Berita hangat

Pengembangan Ketahanan Pangan dan Energi Melalui Program Rehabilitasi Lahan dan Hutan

Oleh : Prof. Dr. Ir. John E.H.J. FoEh, IPU

(Guru Besar Universitas Bhayangkara Jakarta Raya) 

1.      Pendahuluan

Menurut laporan IMF dalam World Economic Outlook (WEO) 2022, diperingatkan tentang memburuknya prospek ekonomi global serta lonjakan inflasi dalam beberapa dekade yang dapat memperparah kondisi ekonomi dunia. Kondisi ini semakin diperparah akibat perang Rusia vs Ukraina dan perang ekonomi antara dua negara adi daya yakni China vs USA. IMF meramalkan kemungkinan 25 persen dari ekonomi global akan melambat menjadi kurang dari 2 persen pada tahun depan, Tingkat inflasi lebih tinggi dari yang diprakirakan, bahkan meluas ke sektor selain pangan dan energi. Hal ini telah mendorong bank-bank sentral utama untuk mengumumkan pengetatan moneter lebih lanjut sebagai hal yang amat diperlukan, tetapi akan membebani upaya-upaya pemulihan. Disrupsi terkait pandemi yang terus berlanjut, terutama di Tiongkok, dan hambatan-hambatan baru pada rantai pasokan global menghambat aktivitas ekonomi.

Menghadapi prospek ekonomi global yang amat tidak pasti maka pemerintah Indonesia lewat Presiden Joko Widodo, setelah mendengan laporan Menteri Keuangan menghimbau agar negara kita harus siap menghadapi kemungkinan resesi ekonomi dunia dengan meningkatkan ketahanan pangan dan energi agar dapat mengurangi dampak keterpurukan ekonomi yang lebih memberatkan dalam rangka menghadapi kemungkinan krisis pangan dan energi global. Tahun 2022 akan menjadi tahun yang menantang dan 2023 kemungkinan akan lebih berat dengan bertambahnya risiko resesi.  Hutan dan lahan hutan dapat menjadi tumpuan NKRI menhadapi tantangan dimaksud.

2.      Indonesia dan Permasalahan Ekonomi Dunia

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, Perekonomian Indonesia 2021 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 16.970,8 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp 62,2 juta atau US$ 4.349,5.  Ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2021 terhadap triwulan IV-2020 mengalami pertumbuhan sebesar 5,02 persen (y-on-y).  Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 12,16 persen.  Sementara dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 29,83 persen. Struktur ekonomi Indonesia secara spasial tahun 2021 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi ekonomi sebesar 57,89 persen dan kinerja ekonomi yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,66 persen. Pembangunan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan belum berhasil secara optimal.  Hal tersebut dapat dilihat dari adanya kesenjangan antara masyarakat di Pulau Jawa dengan masyarakat di pulau lainnya.  Akses serta kehidupan masyarakat di pulau lain masih kurang baik dibanding di pulau Jawa.  Oleh karena itu, pemerataan pembangunan serta ekonomi merupakan jalan keluar utama.

Dari sumber data yang sama juga diketahui bahwa perekonomian Indonesia tumbuh impresif sebesar 5,44% (YoY) pada triwulan 2 tahun 2022 dan secara triwulanan, ekonomi nasional tumbuh 3,73% (QoQ). Bahkan PDB harga konstan jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi yakni sebesar Rp 2.924 triliun. Kondisi ekonomi indonesia merupakan salah satu kekuatan ekonomi berkembang utama dunia yang terbesar di Asia Tenggara dan terbesar di Asia, ketiga setelah China dan india. Kondisi ini menempatkan indonesia sebagai kekuatan ekonomi terbesar ke-16 dunia yang saat ini memimpin G-20.

Berita yang beredar dalam satu bulan terakhir ini ramai sekali dengan  “issue” dan kekuatiran terkait RESESI yang akan melanda dunia. Berita dimaksud diposting di berbagai “social media” yang bisa menyebabkan orang menjadi cemas, takut bahkan menjadi paralisis lewat berbagai analisis yang muncul. Namun di tengah kekuatiran terhadap badai resesi dimaksud, akankah Indonesia sebagai salah satu negara yang terbaik di ASEAN -untuk pertumbuhan ekonominya- akan mengalami dampak yang berat? Menurut  Kompas.com, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masuk jajaran terbaik dunia sekalipun 2 tahun lebih berada di tengah pandemi serta berhadapan dengan krisis Rusia-Ukraina sampai saat ini.

