Oleh: Ir. Slamet Soedjono, M.BA.
(Pengasuh Majalah Rimba Indonesia)
PENGANTAR
Penulis membuat tulisan berjudul seperti di atas dengan maksud untuk ikut menyambut peringatan hari-hari besar yang terjadi menjelang akhir tahun 2023 dan menyongsong kehadiran tahun 2024 yang dikatakan sebagai tahun politik agar segalanya aman, damai, sukses demi untuk kelangsungan kehidupan bangsa yang sejahtera dan maju dengan mengacu kepada pengalaman sejarah bangsa kita atau bangsa lain beberapa puluh tahun yang lalu. Tidak ada maksud apapun terkait dengan politik praktis, penulis hanya berharap pembaca khususnya generasi muda akan semakin mencintai negeri ini yang telah didirikan dan diperjuangkan dengan susah payah meminta banyak pengorbanan harta, nyawa maupun penderitaan yang luar biasa. Sebagai warga negara wajiblah kita menjaganya, mensyukuri, mencintai dan ikut berjuang membangun Negara dan Bangsa hingga dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan para pendiri dan rakyat Indonesia hingga menjadi Negara dan Bangsa yang adil, makmur, aman, tenteram dan sejahtera lahir batin.
SEKILAS SEJARAH BANGSA DAN NEGARA INDONESIA
a. Pejajahan Belanda
Wilayah Indonesia telah lama dikenal sebagai wilayah yang kaya sumber daya alam baik mineral maupun nabati terutama rempah-rempah yang menarik banyak orang Asia maupun Eropa. Mereka datang untuk berdagang, bertani tapi juga melebarkan kekuasaannya seperti Portugis, Perancis dan Belanda. Belanda datang ke Indonesia awalnya hanya ingin berdagang dengan membawa armadanya mendarat di Anyer-Banten (1596) tak lama kemudian pindah ke Jakarta. Disini mendirikan Kongsi Dagang Verignede Ost Indiche Company (VOC) tahun 1601. Waktu itu Jakarta berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram, rajanya Panembahan Senopati yang menguasai wilayah hampir seluruh P. Jawa letaknya jauh dari Pusat Kerajaan di Yogyakarta. VOC masih takut kepada Penguasa Mataram. Usaha dagang VOC terus berkembang, jika awal usahanya hanya beli jual rempah-rempah kemudian melebar ke bisnis komoditas pertanian dan perkebunan bahkan berusaha memprodukasi sendiri dengan menyewa tanah-tanah partikelir di sekitar Jakarta-Bekasi bahkan terus berkembang hingga Krawang-Cikampek-Subang-Pamanukan. Untuk melindungi dan mengamankan usahanya VOC (Kompeni) membentuk Pasukan Bersenjata yang kuat dan semakin kuat. Sultan Agung raja Mataram terkenal cucu P. Senopati gusar melihat perkembangan VOC ini. Sultan 2 kali memerintahkan penyerbuan VOC Jakarta untuk mengusir kembali ke negerinya tetapi keduanya gagal sehingga VOC semakin berani menentang Mataram. Usahanyapun terus dikembangkan ke bisnis kayu jati untuk dijual ke Eropa dengan keuntungan yang besar. Mengetahui pusat hutan jati yang besar dan baik berada di Jawa Tengah, VOC membangun kongsinya di Jepara di pesisir Utara Jawa Tengah yang usahanya terus berkembang ke Rembang, Blora-Cepu-Bojonegoro dan seterusnya. Mengapa bisa begitu? Masalahnya karena Raja-Raja Mataran setelah Sultan Agung hanya ingin hidup mewah dan Pangeran-Pangeran yang merasa mempunyai hak untuk menjadi raja saling berebut kekuasaan jatuh-menjatuhkan terhadap raja yang sedang berkuasa. Untuk memenangkan usahanya ditempuh cara dengan meminta bantuan Belanda (VOC) dengan segala risiko pembiayaannya. Oleh VOC kesempatan ini digunakan sebaik-baiknya untuk bisa menguasai wilayah-wilayah kerajaan Mataran dengan Surat-Surat Perjanjian untuk menyerahkan pengusaannya kepada VOC bilamana bantuan Belanda berhasil menjatuhkan raja yang berkuasa digantikan oleh Pangeran yang menginginkan menjadi Raja Mataram. Dengan 3 kali memenangkan perjanjian (1680, 1705 dan 1753) VOC (Belanda) berhasil menguasai lebih kurang dua per tiga (2/3) wilayah kerajaan Mataram. Tidak hanya itu kekuasaan raja juga dibatasi harus banyak mengikuti kekendak VOC.
