Oleh: Dr. Ir. Yetti Rusli, MSc. *)
PENDAHULUAN DAN PENJELASAN UMUM
Reorientasi Pengelolaan Hutan menjadi tema terpilih Majalah Rimbawan Indonesia, volume 71, April 2022. Tema ini mengingatkan kita rimbawan dan pemerhati, agar tidak statis dalam memandang hutan dan pengelolaan hutan Indonesia. Pemikiran ke depan termasuk pengelolaan hutan yang berhadapan dengan dinamika berbagai tantangan global, regional maupun lokal.Indonesia, melalui Undang-Undang Kehutanan no. 41 tahun 1999 (dan Undang-Undang no. 5 tahun 1967), mengenal tiga fungsi hutan yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Undang-Undang no. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja menekankan bahwa penyelenggaraan kehutanan dengan keharusan mengaktualisasikan kebijakan keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan. Reorientasi pengelolaan hutan menuntut cara pandang yang luas dengan beragam tantangan global, nasional dan lokal dalam dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial yang semakin beragam.Fakta dan fenomena terkait hutan dengan berbagai aspek dan dimensi terus berkembang, namun belum tertuang dengan pasti dalam kontek ketentuan aturan maupun ketentuan teknis yang ada. Berikut disajikan beberapa fakta atau fenomena kekinian yang diamati penulis, dengan harapan dapat mengingatkan kita bersama tentang peluang dan tantangan sehubungan pengelolaan hutan ke depan. Beberapa contoh seperti hubungan hutan dan perubahan iklim, hubungan hutan dan energi terbarukan, hubungan hutan dan daya sangga ketersediaan air bersih, dan perkembangan hutan sebagai penyangga kehidupan masyarakat lokal.Penyajian singkat disampaikan secara kontemporer dengan mengambil beberapa cuplikan kejadian di belahan bumi yang semula mungkin tidak terpikirkan kaitannya dengan pengelolaan hutan. Lebih jauh lagi fakta dan fenomena tersebut belum tercakup dalam ketentuan pengelolaan hutan Indonesia. Kecepatan dalam menangkap peluang dan menyiapkan analisa teknis serta merumuskan kebijakan dalam bentuk ketentuan hukum menjadi kunci sukses pengelolaan hutan dengan segala manfaat fungsinya.Sebagai contoh, bagaimana menyikapi melelehnya es di kutub selatan (The Guardian, March 2022, East Antarctic), dan kita baru sadar bahwa hutan mangrove kita sudah menipis.Sebelumnya majalah Newsweek menyajikan hal yang sama sebagai berikut:Dan jangan kaget jika bahan bakar kebutuhan rumah tangga semakin naik, sedangkan kita sudah melupakan melanjutkan penelitian kayu bakar atau kayu energi dan belum mendalami teknologi baru biomassa untuk energi. Selanjutnya jangan kaget jika penduduk perkotaan mengalami kesulitan air bersih, sedangkan kawasan resapan tidak lagi ada aturan yang memaksa alokasi khusus untuk fungsi tersebut.Namun dari sisi lain, dimasa pandemi COVID 19 dengan segala dampak ekonomi dan dampak lainnya, ada bukti, ternyata hutan yang dikelola oleh masyarakat (Perhutanan Sosial) telah mampu menunjang kehidupan masyarakat dan mendatangkan pundi-pundi ekonomi lokal, bahkan berlanjut sebagai komoditi ekspor. Terobosan ini akan maksimal jika kebijakan sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Perhutanan Sosial didukung sepenuhnya oleh kebijakan dan penganggaran multi-sektoral untuk masyarakat (dalam rangka tugas bersama multi-sektor menurunkan tingkat kemiskinan dan mengurangi kesenjangan ekonomi). Disinyalir bahwa rendahnya support sektor lain karena masih ada keraguan menfasilitasi masyarakat berinvestasi di kawasan hutan, dimana pada masa lalu dianggap sesuatu yang illegal dan akan menjadi subjek pelanggaran. Padahal saat ini sudah ada legalitas perijinan/persetujuan Perhutanan Sosial untuk masyarakat untuk dapat mengakses kawasan hutan.Jangan lupa juga dengan catatan sejarah suksesnya perbaikan lingkungan seperti yang terjadi di Gunung Kidul. Dulu