Sejalan dengan itu, Direktur IMF juga mengatakan bahwa kondisi ekonomi di Asia cukup kuat untuk menopang terjadinya pelemahan kondisi ekonomi global. Indonesia menjadi salah satu negara yang terbaik di ASEAN dan International Monetary Fund (IMF) menyatakan bahwa pertumbuhan Indonesia di tahun 2022 akan mencapai 5,3 persen dan di tahun 2023 masih akan stabil di sekitar 5 persen. Pertumbuhan ini masih tetap lebih tinggi dibanding perekonomian regional apalagi dibandingkan dengan negara Eropa dan Amerika. Presiden Joko Widodo menyampaikan ancaman dan situasi dunia yang sulit karena ketidakpastian global, dimana Bank Dunia & IMF memperkirakan perekonomian di 60 negara berpotensi mengalami kejatuhan ekonomi.

Lalu bagaimana cara menghadapi ancaman resesi dunia jika hal itu benar-benar terjadi? Selain melakukan penghematan di berbagai bidang serta mengatur kembali mekanisme keuangan dalam negeri termasuk penyiapan pos-pos keuangan darurat dan pengurangan serta pelunasan utang luar negeri, perlu dilakukan pencarian berbagai sumber pendapatan negara yang langsung dapat mendukung masalah ketahanan pangan dan energi serta menjamin ekonomi dan pendapatan langsung masyarakat, terutama di sektor pertanian dan industri terkait (UMKM). Pemanfaatan Kawasan hutan sebagai sumber ketahanan pangan dan energi dapat merupakan solusi yang tepat.

3.     PBPH sebagai Pola Rehabilitasi Lahan dan Hutan

Data Direktorat Jenderal PDASHL pada Kementrian LHK menunjukkan bahwa luas lahan kritis di Indonesia terus menurun. Tahun 2018, luas lahan kritis tercatat seluas 14,01 juta hektar.  Sebelumnya, pada tahun 2009 tercatat berada pada angka 30,1 juta hektar, dan tahun 2014 seluas 27,2 juta hektar.  Lahan kritis adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kondisi suatu wilayah atau lahan yang telah mengalami degradasi, sehingga kawasan tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya. Mulai tahun 2019, KLHK melakukan sejumlah langkah korektif, termasuk dalam luasan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.  KLHK menargetkan luasannya menjadi 207.000 ha, dan akan terfokus pada 15 DAS prioritas, 15 danau prioritas, 65 dam/bendungan, dan daerah-daerah rawan bencana.

Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam sumber daya alam, khususnya hutan adalah terjadinya lahan kritis yang disebabkan oleh adanya proses degradasi lapisan tanah oleh proses erosi tanah yang berkepanjangan. Hal tersebut dapat terjadi karena perambahan hutan, kebakaran lahan hutan, perladangan berpindah, rehabilitasi hutan yang tidak berlangsung dengan baik serta berbagai permasalahan kerusakan hutan lainnya. Kerusakan hutan dimaksud semakin membuat tingkat kesuburan tanah berkurang, banjir, tanah longsor, termasuk merosotnya sumberdaya hutan berupa flora dan fauna yang ada di dalamnya.  Lalu apakah kerusakan sumberdaya hutan dan lahan kritis ini dapat diperbaiki?

Lahan kritis penyebab degradasi hutan dapat diperbaiki dengan cara meningkatkan kemampuan lahan itu, di antaranya adalah dengan melakukan penanaman berbagai jenis tanaman, membuat terasering di lereng gunung, penghijauan. menghilangkan unsur yang dapat menggangu kesuburan tanah, termasuk pemupukan dengan pupuk organik. Berbagai cara telah dilakukan dalam rangka menanggulangi kerusakan lahan dan hutan antara lain; tebang pilih dalam pengusahaan hutan, pembangunan hutan tanaman industri, menjaga keamanan hutan terutama dari perambahan dan kebakaran hutan, menambah kawasan hutan suaka, reboisasi, penghijauan dan konservasi tanah, termasuk di dalamnya adalah pengembangan perhutanan sosial di mana masyarakat tidak hanya dijadikan sebagai obyek / sumber tenaga kerja tetapi subyek yang dapat menjamin hidup dan kehidupan mereka sambil menjaga kelastarian alam di sekitarnya.

