipertimbangkan untuk mencapai harga yang optimal dari biaya perjalanan wisata termasuk untuk pemanfaatan jasa lingkungan hutan misalnya.
Menurut penelitian A. R. Hakim (2011), probabilitas individu untuk bersedia untuk membayar nilai nominal tertentu untuk peningkatan kualitas lingkungan adalah jumlah nominal bid, pendapatan, dan pendidikan. Kemudian, determinan jumlah kunjungan adalah sebuah pengalaman untuk kunjungan, biaya perjalanan, pendapatan, usia, dan persepsi konsumen.
Sejalan dengan pendapat itu, Barry C. Field (2015) menyatakan bahwa, permintaan untuk rekreasi dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan, daya tarik tertentu, waktu luang, peningkatan mobilitas, tingkat pendapatan yang tinggi, termasuk daya tarik budaya dan obyek fisik tempat rekreasi, fasilitas rekreasi, promosi, termasuk di dalamnya adalah stabilitas nilai tukar mata uang nasional yang baik, termasuk aspek keamanan nasional. Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan permintaan obyek rekreasi adalah akomodasi (tempat istirahat, hotel, losmen, motel dan lodging), dan hal-hal lain seperti makanan, minuman, pakaian, toko-toko cendira mata, jasa angkutan, infrastruktur dan fasilitas transportasi lainnya. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar permintaan lokasi rekreasi tampaknya menjadi satu paket permintaan yang dimulai dari perjalanan ke tempat rekreasi, perjalanan pulang dan akhirnya, kesan dan kenangan dari perjalanan rekreasi.
C. Penilaian terhadap lokasi rekreasi
Tempat atau lokasi dari area rekreasi, secara ekonomis dapat dinilai karena –pada kenyataannya- total biaya yang dihabiskan untuk tempat rekreasi dan atraksi adalah lebih besar dari tiket masuk ke lokasi itu sendiri. Selain itu, biaya tiket masuk tidak mencerminkan keseluruhan anggaran untuk mendapatkan paket kesenangan dan kenangan dari kunjungan ke obyek atau lokasi rekreasi. Metoda pendekatan dengan biaya perjalanan biasanya lebih banyak digunakan untuk menilai secara keseluruhan biaya yang dikeluarkan, karena secara ekonomis, dapat mengukur tingkat permintaan lokasi rekreasi. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah prediksi dari kurva permintaan dari konsumen pengguna jasa rekreasi dengan mengukur kesediaan membayar konsumen terhadap obyek rekreasi atau jasa lingkungan hutan itu sendiri.
Kimberly S. Rollins dan Joseph Shaykewich (2008) mengatakan bahwa pendekatan kesediaan membayar untuk menentukan permintaan barang-barang publik adalah nyata, berdasarkan pada persamaan untuk menentukan permintaan pasar. Mengukur pengaruh permintaan untuk nilai barang dengan berbagai macam pendapatan individu adalah kesenangan dan kemauan untuk berkontribusi terhadap nilai barang dan jasa itu. Pendekatan biaya perjalanan (travel cost approach) juga dikemukakan oleh John A. Dixon, John (2005), yang mengatakan bahwa tingkat kunjungan per 1000 penduduk merupakan fungsi dari faktor-faktor seperti biaya perjalanan, waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan, berhenti / transit di suatu tempat serta pendapatan rata-rata konsumen atau pengunjung.
Pendekatan ini dioperasikan oleh Tazkia, F. O., dan B. Hayati, B., (2012), menyatakan lebih lanjut bahwa mengestimasi nilai manfaat rekreasi ini dilakukan dengan menggunakan biaya perjalanan, yang pada dasarnya adalah memperkirakan permintaan berdasarkan kesediaan membayar pengunjung dengan bentuk persamaan sebagai berikut :
V = a + b1C + b2I
V = Permintaan rekreasi atau jumlah kunjungan per 1000 populasi
C = Rata-rata biaya perjalanan ke setiap zona atau lokasi
I = Pendapatan per kapita
Untuk memperkirakan nilai manfaat rekreasi, seseorang harus menggunakan perluasan biaya perjalanan dengan menggunakan simulasi harga tiket, dalam rangka untuk mendapatkan kurva permintaan rekreasi tahunan bagi seluruh lokasi.