Pada tahun 1796 VOC jatuh, tahun 1801 kekuasaan VOC diambil alih oleh Pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda inipun kebijakan yang diambilnya seperti meneruskan VOC hanya dilakukan secara lebih tertib dengan membuat peraturan ataupun kelembagaan resmi. Jiwa penjajahnya semakin nampak nyata seperti pembodohan dan pemiskinan penduduk pribumi, diskriminasi dalam pendidikan dan kesempatan kerja hingga upah kerjanya, perannya dalam pemerintahan, tanam paksa, pengenaan berbagai macam pajak, kekuasaan raja dan para bangsawan tinggi dikurangi seperti dalam penggantian raja yang mempunyai kewenangan mutlak adalah Pemerintah Belanda, pendapat para sesepuh bangsawan tinggi tidak digubris. Sampai terjadi raja Kasultanan Yogyakarta Sultan HB IV yang diangkat adalah anak kecil berusia 3 tahun didampingi oleh Patih Kasultanan dari orang yang sangat mengabdi dan dipercaya Belanda. Inilah salah satu sakit hati P. Diponegoro dan P. Mangkubumi sampai melakukan perang kepada Belanda yang resminya beliau berdua diangkat menjadi wali raja tetapi pendapat/sarannya tidak digubris dirasakannya sebagai penghinaan.
Perlawanan terhadap penjajah Belanda oleh Penguasa setempat terjadi dimana-mana seperti di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali dan di Jawa. Pemberontakan di Jawa yang dipimpin oleh P. Diponegoro merupakan pemberontakan terbesar yang meliputi hampir seluruh wilayah bekas kekuasaan kerajaan Mataram di Jawa Tengah dan Jawa Timur sampai Belanda kewalahan. Namun karena ketidakseimbangan kekuatan persenjataan, kelelahan perang selama 5 tahun (1825-1830), kesulitan logistik, tipu daya, adu domba dan kelicikan Belanda akhirnya pemberontakan P. Diponegoro dapat dipadamkan. P. Diponegoro beserta beberapa puluh prajuritnya yang setia dibuang ke Sulawesi Utara (Gorontalo). Setelah lama disini sampai para prajuritnya bebas dan tinggal bermasyarakat P. Diponegoro dipindah penawanannya ke Makasar hingga wafat dan dimakamkan di kota ini. Menurut catatan yang didapat kemudian, korban perang meninggal di pihak P. Diponegoro selama 5 tahun mencapai 200.000 orang suatu jumlah yang sangat besar jika mengingat penduduk P. Jawa waktu itu baru berjumlah sekitar 5 juta. Perlawanan raja-raja dan P. Diponegoro kepada Belanda ini di kemudian hari menjadi pembelajaran bagi pejuang kemerdekaan penerusnya bahwa hanya dengan Persatuan dan Kesatuan seluruh bangsa yang kuat disertai kemampun strategi taktik dan diplomasi yang handal disertai semangat juang yang tinggi akan dapat memenangkan perjuangan, tidak hanya mengandalkan kekuatan persenjataan dan militer semata.