Jadi, tindakan rehabilitasi lahan dilakukan dengan tujuan untuk memulihkan kondisi lahan yang kritis menjadi lahan yang produktif lagi, yaitu lahan dengan lapisan tanah yang tebal dan subur, sedangkan konservasi tanah bertujuan untuk mengamankan tanah yang berpotesian kritis tersebut agar tidak menjadi lahan kritis. Semua tindakan ini harus membuat -sekurang-kurangnya- masyarakat di sekitar kawasan hutan terlibat dalam upaya rehabilitasi, sekaligus sebagai sumber pemenuhan kehidupan mereka terutama dalam memenuhi kebutuhan pangan. Pola agroforestry menjadi kata kunci utama dalam merealisasikan tujuan ini. Lalu, pola rehabilitasi lahan kritis seperti apa yang perlu dilaksanakan?

Ada istilah baru dalam UU Cipta Kerja bidang kehutanan dan PP 23/2021 terkait pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, yakni perizinan berusaha dan persetujuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perizinan berusaha adalah istilah baru karena UU 41/1999 tentang kehutanan hanya mengenal istilah “izin usaha” untuk pemanfaatan kawasan hutan dan “izin pinjam pakai kawasan hutan” dalam penggunaan kawasan hutan.

Dalam PP 23/2021 tentang penyelenggaraan kehutanan, perizinan berusaha adalah legalitas untuk pelaku usaha memulai dan menjalankan usaha. PP ini mengatur mengenai Perencanaan Kehutanan; Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan; Penggunaan Kawasan Hutan; Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan; Pengelolaan Perhutanan Sosial; Perlindungan Hutan; Pengawasan; dan Sanksi Administratif. Dengan demikian maka pemanfaatan hutan bertujuan memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan secara optimal, adil, dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat.

Tanaman pokok kayu di atas lahan kritis: Dok. Idi Bantara

Pola Tumpang Sari Yang Berhasil di atas bekas Lahan Kritis

Pola Tumpang Sari yang berhasil di atas bekas lahan kritis

Pemanfaatan hutan berdasarkan perizinan berusaha melalui: a) usaha pemanfaatan kawasan; b) usaha pemanfaatan jasa lingkungan; c) usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu; dan d) pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.  Perizinan berusaha bisa di hutan lindung, hutan produksi, dan hutan konservasi dengan KPH sebagai unit pengelolaannya. Perizinan berusaha pemanfaatan hutan pada hutan lindung  maupun hutan produksi bisa diajukan oleh a) perseorangan; b) koperasi; c) badan usaha milik negara; d) badan usaha milik daerah; atau e) badan usaha milik swasta.  Adapun penggunaan kawasan hutan bertujuan mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan. Persetujuan penggunaan kawasan hutan adalah persetujuan penggunaan atas sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan tersebut.

4.      Ketahanan Pangan

Kebijakan program Ketahanan Pangan Nasional pada tahun 2021 berfokus pada mendorong produksi komoditas pangan dengan membangun sarana prasarana dan penggunaan teknologi.  Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai ketahanan pangan nasional adalah; mengekspor olahan bahan pangan, melakukan diversifikasi bahan pangan, meningkatkan impor bahan-bahan pokok, membudidayakan peternakan skala besar serta menggunakan metode pengolahan tradisional. Faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem ketahanan pangan adalah : ketersediaan (produksi), distribusi/akses, konsumsi (gizi, kesehatan, dan pendidikan), politik pertanian (pangan), kebijakan pemerintah (disparitas harga, intelijen pasar), serta daya beli masyarakat.