D. Metoda Biaya Perjalanan
Menurut Jala dan L. Nandagiri, (2015) dalam Firman Zulfikar, et al. (2017), salah satu teknik valuasi ekonomi yang dapat digunakan untuk menilai jasa lingkungan berupa keindahan alam yang digunakan sebagai objek wisata dapat dilakukan dengan metode travel cost method (TCM). Premis dasar dari metode biaya perjalanan menyatakan bahwa waktu dan biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu untuk mengunjungi sebuah situs merupakan harga untuk mengakses lokasi / site dimaksud. Metode biaya perjalanan dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu biaya perjalanan berdasarkan zona (Zonal Travel Cost Method) dan biaya perjalanan individu (Individual Travel Cost Method).
Dalam dua dekade terakhir, masing-masing metode biaya perjalanan (ITCM) lebih banyak digunakan mengingat kemajuan teknologi informasi dan kelebihan untuk dapat memotret karakteristik sosial ekonomi pengunjung seperti usia, pendapatan, dan pendidikan. Informasi ini sulit untuk didapatkan jika menggunakan metode biaya perjalanan, berdasarkan zona (Blackwell, 2007 dalam Tietenberg, 2017).
John A. Dixon, (2015) menyatakan bahwa biaya perjalanan terkait dengan besar / luasnya, digunakan untuk memperkirakan manfaat lingkungan dari fasilitas rekreasi, seperti taman, danau, dan lain-lain. Metode ini menegaskan penilaian dari jumlah uang dan waktu yang digunakan di tempat rekreasi untuk memprediksi kesediaan membayar (willingness to pay) di tempat rekreasi. Biaya sebenarnya dari kunjungan harus didasarkan pada harga tiket ditambah biaya-biaya lain dalam nilai uang ditambah pendapatan yang hilang dalam rangka untuk memperoleh manfaat rekreasi.
Lebih lanjut, dikatakan bahwa kurva permintaan yang digunakan untuk menghitung manfaat dari tempat rekreasi yang ada menunjukkan konsep surplus konsumen. Turunan dari kurva permintaan (permintaan marjinal) adalah kategori penting untuk menentukan karakteristik keluarga dari konsumen seperti pendapatan, tingkat pendidikan, status sosial dan faktor-faktor lain, terkait dengan fasilitas rekreasi. Kurva permintaan dapat bergeser jika fasilitas rekreasinya tetap. Manfaat dari meningkatkan fasilitas tempat rekreasi yang menunjukkan kurva permintaan disajikan pada Gambar 1. berikut ini:

Gambar 1. Kurva permintaan untuk merehabilitasi fasilitas rekreasi.
Garis AB (garis di bawah daerah yang diarsir) adalah kurva permintaan sebelum perbaikan dan CD (garis di atas daerah yang diarsir) adalah kurva permintaan setelah perbaikan fasilitas rekreasi. Manfaat dari kelompok konsumen yang lebih luas ABCD (daerah yang diarsir). Kurva permintaan digunakan untuk memperkirakan biaya per kunjungan ke tempat rekreasi. Perbedaan dalam tingkat individu atau keluarga pada kunjungan yang berbeda akan ditentukan oleh pendapatan, jarak dan karakteristik lainnya seperti biaya dan waktu perjalanan, data rumah tangga, fasilitas rekreasi data, dan tujuan khusus, segala sesuatu adalah dalam kaitannya dengan estimasi permintaan.
Sebagai kesimpulan bahwa biaya perjalanan atau biaya perjalanan yang digunakan sebagai alat bantu dalam penilaian terhadap manfaat rekreasi berdasarkan jarak tempat tinggal dari konsumen menuju lokasi rekreasi. Data seperti ini cukup memadai dan mudah dijangkau oleh peneliti.