Pada pertengahan dan menjelang akhir abad 19 Pemerintah Belanda memberi kesempatan kepada orang pribumi untuk mengikuti pendidikan “Dokter Jawa”. Yang pertama (1849) di Surabaya dengan nama Nederlandsche Indische Arsen Scool (NIAS), kemudian di Jakarta (1851) yang pada tahun 1898 ditingkatkan mutunya menjadi School toot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA). Dari lulusan kedua sekolah kedokteran tinggi ini lahirlah putra-putra Indonesia asli yang terdidik, terpelajar, berpikir maju dan bangkitlah rasa kebangsaan yang tinggi dan ingin memajukannya dengan membentuk perkumpulan “Budi Utomo” pada tanggal 8 Mei 1908 yang dipimpinan oleh dr. Soetomo dengan anggota Pengurus antara lain dr. Wahidin, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, dr. Gumbreg. Di kemudian hari tanggal berdirinya Budi Utomo disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Tahun 1920 di Bandung didirikan Technisce Hooge School (THS) atau Sekolah Tehnik Tinggi yang lulusan pertamanya terdapat putera Indonesia (Ir. Soekarno dan Ir. Djuanda) menjadi politisi kondang sejak menjadi mahasiswa THS dengan mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI). Pada tahun yang sama di Jakarta didirikan Recht Hooge School (Sekolah Hukum Tinggi) sehingga makin banyak putra Indonesia yang terpelajar. Sementara itu makin banyak putra Indonesia yang disekolahkan ke Negeri Belanda menempuh berbagai jurusan pendidikan tinggi baik Hukum, Ekonomi, Pertanian, Tehnik, dan di Negeri Belanda mereka membentuk Perkumpulan untuk memperjuangkan terbentuknya Negara Indonesia. Setelah kembali ke Indonesia mereka meneruskan perjuangannya yang dilarang keras oleh Penguasa Belanda sampai mereka ditangkapi, harus meringkuk di penjara dan bertahun-tahun dibuang ke daerah terpencil, sepi, sulit dikunjungi seperti di Digoel Papua, Ende di NTT, Bengkulu. Kebangkitan rasa kebangsaan dan semangat perjuangan untuk membentuk negera Indonesia tidak hanya dilakukan oleh kaum terpelajar tetapi juga oleh rakyat yang berpikir maju dengan membentuk Partai Politik, Serikat Dagang, Organisasi Keagamaan, seperti Partai Nasional, Partai Indonesia, Partai Komunis, Serikat Dagang Islam, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah. Para Pemuda Indonesia yang berasal dari berbagai daerah dan suku juga terus berjuang untuk menumbuhkan semangat kebangsaan hingga berhasil menelorkan ”Sumpah Pemuda “ di Jakarta pada 28 Oktober 1928 yang bertekad menjadi satu bangsa ”Bangsa Indonesia” satu bahasa “Bahasa Indonesia” dan satu tanah air “Ïndonesia”. Hingga akhir masa kekuasaan Pemerintah Penjajah Belanda di Indonesia (Hindia Belanda) 1942 perjuangan untuk membentuk Negara Indonesia belum berhasil diwujudkan. Dihitung sejak zaman VOC bangsa Belanda yang negaranya kecil di Eropa telah berhasil menjajah Indonesia selama 350 th (3,5 abad) yang berhasil mengeruk kakayaan tak ternilai dari bumi Indonesia.