UU No 18 tahun 2012 secara substantif sejalan dengan definisi ketahanan pangan dari FAO yang menyatakan bahwa ketahanan pangan sebagai suatu kondisi dimana setiap orang sepanjang waktu, baik fisik maupun ekonomi, memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari.  Disebutkan dalam UU tersebut bahwa ketahanan pangan adalah “kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya.

Dalam rangka antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya resesi ekonomi dunia yang menyebabkan banyak negara di dunia akan bermasalah dalam hal pangan maka sebagian kawasan hutan baik produksi maupun lindung yang perlu dilakukan rehabilitasi, maka konsep PBPH yang bertujuan untuk pemanfaatan kawasan hutan dapat diarahkan bagi penyediaan bahan pangan nasional dan energi tanpa mengganggu fungsi utama hutan sebagai penghasil kayu dan hasil hutan bukan kayu serta segala manfaat lain yang bersifat intangible dan tidak tergantikan. Dengan demikian, selain keputusan Menteri LHK terkait PBPH, diperlukan insentif lain yang dapat segera mendorong pihak swasta atau dunia bisnis agar terlibat dalam model pengusahaan hutan dimaksud demi mendukung ketahanan pangan dan energi nasional ke depan.

4.      Ketahanan Energi

Ketahanan energi adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi dan akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Indonesia memiliki banyak sumber energi baik yang berasal dari fosil maupun nonfosil. Saat ini sumber energi yang masih banyak digunakan berasal dari energi fosil (minyak bumi, gas bumi, batubara). Dalam kaitan dengan ketahanan energi ke depan serta dalam rangka menghadapi resesi ekonomi dunia yang mungkin terjadi, maka Indonesia sudah waktunya mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber-sumber energi baru terbarukan yang murah dan aman bagi lingkungan hidup. Salah satu sumber energi dimaksud adalah kayu terutama diproduksi dalam bentuk pellet kayu (wood pellet) untuk menggantikan ketergantungan terhadap batu bara. Kayu sebagai bahan bakar terbarukan, bisa diproduksi kembali lewat berbagai usaha seperti hutan tanaman dalam program rehabilitasi lahan dan hutan, HTI, hutan kemasyarakatan, reboisasi dan penghijauan, hutan rakyat dan lain sebagainya.

Saat ini, pelet kayu menjadi bahan bakar primadona  terutama di negara yang memiliki 4 musim sebagai bahan pengganti batubara baik sebagian atau seluruhnya. Bahkan pelet kayu mulai digunakan dalam PLTU berbasis batubara, sebagai penghangat ruangan, kompor biomassa, maupun untuk pengeringan pada jasa laundry. Negara-negara tujuan ekspor batubara seperti Korea Selatan, Jepang, China, dan India secara perlahan beralih ke pelet kayu yang berkualitas baik, ramah lingkungan, dan terbarukan. Saat ini, negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat serta China mulai melarang penggunaan batubara dengan energi yang rendah untuk mencegah polusi sulphur yang tinggi. Di samping itu, permintaan pelet kayu di pasar internasional meningkat dengan pesat, sehingga hal ini merupakan peluang yang besar bagi Indonesia lewat pengembangan UMKM dalam upaya rehabilitasi lahan dan hutan. Hutan tanaman yang dikembangkan dengan pola campuran (agroforestry) akan dapat menarik minat masyarakat untuk terlibat dalam pemeliharaan hutan sambil mencukupi kebutuhan pangan dan energinya.

Salah satu kelebihan kayu sebagai sumber energi adalah sifatnya yang renewable. Kayu sebagai bahan bakar terbarukan, bisa diproduksi kembali. Energi yang dihasilkan tinggi namun emisi rendah (di bawah 0.1 kg CO2/kWh). Kayu juga merupakan bahan bakar karbon netral.  Di samping itu, kayu dari pohon sebagai bahan bakar alternatif selain minyak bumi dan batubara juga sekaligus berfungsi penyerap karbon.  Penggunaan kayu sebagai bahan bakar dapat menumbuhkan minat masyarakat menghijaukan lahan sehingga tercipta lingkungan yang lebih baik.  Dengan demikian maka nilai dari diversifikasi produk olahan kayu atau limbah kayu akan menjadi sumber energi yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, perusahaan maupun negara.