E. Penerapan konsep biaya perjalanan
Berdasarkan teori-teori yang dikutip, itu bisa diusulkan sebuah model regresi linier berganda untuk mengukur tingkat kunjungan atau tingkat permintaan untuk tempat rekreasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan. Model yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + + b7X7 + ε
Y = Tingkat kunjungan tahunan ke lokasi rekreasi
X1 = Biaya transportasi
X2 = Biaya akomodasi
X3 = Jarak antar tempat tinggal dengan lokasi rekreasi
X4 = Pengeluaran untuk souvenir dan lain-lain
X5 = Kelengkapan fasilitas termasuk fasilitas pendukung
X6 = Pelayanan yang diberikan
X7 = Pendapatan konsumen
b0 = Intercept
b1 -.b7 = Koefisen-koefisen regresi.
ε = errors
Selain ke 7 variabel-variabel independen yang digunakan dalam model di atas, masih dapat ditambahkan atau dipelajari secara terpisah, pengaruh dari faktor-faktor seperti; pendidikan, jumlah anggota keluarga, latar belakang sosial, usia responden, jenis pekerjaan atau profesi, dan lain-lain. Selain itu, ada beberapa variabel ekonomi makro seperti kondisi ekonomi nasional, situasi keamanan, bukti-bukti atau tindakan kriminal, kondisi infrastruktur, aksesibilitas, dan lain-lain. Variabel-variabel tersebut dapat diukur, baik dalam metoda numerik atau kategorik. Dalam hal ini, seseorang harus menggunakan analisis regresi dengan data numerik (ordinal, interval dan rasio) dan dalam kasus lain (menggunakan skala nominal atau ordinal) lebih baik menggunakan metode non parametrik.
Kembali ke contoh di atas, analisis regresi linear berganda digunakan untuk menguji apakah pengaruh dari variabel-variabel tersebut signifikan atau tidak – untuk tingkat kunjungan ke lokasi rekreasi atau situs. Tingkat kunjungan (Y) adalah jumlah orang atau kunjungan keluarga atau kehadiran dalam rekreasi objek.
Biaya transportasi (X1) adalah jumlah uang / biaya bagi pengunjung untuk dapat tiba di lokasi rekreasi dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum yang dinyatakan dalam nilai uang per tahun (Rp/Tahun).
Biaya akomodasi (X2) adalah jumlah uang / biaya untuk pengunjung yang ingin menginap atau beristirahat selama mereka menginap di lokasi rekreasi baik secara individu atau dengan group / keluarga yang menyatakan nilai uang per tahun (Rp/Tahun).
Jarak antara lokasi rekreasi dengan responden tempat tinggal (X3) dinyatakan dalam kilometer. Ketika ada variasi jarak nyata maka data dapat dibagi menjadi kategori dengan skala Likert (1 = sangat dekat, 2 = cukup, 3 = dekat, 4 = jauh dan 5 = sangat jauh).
Pengeluaran untuk souvenir (X4) dinyatakan dalam Rupiah per tahun. Biaya ini bisa menjadi nol, jika konsumen tidak pernah menghabiskan uang untuk tujuan itu. Biaya foto dan pencetakan dapat dimasukkan dalam kategori variabel ini.
Kelengkapan sarana dan fasilitas pendukung (X5) mengacu pada standar minimal persyaratan yang harus ada di lokasi rekreasi, seperti toilet, tempat tinggal, kamar ganti, tempat parkir, restoran, air bersih, dan lain-lain. Berdasarkan ketersediaan fasilitas yang ada apakah berfungsi atau tidak, orang bisa menyatakan kategori dari data ke dalam skala Likert (1 = tidak lengkap, 2 = kurang lengkap, 3 = cukup lengkap, 4 = lengkap, 5 = sangat lengkap).
Layanan yang diterima oleh konsumen di lokasi wisata atau rekreasi benda (X6). Perbedaan antara harapan konsumen dengan kenyataan yang akan merupakan nilai kepuasan yang dialami oleh salah satu pengunjung ke situs rekreasi. Data ini harus dikategorikan dalam skala Likert sebagai berikut: (1 = sangat buruk, 2 = buruk, 3 = buruk, 4 = baik, dan 5 = sangat baik).