b. Zaman Penjajahan Jepang
Jepang yang negaranya kecil di Timur Laut Asia, jumlah penduduknya juga tidak banyak, orangnyapun kecil jika dibanding dengan orang Eropa tetapi mempunyai keberanian dan percaya diri yang tinggi untuk bisa melawan negara-negara Barat yang telah maju sampai suatu ketika pada tahun 1941 Jepang tanpa terduga oleh USA mendadak menyerang Kepulauan Hawai hingga porak peranda mambawa banyak korban. Setelah itu memperluas penyerbuannya ke negara-negara di Asia Timur dan Tenggara (Mongolia, Korea, Cina, Kamboja, Birma, Phillipina, Malaka, Hindia Belanda). Pemerintah dan militer Belanda di Indonesia tidak mampu membendung serangan Jepang yang begitu hebat dan cepat sehingga dalam waktu 3 bulan serangan, Pemerintah Belanda bertekuk lutut menyerah kalah kepada Jepang pada 8 Maret 1942, selanjutnya kekuasaan Negara dan Pemerintah Belanda di Indonesia berpindah ke Pemerintah Militer Jepang. Awalnya Jepang bersikap baik hati kepada rakyat Indonesia, mengaku Saudara Tua akan membantu memajukan Indonesia dan menjanjikan pemberian Kemerdekaan. Para pemimpin resmi dan tokoh-tokoh masyarakat dirangkul untuk membantu Pemerintah Jepang yang secara nyata sedang terlibat dalam Perang Dunia II melawan Negara Sekutu (Amerika, Inggris, dan Australia) khususnya di wilayah Pasifik. Rakyat Indonesia dilatih berdisiplin, taat, semangat juang tinggi dan berani berperang. Kepada tokoh masyarakat, pimpinan wilayah, para pemuda yang berpendidikan tinggi maupun rendah diberi kesempatan untuk mengikuti pendididkan kemiliteran calon Perwira, Bintara maupun Tamtama selama 3-4 bulan untuk kemudian direkrut menjadi tentara Pembela Tanah Air (PETA) guna membantu tentara Jepang. Sekolah-sekolah terbuka untuk siapa saja tidak harus anak priyayi dan bangsawan. Sekolah Dasar elit Belanda (HIS) secara bertahap ditingkatkan menjadi SMPN dan MULO menjadi SMAN. Bahasa Belanda dilarang digunakan diganti dengan bahasa Indonesia dan Jepang. Namun lebih kurang setahun kemudian Pemerintah Militer Jepang melakukan perubahan drastis semakin galak, keras dan kejam ternyata tentara Jepang terus-menerus mengalami kekalahan dalam perang melawan Sekutu dan mengalami banyak kekurangan logistik penting, seperti bahan makan, obat-obatan, bahan bakar kendaraan, alat transportasi, pelumas, sarana perlindungan dan lain-lain. Tetapi ini semua dirahasiakan oleh Pemerintah Jepang, masyarakat Indonesia tidak boleh mengetahuinya, siapa saja yang berusaha ingin mengetahui akan dihukum berat sampai hukuman mati. Kekejaman yang dilakukan antara lain para pemuda dan orang muda ditawari pekerjaan yang enak di dalam maupun di luar negeri sehingga banyak tertarik, ternyata mereka dikerjapaksakan di beberapa daerah yang jauh dan sepi seperti pembuatan rel kereta api di tambang batu bara Bayah Banten Selatan dengan menggugur gunung pakai peralatan sederhana tanpa pemberian makan yang cukup dan pengobatan yang baik. Kalau bekerjanya lamban karena tidak ada tenaga akibat gizi yang sangat buruk mereka dipukuli, ditendang, dianiaya bahkan sampai ditembak mati. Kalau ada yang berusaha lari dikejar dan ditembak mati, kalaupun ada yang bisa lari tanpa ketahuan Jepang umumnya tersesat di hutan kelaparan juga akhirnya mati. Sama halnya dengan mereka adalah yang dipekerjakan di tambang batu bara, pembuatan gua-gua di tepi pantai untuk perlindungan tentara Jepang dan pekerja yang diketahui membocorkan lokasi gua perlindungan atau bunker persembunyian ditembak mati. Mereka yang dikirim