Ada beberapa alasan bahwa suatu saat batu bara dapat tergeser kedudukannya oleh pelet kayu. Pelet kayu adalah bahan bakar terbarukan, dan ramah lingkungan. Pemanfaatan batubara di level internasional berkurang secara bertahap. Untuk itu, terdapat peluang untuk menambah pasokan listrik nasional lewat bahan bakar pelet kayu. Kalori yang dihasilkan pelet kayu setara dengan batubara rendah kalori. Pada gilirannya diharapkan bahwa biaya listrik yang dihasilkan pelet kayu akan sama dengan yang dihasilkan gas alam dan tentu saja lebih murah dari batubara. Bahan baku pellet kayu sejauh ini berasal dari kayu Jabon, Gmelina, Eucalyptus, Sengon, Gamal dan Akasia. Sebagai contoh, Kayu kaliandra merah dipanen setelah 14 bulan. Produksi optimumnya 20 ton/Ha/tahun.

Tanaman Kaliandra Merah dan Pengembangan Tawon Madu

Masa depan industri pelet kayu diperkirakan akan berkembang dengan baik yakni dapat mendukung ketahanan energi, sekaligus mendukung perdagangan karbon dalam rangka meningkatkan pendapatan negara dan menjaga kelestarian sumberdaya alam serta lingkungan hidup. Pelet kayu berbentuk silindris dengan diameter 6-10 mm dan panjang 1-3 cm dan memiliki kepadatan rata-rata 650 kg/m3 atau 1,5 m3/ton. Pelet kayu dapat dihasilkan dari berbagai bahan biomassa, terutama limbah serbuk gergaji dari pabrik penggergajian kayu dan serbuk limbah veneer dari pabrik kayu lapis atau palet daur ulang. Pelet kayu bisa menghasilkan rasio panas yang relatif tinggi antara output dan input-nya (19:1 hingga 20:1) dan energi sekitar 4,7 kWh/kg.

6.     Perdagangan Karbon dan Kelestarian Hutan

Perdagangan karbon merupakan istilah untuk aktivitas penyaluran dana dari negara-negara penghasil emisi karbon kepada negara-negara yang memiliki potensi sumberdaya alam untuk mampu menyerap emisi karbon secara alami. Konservasi dimotivasi dengan imbalan dana segar melalui skema pembangunan bersih (clean mechanism development/CDM). Hal ini merupakan peluang yang sangat besar dan baik untuk memanfaatkan potensi alam, khususnya hutan yang dipersiapkan untuk itu.  Oleh karena itu, yang dihitung dalam perdagangan karbon yakni hutan yang ada dijaga keberlangsungannya dan penanaman serta rehabilitasi terus dilaksanakan terutama pada hutan yang rusak dengan cara reboisasi dan tujuan pengelolaan hutan lainnya.

Indonesia dengan luas hutannya, berpotensi untuk memasuki era perdagangan karbon tersebut. Berdasarkan data ADB – GEF – UNDP menunjukkan Indonesia memiliki kapasitas reduksi karbon lebih dari 686 juta ton yang berasal dari pengelolaan hutan. Jika harga rata-rata per ton karbon sebesar US$ 5, maka Indonesia berpotensi menjual sertifikat surplus karbon senilai US$ 3,430 milyar atau sekitar Rp 34 triliun. Nilai ini tentunya akan berbeda sesuai dngan fluktuasi nilai tukar uang yang terjadi dari waktu ke waktu. Dengan demikian, semakin banyak hutan lindung, semakin banyak pohon yang ditanam di setiap lahan kosong, serta semakin luas lahan yang direhabilitasi dan direboisasi tentunya akan meningkatkan potensi penerimaan dana dimaksud. Hal ini tentunya menjadi insentif moral bagi semangat Kementerian LHK dalam melakukan konservasi sumber daya alam hutan dan rehabilitasi lahan seperti yang sudah dilakukan secara intensif selama ini melalui berbagai kampanye, gerakan dan implementasi kebijakan.