terkenal dengan sebutan lahan batu bertanah alias sangat sedikit tumbuhan yang tumbuh, namun saat ini masyarakat hidup dengan ekosistem pepohonan dan agroforestry yang menunjang kehidupan, dengan ketersediaan air bersih, dan mikro-klimat yang mendukung.Hal menarik lainnya dalam pengembangan pemikiran reorientasi pengelolaan hutan seperti bagaimana seharusnya kita menjelaskan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) yang ditawarkan kepada Indonesia yang sebetulnya secara faktual dapat dijelaskan dengan komparasi proses fotosintesa (menyerap CO2 dan membentuk biomassa) oleh pohon. Apalagi di wilayah tropis, tersedia matahari sepanjang tahun dan rata-rata berlangsung 11 jam sehari untuk pohon berfotosintesa. Jika kita mampu mengembangkan cara pandang pengelolaan hutan, maka ini bisa menjadi peluang setara dengan CCS.Penulis berkesempatan menjadi pembicara pada acara Roundtable Discussion, IFRI and CDC Climat, 27 rue de la Procession, 75015 Paris Wednesday May 20, 2015, antara lain menyampaikan potensi Indonesia dalam kaitan perubahan iklim dan upaya perbaikan siklus karbon. Ilustrasi disamping menjelaskan fotosintesa pohon dan CCS teknologi. Menanam dan memelihara pohon menyerap CO2 dan membentuk biomassa dengan penjelasan konversi CO2 eq yang diserap oleh pohon sebesar 50 % berat biomassa. Sedangkan teknologi CCS yang mahal menyerap CO2 melalui balon raksasa dan menyimpannya dalam perut bumi.
Catatan menarik lainnya yaitu publikasi ITTO, Edisi terbaru ITTO-MIS Volume 26 Number 6, 16-31 March 2022 bahwa ekspor plywood Indonesia tahun 2021 ke EU27+UK sebesar 153.400 meter kubik lebih besar dibanding ekspor tahun 2019 dan mengalahkan Cina yang semula sebagai eksporter terbesar untuk EU27+UK.Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa hutan adalah modal kehidupan di bumi. Masyarakat kehutanan Indonesia atau rimbawan Indonesia sering mengemas dalam istilah sebagai kesatuan fungsi ekologi, sosial dan ekonomi. Hal tersebut secara gamblang ditulis dalam salah satu referensi popular global (artinya dapat dikonsumsi oleh masyarakat umum global tentang pohon), sebagian dikutip sebagai berikut (Sumber: https://www.linkedin.com/pulse/what-would-happen-were-trees-earth-by-ashraful-muku-ashraful-muku, dengan terjemahan bebas):“Kehidupan tidak akan ada di bumi tanpa pohon karena pohon menghasilkan sebagian besar oksigen yang dihirup manusia dan makhluk hidup lainnya. Pohon menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan melepaskan oksigen melalui proses fotosintesis. Hutan bertindak sebagai filter udara raksasa bagi dunia. Tidak hanya siklus karbon, siklus air dan hujan tidak terlepas dari pohon melalui proses evapotranspirasi. Dan untuk energi bersih terbarukan dapat dilakukan dengan menanam kayu energi yang cepat tumbuh, menghasilkan biomassa.”Sisi lain dari pohon dan hutan adalah biomassa untuk energi. Melalui fotosintesa pohon bertumbuh menghasilkan biomassa. Topik ini semakin mendapat perhatian lebih yaitu bahwa biomassa pohon menjadi sumber energi bersih dan terbarukan sebagai hasil dari pengelolaan hutan lestari. Kontroversi terjadi dikalangan pihak yang beranggapan bahwa penggunaan biomassa pohon akan mengurangi tutupan lahan/hutan. Sangat disayangkan pandangan ini mengabaikan multi manfaat dari penanaman pohon (energi) menyerap CO2 dan pemanfaatan biomassa melalui teknology akan menghasilkan energi dengan tingkat karbon neutral. Multi manfaat pengelolaan hutan dengan pemahaman pohon menyerap CO2 melalui fotosintesa berfungsi sebagai vacuum cleaner raksasa CO2. Selanjutnya pohon bertumbuh menghasilkan biomas kayu. Biomassa kayu menjadi sumber energi baru terbarukan secara lestari dengan didukung oleh pilihan kayu berkalori tinggi dan cepat tumbuh, dan didukung oleh teknologi gasifier untuk menghasilkan