Pendapatan konsumen (X7) dapat diukur secara langsung secara harian dan/atau penghasilan bulanan yang kemudian diubah menjadi Rp/Tahun. Perlu ditambahkan bahwa peneliti harus cukup cerdik untuk mendapatkan informasi tentang pendapatan seseorang. Hal ini biasanya sulit untuk mendapatkan jawaban yang valid, terutama jika identitas responden diketahui. Ada berbagai pendekatan untuk mengukur pendapatan tetap yang dapat didekati dari pengeluaran per satuan waktu. Pendapatan juga akan memberikan gambaran tentang kesediaan konsumen untuk membayar tarif atau harga tiket masuk ke situs rekreasi. Dengan demikian obyek rekreasi harus memiliki daya tarik dan keunikan, sehingga kesediaan konsumen untuk membayar juga dapat meningkat secara positif.
Penetapan variabel penelitian ini adalah kombinasi dari variabel-variabel yang telah dilakukan oleh Tazkia dan Hayati, (2012) dalam Firman Zulfikar et. al. (2017), mirip dengan topik penelitian. Adapun variabel-variabel yang diuji dalam penelitian ini meliputi:
Variabel terikat (dependen) :
Y : Tingkat kunjungan
Variabel bebas (independen) :
X1 : Biaya total perjalanan
X2 : jarak (km)
X3 : tingkat pendapatan
X4 : lamanya waktu kunjungan
X5 : tingkat pendidikan
X6 : umur
X7 : jumlah anggota rombongan
Dengan demikian, setelah pengukuran dari semua variabel independen, sehingga model yang diusulkan dapat disederhanakan dengan mengikuti metoda biaya perjalanan sebagai berikut :
V = b0 + b1C + b2I
V = permintaan rekreasi atau jumlah kunjungan per 1000 populasi
C = rata-rata biaya perjalanan per kunjungan (Rp/visit)
I = pendapatan per kapita
b0 = Intercept
b1 and b2 adalah koefisen-koefisen regresi
Dari model di atas dapat diukur permintaan rekreasi per 1000 penduduk. Masalah berikutnya adalah bagaimana untuk membangun sesuai daerah asal pengunjung yang bisa dibuat dalam berbagai zona, tergantung pada tujuan wisata atau tempat rekreasi di lokasi yang dituju.
Biaya perjalanan adalah biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung untuk kegiatan rekreasi. Biaya perjalanan (travel cost) termasuk biaya konsumsi ditambah biaya transportasi, biaya dokumentasi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan pengunjung untuk satu kali kunjungan. Biaya perjalanan pengunjung dikelompokkan menurut masing-masing zona, dan dihitung untuk setiap orang dalam satu hari. Jadi biaya perjalanan disebut biaya dari masing-masing orang dalam satu hari kunjungan, yang kemudian dapat dikonversi ke bulan atau tahunan, sesuai dengan operasionalisasi riset.
Kalkulasinya adalah sebagai berikut:
BPR = TR + D + KR + BL + P + WR
BPR = Biaya perjalanan rata-rata (Rp/orang/hari)
TR = biaya transportasi (Rp/orang)
KR = biaya konsumsi selama masa rekreasi (Rp/orang/hari)
D = Biaya dokumentasi (Rp)
P = Biaya parker dan keamanan kendaraan
BL = biaya rata-rata lainnya
WR = biaya dan waktu dalam kerangka monoter yang dikeluarkan untuk rekreasi.
Untuk menghitung biaya dari waktu yang dikorbankan untuk rekreasi harus dimulai dari asumsi bahwa konsumen menghabiskan satu hari. Membagi pendapatan per tahun dengan jumlah hari kerja akan memperoleh penghasilan per hari. Pendapatan per hari adalah nilai waktu. Dalam perhitungan ini, nilai waktu adalah seperempat dari pendapatan per hari jika pengunjung masih bekerja. Perhitungan ini berdasarkan hasil dari beberapa penelitian mengenai waktu perjalanan dan biaya transportasi. Karya-karya tersebut adalah untuk menentukan harga bayangan untuk waktu. Kesimpulannya adalah nilai waktu yang terkait dengan perjalanan tanpa bekerja adalah antara seperempat sampai setengah dari tingkat upah.