Bisa dibayangkan berapa dana yang dapat diperoleh jika jasa hutan tropis yang masih ada dijual kepada negara-negara yang memproduksi gas berbahaya  dan pollutant? Terlepas dari nilai nominal yang cukup menjanjikan itu, masih ada pihak-pihak yang curiga dan belum setuju atau masih banyak pro kontra terhadap mekanisme perdagangan karbon ini. Mekanisme perdagangan karbon dinilai hanya melanggengkan jalan bagi kecurangan negara-negara industri maju yang rela membayar kepada negara-negara pemilik hutan tropis namun di lain pihak akan terus  sebagai imbalan namun tetap mencemari udara tanpa harus menurunkan emisi karbonnya berdasarkan kesepakatan dalam berbagai pertemuan internasional. Hal ini juga akan semakin mempersulit ketika proses pengaturan pemanfaatan kompensasi di dalam negeri juga belum berjalan sebagaimana mestinya.  Di samping itu, mekanisme ini juga disebut sebagai bentuk pengekangan negara-negara maju di mana negara-negara berkembang tidak bisa membangun industri-industri yang mengeluarkan emisi karena karbon mereka telah dibeli oleh negara maju dan itu membuat ketergantungan industri terhadap negara maju.

Walaupun masih terdapat silang pendapat ini tentang perdagangan karbon ini, namun secara finansial akan menguntungkan negara-negara pemilik hutan tropis, termasuk Indonesia. Pada hakekatnya, ada atau tidaknya perdagangan karbon, menjaga dan melestarikan hutan harus menjadi kewajiban yang utama. Untuk itu perlu juga diperhitungkan seberapa besar emisi yang dihasilkan saat ini yang berasal dari industri, transportasi, kebakaran hutan dan lahan, degradasi lahan gambut, dan ll. Dari berbagai sumber resmi dan tidak resmi diketahui bahwa laju deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia mencapai angka yang fantastis sekitar 3 juta ha/tahun. Terlepas dari sahih tidaknya data tersebut, Indonesia tetap perlu mewaspadai ancaman terhadap kedudukan Indonesia Kondisi ini memang masih tetap memantapkan posisi Indonesia sebagai penting hutan tropis di daerah katulistiwa. Sementara berrharap pada perdagangan karbon yang adil maka kelestarian hutan tropis Indonesia perlu terus diamakan.

7.     Penutup

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih 15 persen dari 32 miliar ton karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan setiap tahun oleh kegiatan manusia dapat diserap oleh hutan. Selain itu, hutan yang sehat menyerap karbon dioksida dari atmosfer untuk membantu proses fotosintesis. yang menghasilkan O2 dan H2 yang berguna bagi seluruh makhluk hidup. Emisi karbon yang terus meningkat akan memperbesar resiko konflik, kelaparan, banjir, gangguan ekonomi, dan migrasi masal penghuni bumi, -yang mungkin bermimpi suatu waktu dapat pindah ke planet lain jika dimungkinkan.

Manfaatnya perdagangan karbon sangat beragam, dan bergantung pada desain sistem perdagangan yang diterapkan, mulai dari memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat, ketahanan energi, penciptaan lapangan kerja, dan perubahan penggunaan lahan yang mendukung upaya ketahan pangan. Manfaat pelestarian hutan bagi lingkungan sangat banyak. Hutan memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan karena menjadi paru-paru dunia yang dapat menghasilkan oksigen dan menyerap karbon dioksida, daerah resapan air terbesar sehingga dapat mencegah banjir bandang, erosi, dan tanah longsor, serta tempat tinggal aneka flora dan fauna. Sebagai asset ekonomi dan ekologis yang istimewa maka hutan dan kawasannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber ketahanan pangan dan energi yang sekaligus dapat digunakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya resesi ekonomi dunia.

 

SUMBER BACAAN:

International Monetary Fund, 2022. World Economic Outlook: Countering The Cost of Living Crisis. October 2022.

Monavia Ayu Rizaty, 2022. Skor Indeks Ketahanan Pangan Indonesia Meningkat pada 2022. https://dataindonesia.id/Ragam/detail/indeks-ketahanan-pangan-nasional-meningkat-pada-2022