bekerja di luar negeri (Malaka dan Burma) untuk pekerjaan yang serupa juga mengalami penyiksaan yang sama hingga banyak yang meninggal di sana. Hasil pertanian sawah atau ladang petani sebesar 60-65 % dari total produksi harus diserahkan (setor paksa) kepada Pemerintah Jepang, langsung dipungut di lapangan ketika dipanen, sehingga petani sangat dirugikan dan buruh tani sangat menderita kekurangan pangan sampai-sampai harus makan bonggol dan teras pohon pisang. Bahan makan singkong dan ubi sudah termasuk mewah apalagi beras. Akibatnya banyak rakyat kecil kelaparan, kurus kering, kaki bengkak, rambut rontok, sakit tak terobati lalu meninggal. Tiap hari banyak yang meninggal. Orang yang mempunyai simpanan emas /berlian dibujuk untuk menyimpannya di tangan penguasa Jepang dengan dalih untuk pengamanan tetapi ujung-ujungnya hilang dipakai untuk keperluan biaya perang Jepang bahkan kemudian berkembang dengan terang-terangan merampasnya. Yang melawan bisa ditembak mati. Rakyat dipaksa menanam jarak yang bijinya dipakai untuk membuat oli mesin, siapa membangkang dan merusak tanaman jarak bisa disiksa. Juga disuruh mencari dan menyetorkan iles-iles (porang) ke Pemerintah Jepang untuk dijadikan bahan makanan bermutu tinggi. Hutan jati ditebangi semena-mena untuk diambil kayunya dijadikan kayu bakar kereta api dan kapal bermesin uap dalam jumlah yang sangat banyak, kayu pertukangannya untuk perkapalan, bangunan jembatan, perumahan, gudang dan persenjataan. Penderitaan kelaparan tidak hanya di desa-desa tetapi juga di kota-kota. Di stasiun kereta api banyak orang sakit, kelaparan, bertiduran di lantai peron dan sekitarnya bahkan ada yang meninggal tak terurus. Banyak lagi cerita kekejaman Jepang. Akibat tak tahan menyaksikan kekejaman tentara Jepang, satu peleton tentara Peta di Blitar di bawah pimpinan Suprijadi menyerang tentara Jepang yang kemudian dituduh melakukan pemberontakan, ditumpas dan sebagian besar pelakunya dihukum mati. Semuanya berakhir setelah Jepang menyerah kalah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945 akibat kekalahan besar di medan perang wilayah Pasifik dan negeri Jepang dibom atom oleh Amerika di 2 tempat Nagasaki dan Hiroshima yang menelan korban meninggal lebih dari 300.000 orang dan ratusan ribu menderita sakit hingga meninggal akibat radio aktif bom atom.
PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI DAN PERANG MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
Para Pimpinan Perjuangan Bangsa, Tokoh Masyarakat, dan Para Pemuda yang giat memperjuangkan terwujudnya Negara Indonesia di zaman Belanda, di zaman Jepang terus melanjutkan usahanya dengan sangat hati-hati. Pada akhir Mei 1945 berhasil menyusun Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bekerja untuk menyusun Dasar/Falsafah Negara, Konsep Undang-Undang Dasar, dan Kewilayahan Negara. Pada Juli 1945 Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta dipanggil oleh Panglima Tertinggi Bala Tentara Jepang seluruh wilayah Asia-Pasifik yang berkedudukan di Burma untuk diberitahu supaya mempersiapkan kemerdekaan RI yang direncanakan akan diberikan oleh Jepang pada tanggal 24 Agustus 1945. Tetapi dengan terjadinya perubahan situasi yang sangat cepat dengan menyerah-kalahnya Jepang kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945 pejuang angkatan muda tidak sabar lagi mendesak Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta untuk segera menyatakan kemerdekaan Indonesia dengan menculiknya ke