energi yang carbon neutral.Dengan di topang oleh pengelolan hutan lestari, karunia alam di khatulistiwa dengan matahari terpanjang untuk berfotosintesa, dan berlimpahnya penelitian kayu bakar dimasa lalu, seyogiyanya Indonesia mampu berperan dan meraih posisi terdepan di dunia untuk memitigasi dan adaptasi perubahan iklim sekaligus menyediakan energi alternatif baru dan terbarukan dengan tanpa mengurangi peran hutan untuk ketahanan ekosistem.Dengan menyadari filosofi pohon dan hutan secara hakiki, penulis ingin mengajak pembaca semakin yakin bahwa hutan Indonesia merupakan potensi strategis dalam mengelola kehidupan bumi sebagaimana penulis sajikan dalam Majalah Rimbawan Indonesia edisi 52 Desember 2013. Tidak bermuluk, penulis ingin mengajak rimbawan milenial untuk terus menggali dan meyempurnakan langkah, menata alam Indonesia melalui pembangunan kehutanan untuk kehidupan, untuk ketahanan lingkungan atau ruang hidup, untuk ketahanan energi, untuk pemerataan ekonomi masyarakat, dan bersamaan berperan memitigasi perubahan iklim dan meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan perubahan iklim.Dari sisi sosial dan ekonomi, sebagai suatu kenyataan tapi tidak menjadi sorotan yang berimbang, yaitu sumbangan kehutanan dimasa pandemic COVID 19 yang sudah berjalan lebih dari 2 tahun. Semua sisi kehidupan terdampak, ekonomi, sosial, bahkan keseharian kehidupan harus berubah. Dalam kondisi seperti ini, memicu munculnya inovasi diberbagai bidang. Perhutanan Sosial sebagai kebijakan strategis nasional pemerataan ekonomi sejak dikeluarkannnya Peraturan Presiden no 3/2018 telah secara real menfasilitasi masyarakat dengan memberikan akses legal mengelola hutan. Berbagai inovasi telah dirasakan oleh masyarakat yang ternyata turut meringankan beban terutama beban ekonomi dimasa pandemi. Upaya padu sinergi antara kebijakan dan kegiatan nyata masyarakat di lapangan dikutip dari Tami, Desember 2021, tentang Gerak Maju Perhutanan Sosial di Masa Pandemi.Penataan kebijakan dan peraturan berwujud Perhutanan Sosial masuk dalam Kebijakan Nasional Strategis, kemudian disusul kebijakan sebagai bagian dari pemerataan ekonomi nasional, dan terakhir menjadi kunci peraturan adalah masuknya Perhutanan Sosial secara khusus dalam UUCK, 2021 pasal 29A.Bermula dari pemberian akses legal, bermunculan kebijakan baru seperti kebijakan Intergrated Area Development. Sejarah panjang pembangunan kehutanan menerobos ekonomi berbasis masyarakat lokal, yang memang dilandasi kenyataan sesuai karakteristik masyarakat yang bermukin di dalam dan sekitar hutan. Sebagai contoh sejak lama masyarakat yang bermukim disekitar dan dalam kawasan hutan seperti hutan jati di Jawa mempraktekkan Tumpangsari, hutan campuran bernama Parak di Sumatera Barat, dan Tembawang di Kalimantan Barat, dan sebagainya.Dengan cuplikan fakta di atas, kita yakin Indonesia dengan keberadaan hutan yang lestari tetap dan terus mampu berperan dalam ketahanan lingkungan termasuk iklim, ketahanan energi, ketahanan ekonomi, dan ketahanan posisi global. Sektor Kehutanan pertama sukses mengangkat sektor ekonomi Indonesia, dan sektor lain terkait seperti industri kayu, pasar export, bahkan berkembang dengan tumbuhnya perbankan swasta yang berawal dari pemanfaatan hutan yang dimulai di era tahun 1980 dengan pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH).Secara gamblang penulis ingin mengulas lebih banyak dalam konteks hutan dan perubahan iklim, serta hutan sebagai sumber energi baru terbarukan sebagai berikut:HUTAN INDONESIA DALAM PERKEMBANGAN GLOBAL PERUBAHAN IKLIMKiranya pembaca MRI, bahwa Indonesia sejak KTT Bumi di tahun 1992 telah berada dibaris depan negara-negara PBB dalam perdebatan dan penanggulangan lingkungan yang kemudian secara khusus dan aktif dalam pembahasan kesepakatan