Data biaya perjalanan yang diperoleh dari kuesioner adalah diklasifikasikan dari masing-masing zona dan digunakan untuk menentukan rata-rata biaya perjalanan dari setiap pengunjung dari zona asal, dengan menggunakan rumus ini :

Data ini dibutuhkan untuk mengestimasi kurva permintaan rekreasi sebagai berikut:
• Daerah asal pengunjung
• Jumlah populasi wilayah dari asal pengunjung
• pendapatan per kapita pengunjung per zona
• Biaya perjalanan rata-rata di tiap zona
• Jumlah kunjungan per 1000 populasi di tiap zona
Untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersamaan harus menggunakan kriteria uji F sedangkan uji parsial atau pengaruh dari masing-masing variabel itu harus menggunakan t-test. Kriteria pengambilan keputusan akan mengikuti metode analisis data dalam Metode Statistika.
F. Pernyataan Akhir
Pada dasarnya, metode dapat digunakan untuk mengukur tingkat permintaan rekreasi atau objek wisata. Jika tingkat permintaan dapat diperkirakan, maka rencana pengembangan mengenai situs atau lokasi rekreasi–tentu saja – harus dikaitkan dengan pendapatan asli daerah, pendapatan negara serta pajak-pajak, dll. Selain itu, juga dapat diukur peluang untuk penciptaan lapangan kerja baru, penyerapan tenaga kerja, termasuk efek ganda (multiplier effect) yang timbul dari adanya permintaan lokasi rekreasi.
Secanggih apapun model atau metode analisis yang digunakan, maka hasil penelitian ini akan ditentukan dengan menggunakan data dan instrumen penelitian yang valid, termasuk-tentu saja – keabsahan dan ketelitian peneliti dalam bekerja. Banyak studi terutama yang berkaitan dengan rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation) seperti hutan wisata, taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa dan pariwisata bahari membuktikan bahwa metoda biaya perjalanan ini cukup handal untuk digunakan dalam memperkirakan tingkat permintaan dari lokasi rekreasi.
REFERENCES
Dixon, John. A., 2015. An Overview of Various Methods of Environmental Valuation. Session 5., TEEB Training. The Cost of Environmental Degradation; A PERSGA Training Workshop, Cairo, Egypy. 8 – 12 January 2015.
_., 2005. Valuation of Environmental Resources. Paper presented Session 2., World Bank Institut, Ashgabad. November 2005.
Field Barry C., 2015. Natural Resource Management: An Introduction, Third Edition. Waveland, Inc., Long Grove, Illinois.
Firman Zulpikar, Dandy E. Prasetiyo, Titis Virgininda Shelvatis, Kinta Karissa Komara, Monica Pramudawardhani, 2017. Valuasi Ekonomi Objek Wisata Berbasis Jasa Lingkungan Menggunakan Metode Biaya Perjalanan di Pantai Batu Karas Kabupaten Pangandaran (Economic Valuation of Environmental Service-Based Tourism Object in Batu Karas Beach-Pangandaran Using the Travel Cost Method). Journal of Regional and Rural Development Planning, ISSN 2549-3922 EISSN 2549-3930. Februari 2017, 1 (1): 53-63
Hakim, A. R., 2011. Economic Valuation of Nature-Based Tourism Object in Rawapening, Indonesia: An Application of Travel Cost and Contingent Valuation Method. Journal of Sustainable Development, 4 (2), 91-101.
Rollins Kimberley S. and Shaykewich, 2003. Using willingness-to-pay to assess the economic value of weather forecasts for multiple commercial sectors. Department of Applied Economics and Statistics, Mail Stop 204, University of Nevada, USA. Meteorol. Appl. 10, pp. 31–38.
Tietenberg, T. and L. Lewis, 2017. Environmental and Natural Resource Economics., Ninth Edition, Pearson, New York.
White, Ben and Jason F. Shogren, 2007. Environmental Economics: In Theory and Practice. Second Edition, Palgrave McMillan, Basingstoke, UK.
Yoeti, Oka A., 2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi dan Implementasi. Kompas, Jakarta.
[1] Professor of Natural Resource Economics. Gunadarma University, Jakarta