Rengasdengklok, tidak usah menunggu sampai hari yang dijanjikan Penguasa Jepang. Setelah kembali ke Jakarta Soekarno-Hatta mengumpulkan anggota BPUPKI yang kemudian berubah nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) untuk membicarakan keinginan angkatan muda dan melakukan pembicaraan dengan Penguasa Jepang di Jakarta (Laks Maeda) yang kebetulan juga mendudukungnya hingga dapat dirumuskan teks Proklamasi, waktu, dan tempatnya serta siapa yang membacakan teks proklamasinya. Dipersiapkan juga upacaranya dan pengamanannya. Maka atas ridha Allah SWT terjadilah peristiwa yang sangat bersejarah “Proklamasi Kemerdekaan RI” yang dibacakan oleh Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia di Jakarta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 jam 10. Berita ini disambut dengan suka ria oleh seluruh rakyat Indonesia, walaupun sampainya kepada mereka di daerah baru beberapa hari kemudian bahkan ada yang satu bulan karena kesulitan sarana komunikasi waktu itu. Mereka beramai ramai membuat bendera merah putih untuk dikibarkan menggantikan bendera Jepang dan juga membuat emblim untuk disematkan di dada atau lengan dengan bahan seadanya . Mereka sangat senang merasa telah merdeka bebas dari penjajahan, telah memiliki negara, bangsa dan bahasa nasional sendiri. Dan menyatakan siap membelanya sampai mati kepada siapapun yang ingin menggagalkan berdirinya Negara Indonesia. Waktu kemerdekaan diproklamasikan dan Negara RI didirikan saat itu tidak ada korban rakyat yang meninggal, tidak punya dana dan daya yang kuat, yang dipunyai hanyalah “semangat juang dan kesediaan berkorban yang tinggi”. Pada hari-hari berikutnya dilakukanlah kegiatan pembentukan Badan Komite Indonesia Pusat (BKIP) yang mempunyai kewenangan bertindak selaku Dewan Perwakilan Rakyat untuk menetapkan Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar serta bentuk Pemerintahan Negara, menetapkan Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden, menetapkan wilayah Negara RI dan Pembagian Wilayah Provinsi, Penggunaan Bahasa Indonesia, pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) kemudian menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI) serta pemasyarakatan arti kemerdekaan dan berdirinya Negara RI yang harus didukung oleh seluruh Rakyat Indonesia. Dasar, filosofi dan idiologi Negara yang ditetapkan adalah Pancasila yang digali dari bumi Indonesia temuan Ir. Soekarno dan telah disepakati oleh Wakil-wakil Rakyat dan Tokoh Masyarakat dari berbagai daerah, suku bangsa dan agama yang ada di Indonesia. BKR dibentuk dari para pemuda dan tokoh masyarakat di pusat maupun di daerah yang komandan kesatuannya dipimpin oleh mereka yang telah memiliki pendidikan dan pengalaman kemiliteran seperti eks PETA. Untuk mempersejatai dirinya mereka melakukan perebutan senjata dari tentara Jepang yang kalah perang sedang menanti pelucutan senjata oleh petugas tentara Sekutu yang memenangkan peperangan atau mengambilnya dari gudang-gudang persenjataan Jepang. Dalam aksi ini banyak korban meninggal akibat dari perlawanan tentara Jepang seperti gugurnya 53 kadet Akademi Militer di Lengkong Tangerang di bawah pimpinan Mayor Daan Mogot, gugurnya hampir 100 orang pejuang dan anggota BKR di Semarang yang dilawan Jepang ketika berusaha merebut senjata Jepang di gedung Lawang Sewu namun gagal dan mereka ditawan Jepang. Sadisnya mereka dieksekusi mati ditepi Kaligawe Barat menjelang pagi hari dengan dipenggal kepalanya jasadnya dibuang ke sungai.