dunia dalam perubahan iklim. Dalam persiapan UN Climate Change Conference of the Parties terakhir, COP26 (Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa) tanggal 1 – 12 November 2021 di Glasgow, Scotlandia, Inggris, Indonesia disebut sebagai negara super power di bidang penanggulangan perubahan iklim, disampaikan oleh Alok Sharma, President Designate UNFCCC COP26 dalam pertemuan virtual (23/3/2021) dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pertemuan ini merupakan salah satu upaya Pemerintah Inggris sebagai tuan rumah COP26 untuk merangkul negara-negara pihak dalam rangka menyukseskan acara yang berlangsung pada 1-12 November 2021 tersebut.Dalam persiapan COP26 melalui pertemuan virtual tersebut membahas beberapa hal terkait dengan COP26 dan langkah-langkah pengendalian perubahan iklim yang telah dilakukan kedua negara antara lain terkait dengan: (1) Kemitraan antara Inggris dan Indonesia; (2) Ambisi dalam penanggulangan perubahan iklim; (3) Adaptasi perubahan iklim; dan (4) Kolaborasi Inggris-Indonesia alam persiapan menuju COP26. Kerja sama yang telah lama terjalin antara Inggris dan Indonesia antara lain dalam pengembangan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dalam kerangka Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT). Indonesia juga mengapresiasi tawaran Inggris melalui program Investment in Nature and Forests (INAFOR) dalam kerangka nature-based solutions untuk mendukung dan menjaga kesuksesan Indonesia dalam menurunkan emisi dari deforestasi dan lahan gambut.Menteri LHK menegaskan bahwa dalam NDC yang kedua (updated) Indonesia tetap mempertahankan target awal yang telah ambisius sebagaimana tercantum dalam NDC pertama, yaitu pengurangan emisi 29% dengan upaya sendiri dan dapat meningkat hingga 41% dengan dukungan internasional, dibandingkan dengan skenario Business As Usual (BAU) pada 2030. Namun demikian, dengan dukungan internasional, Indonesia memiliki skenario yang lebih ambisius melalui Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP). Pada 2030, Indonesia akan mendekati pada kondisi sebagai penyerap karbon netto di sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan (FOLU). Indonesia berencana untuk mengurangi penggunaan batu bara secara bertahap hingga 60% pada tahun 2050 serta akan bergerak maju menuju kondisi tanpa emisi netto pada tahun 2070.Penting untuk diketahui bahwa updated NDC memperbarui informasi tentang Visi Pemerintah dan Pembangunan Jangka Panjang Nasional Indonesia serta menjabarkan dan merinci strategi implementasi tentang adaptasi serta peningkatan transparansi. Updated NDC juga menambah subjek baru dan penguatan komitmen dengan memasukkan laut, lahan basah (mangrove dan lahan gambut) serta kawasan permukiman manusia (dalam skenario adaptasi). Indonesia akan melakukan rehabilitasi dan penanaman mangrove seluas 600 ribu hektar selama 2021-2024. Disampaikan oleh Menteri LKH bahwa di bidang energi, Indonesia berencana untuk menerapkan teknologi Carbon Captured Storage/Carbon Capture Utilization Storage (CCS/CCUS), menerapkan energi terbarukan dan bioenergi. Dengan demikian, dukungan internasional, termasuk dari sektor swasta atau bisnis, akan memainkan peran penting untuk pencapaian skenario ambisius, khususnya di bidang energi.Catatan Singkat dari UNFCCC COP 26, 2021:Bangsa-bangsa mengadopsi Pakta Iklim Glasgow, yang bertujuan untuk mengubah tahun 2020-an menjadi satu dekade aksi dan dukungan iklim.Paket keputusan terdiri dari serangkaian item yang disepakati, termasuk upaya yang diperkuat untuk membangun ketahanan terhadap perubahan iklim, untuk mengekang emisi gas rumah kaca dan menyediakan pembiayaan yang diperlukan untuk keduanya. Bangsa-bangsa menegaskan kembali tugas mereka untuk memenuhi janji menyediakan 100 miliar dolar setiap tahun dari negara maju ke negara berkembang. Dan mereka bersama-sama sepakat untuk bekerja mengurangi kesenjangan antara rencana pengurangan emisi yang ada dan apa yang diperlukan untuk mengurangi emisi, sehingga kenaikan suhu rata-rata global dapat dibatasi hingga 1,5 derajat. Untuk pertama kalinya, negara-negara diminta untuk menghentikan secara bertahap pembangkit listrik tenaga batu bara dan subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien.Sebagai bagian dari paket keputusan, negara-negara juga menyelesaikan buku aturan Perjanjian Paris yang berkaitan dengan mekanisme pasar dan pendekatan non-pasar dan pelaporan transparan tindakan iklim dan dukungan yang diberikan atau diterima, termasuk untuk kerugian dan kerusakan.HUTAN INDONESIA DAN ENERGI BARU TERBARUKAN
Tidak melupakan sejarah kehidupan nenek moyang kita dengan kayu bakar. Bagaimana hendaknya rimbawan dan pemerhati memaknai kebutuhan energi yang terus meningkat dengan bertambahnya penduduk, dan meningkatnya perekonomian yang membutuhkan energi yang terus bertambah.Di tahun 2014, dengan menghubungkan perubahan iklim dan energi bersih terbarukan yaitu yang berasal dari biomassa kayu (metamorfosa kayu bakar) penulis terlibat dalam berbagai kegiatan misalnya menanam kayu energi cepat tumbuh di lahan marginal berbatuan yaitu menanam jenis Kaliandra Merah di Kabupaten Bangkalan Madura. Bersama sejawat mendeklarasikan Masyarakat Pegiat Biomassa Hutan Indonesia (MAPEBHI). Namun tentu tidak mudah berpindah dari zona nyaman penggunaan bahan bakar fosil berubah menjadi berbasis biomassa.Sementara di USA, All Power Labs (APL) Inc. Company (1010 Murray St. Berkeley, CA 94710-2816 United States) memulai penelitian di tahun 2008 kemudian berhasil memasarkan dengan standard teknologi US, dan memperkenalkan di UNCCC Paris COP 21, 2015 mesin tipe PP 20 dengan harga terjangkau. Bahan baku adalah biomas antara lain kayu chips, dan sisa biomassa lainnya seperti cangkang sawit. Dengan menggunakan biomassa/waste, mesin tipe PP20 Power Pallet dapat menghasilkan listrik sebesar 18 kW on-demand (lebih kurang 18 rumah dengan daya listrik 1000 kW). Mesin sangat kompak dengan berat lebih kurang 1.5 ton, didesign untuk dapat dibawa-bawa dengan pickup. Saat ini APL memproduksi tipe baru PP 30 dengan penyempurnaan dan lebih efisiensi. Berikut adalah gambaran teknologi merubah biomassa kayu menjadi listrik.Di belahan bumi lain teknologi merubah biomassa kayu menjadi energi telah berkembang seperti di German oleh perusahaan Spanner Re² mengolah kayu (waste) menjadi energi melalui teknologi gasifier (The biomass power plant from Spanner Re² generates electricity and heat according to the principle of combined heat and power (CHP). Teknologi ini sudah dipasarkan secara luas di Eropa.Sementara di USA, All Power Labs (APL) Inc. Company (1010 Murray St. Berkeley, CA 94710-2816 United States) memulai penelitian di tahun 2008 kemudian berhasil memasarkan dengan standard teknologi US, dan memperkenalkan di UNCCC Paris COP 21, 2015 mesin tipe PP 20 dengan harga terjangkau. Bahan baku adalah biomas antara lain kayu chips, dan sisa biomassa lainnya seperti cangkang sawit. Dengan menggunakan biomassa/waste, mesin tipe PP20 Power Pallet dapat menghasilkan listrik sebesar 18 kW on-demand (lebih kurang 18 rumah dengan daya listrik 1000 kW). Mesin sangat kompak dengan berat lebih kurang 1.5 ton, didesign untuk dapat dibawa-bawa dengan pickup. Saat ini APL memproduksi tipe baru PP 30 dengan penyempurnaan dan lebih efisiensi. Berikut adalah gambaran teknologi merubah biomassa kayu menjadi listrik.Inisiatif mengangkat biomassa telah dilakukan oleh para pegiat sebagai deklarasi berikut:Energi tersebut sangat dominan di dunia khususnya Deklarasi Masyarakat Pegiat Biomassa Hutan Indonesia (MAPEBHI)
Selasa 22 Juli 2014.