Pasukan Sekutu yang bertugas untuk melucuti senjata tentara Jepang dan mengurus penyelamatan 70.000 tawanan orang Belanda yang ditawan Jepang datangnya terlambat baru bulan Oktober 1945, mereka datang secara bertahap. Tentara Sekutu yang intinya terdiri dari tentara Inggris dan Australia ternyata diikuti oleh tentara Belanda yang kebanyakan eks KNIL (tentara Belanda di Indonesia sebelum Jepang berkuasa). Dalam perang dunia ke II Belanda memang bergabung kepada Sekutu. Keikutsertaan tentara Belanda ini oleh Pemerintah Belanda dimanfaatkan untuk menguasai Indonesia kembali menjadi jajahan Belanda dengan dalih karena dulu Jepang merebutnya dari Belanda setelah kalah perang, seharusnya dikembalikan kepada Belanda tidak peduli bahwa bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya dan mendirikan Negara Republik Indonesia. Bahkan pada bulan Oktober 1945 Pemerintah Belanda mengirim 100.000 tentaranya ke Indonesia untuk membantu penguasaan kembali wilayah ini. Rakyat Indonesia yang telah menyatakan kemerdekaannya bertekad mati-matian untuk membela dan mempertahakannya bangkit berjuang melawan tentara Sekutu utamanya Belanda. Tentara Sekutu datang dengan perlengkapan perang yang lengkap dan canggih pada saat itu sedangkan tentara dan pejuang Indonesia hanya memiliki persenjataan sederhana seperti keris, golok, clurit, tombak, bambu runcing dan beberapa pucuk senjata api sederhana rampasan Jepang. Yang pertama diserang adalah Jakarta diteruskan ke Bogor dan Bandung, kemudian menyusul Surabaya dan Semarang. Dengan peralatan seadanya tantara pejuang dan rakyat Indonesia dengan semangat juang yang tinggi berperang melawan Sekutu ini. Perang yang paling besar saat itu adalah yang terjadi di Surabaya dengan korban yang besar di pihak Indonesia diperkirakan mencapai 10.000 orang gugur sebagai syuhada terdiri dari berbagai kalangan ada TNI, Polisi, Pejuang, Santri dan Rakyat biasa. Kemenangan perang di Surabaya ini yang ditengarai pada 10 Nopember 1945 kemudian dijadikan sebagai Hari Pahlawan yang setiap tahun diperingati. Gencarnya serangan di Jakarta-Bogor menjadikan ibukota Negara dan Pemerintahan RI hijrah ke Yogyakarta pada 6 Januari 1946. Pemerintah RI selain harus bekerja keras mengurus Negara dan Rakyat juga bersama seluruh rakyat berjuang mempertahankan eksistensi dan kemerdekaan RI secara fisik maupun diplomasi. Pada bulan Nopember 1946 diadakan perundingan dengan Belanda di Linggarjati Kuningan Cirebon di mana Belanda meminta Indonesia harus tunduk kepada Belanda, Indonesia dianggap sebagai Pemerintah Sementara tidak boleh melakukan hubungan diplomatik dengan luar negeri, dan Pemerintah Indonesia harus mengijinkan militer Belanda masuk ke wilayah yang dikuasai Indonesia. Indonesia tegas menolaknya sehingga kedua pihak merasa dikecewakan dalam perundingan ini. Pihak Belanda berniat akan menggunakan kekuatan militer untuk memaksa Indonesia menuruti keinginannya tetapi enggan kepada Liga Bangsa-Bangsa (PBB) dan Dunia Luar jika disebut melakukan agresi militer. Akhirnya dicari akal dan ditemukan istilah untuk mengkamuflase gerakan militer dengan sebutan “Operasi Produk” untuk mengamankan wilayah-wilayah produksi pangan yang subur dan hasil perkebunan guna melindungi rakyat miskin. Operasi dilakukan pada Juli 1947 di Jawa dan Sumatra di bawah pimpinan Panglima Militer Belanda di Indonesia Jenderal S. M. Spoor dengan mengerahkan 33.000 