Upaya lebih keras perlu dilakukan sampai terbukanya peluang, baik melalui kebijakan pemerintah, maupun melalui ketersediaan teknologi, dan rantai pasar.PENUTUPApa maknanya untuk kehutanan dan pengelolaan hutan Indonesia? Reorientasi pengelolaan sudah pasti diharapkan untuk mendatangkan manfaat dan peluang untuk ekonomi, dan ekologi, sesuai tuntutan zaman. Peluang yang mampu kembali menyediakan dukungan pengelolaan hutan secara lestari sesuai fungsi memperkuat ketahanan nasional, serta mencegah kerentanan dampak fisik ataupun politik bagi negara kepulauan di wilayah tropis (adaptasi dan mitigasi) yang cocok.Wilayah Indonesia berada di khatulistiwa, pohon dan hutan menyerap karbon terus menerus sepanjang hari sepanjang tahun. Ekosistem hutan lestari khatulistiwa merupakan vacum cleaner raksasa dunia dalam fungsi menyerap CO2, mendukung daya tahan iklim, menghasilkan biomassa kayu untuk energi (didukung teknologi menjadi carbon neutral), ruang penghasil NTFP, hasil pemanfaatan ruang kawasan hutan tertentu untuk pangan, dan banyak lagi peluang manfaat lain seperti wisata alam. Dalam kalimat lain bahwa reorientasi pengelolaan hutan dalam wadah bumi yang satu harus mampu berperan mewujudkan keseimbangan siklus karbon, keseimbangan siklus air, dan keseimbangan siklus energi, sekaligus mendatangkan manfaat ekonomi, ekosistem dan sosial. Ini adalah tantangan bagi rimbawan dan pemerhati, terutama rimbawan muda sebagai penerus generasi. Mari kita rimbawan dan pemerhati menempatkan diri sebagai garda/stewardship hutan (khalifah di muka bumi) dengan niat, upaya dan doa.Jaga hutan dan kehutanan Indonesia untuk kemanfaatan kehidupan.Salam hutan untuk bumi yang satu.Semoga bermanfaat (Bogor, 3 Ramadhan 1443 H, 5 April 2022).*) Indentitas Penulis: Pensiunan PNS, Rimbawan Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam (Hutan dan Perubahan Iklim); Sarjana Kehutanan, Fakultas Kehutanan IPB, 1978; M.Sc Forest Economics, University of Alberta, Canada pada tahun 1991; Ph.D University of Washington USA 1999 bidang Natural Resource Economic; LEMHAMNAS KSA Angkatan 13, 2005; Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Pembangunan Kehutanan 2002-2005; Kepala Badan Planologi Kehutanan RI 2005-2009; Staf Ahli Menteri Bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim 2012-2014; TAM 2015-2016.PUSTAKA“POEM OF the “TREES FOR BETTER LIFE” Heal the world by planting trees Planting more means absorbing CO2 more, Planting more means produce more green products, These are the anchor of forest for climate change solution.HEAL THE WORLD BY PLANTING TREES”. (Yetti Rusli, 2013).Sumber utama dapat dilihat di website pribadi http://www.forestforlife.web.id/