tentara Belanda terdiri dari 16.000 orang Belanda Totok dan 17.000 tentara Belanda orang Indonesia (Jawa, Ambon, Ternate, NTT). Dalam kenyataanya apa yang dilakukan adalah gerakan operasi militer dengan menggunakan perlengkapan perang dan persenjataan lengkap. Oleh karena itu pihak Indonesia menyebutnya sebagai Agresi Militer Belanda I yang harus dilawan mati-matian walau dengan persenjataan sederhana. Berbagai taktik dan siasat dilakukan oleh tentara dan pejuang RI antara lain dengan membuat halang rintang jalan (menebangi pohon pinggir jalan dirintangkan ke jalan dan menggali lobang di jalan yang diduga akan digunakan tentara Belanda),merusak jembatan jalan umum maupun jalan kereta api, pembumihangusan gedung kantor, gudang, fasilitas umum, sekolah, dan lain lain, semuanya dilakukan untuk menahan lajunya penyerbuan tentara Belanda yang begitu kuat perlengkapan perangnya, tentara dan pejuang RI tidak mampu menahannya dengan berperang frontal. Banyak korban jiwa dari tentara dan para pejuang dalam melawan dan menahan penyerbuan Belanda. Jalannya agresi militer Belanda dapat dikata berlangsung cepat. Di Jawa yang dimulai dari Jakarta dan Bandung 21 Juli 1945 dengan melalui jalan pantai utara menuju Yogya lewat Purwokerto pada 4 Agustus 1947 sudah sampai di Gombong dan terhenti sampai disitu atas Perintah PBB. Agresi militer di tempat lain seperti Jawa Timur, Sumatra Utara, Riau, Palembang, Padang, Aceh, Sulawesi juga berlangsung cepat. Akhirnya dibuat garis demarkasi sebagai batas wilayah yang dikuasai Belanda dan Indonesia. Wilayah kekuasaan RI menjadi semakin sempit diperkirakan kurang dari sepertiganya. Tentara dan pejuang RI terus melakukan penyerangan terhadap pos-pos penjagaan perbatasan sampai ke markas dan tempat tinggal (asrama) tentara Belanda di kota seperti di Gombong, Semarang, Bojonegoro, Malang. Pada saat yang sama di Sulawesi Selatan militer Belanda di bawah komando Kapten R. Westerling melakukan pembantaian terhadap 40.000 orang rakyat biasa tak berdosa yang dituduh melawan Belanda.
Pada 17 Januari 1948 dilakukan perundingan lagi antara Belanda dan Indonesia di atas kapal Renville di teluk Jakarta dimediasi oleh Komisi Jasa Baik PBB. Keputusannya Belanda hanya mengakui wilayah RI sebagian kecil di Jawa dan Belantara di Sumatra, kalau tidak mau akan dilakukan penyerbuan lebih dasyat untuk penyelesaiannya. Pemerintah RI harus mau terikat dengan Pemerintah Belanda dalam bentuk Uni, kalau tidak mau akan dilakukan tindakan bebas. Belanda tidak perlu mengembalikan wilayah RI yang telah direbutnya dan gerilyawan RI harus meninggalkan wilayah itu. Dibuat garis demarkasi baru dengan garis Van Mook. Jelas pihak RI tidak bisa menerimanya. Kemudian Belanda memaksa Pasukan dan Gerilyawan Siliwangi di Jawa Barat yang berjumlah +20.000 orang hijrah ke Yogya dan wilayah RI lainnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan didrop di kota Gombong, Banjarnegara, Rembang dan Mojokerto. Karena RI tetap tidak mau menuruti tuntutan Belanda lainnya akhirnya Belanda marah dan pada 18 Desember 1948 dengan kekuatan militer serta persenjataan penuh melakukan serbuan ke Pusat Pemerintahan RI di Yogya. Peristiwa ini disebut sebagai Agresi Militer Belanda II menggunakan serangan udara dan darat dari arah utara Semarang dan serangan darat dari arah barat Gombong. Hanya dalam waktu satu hari ibukota RI Yogyakarta dapat direbut dan dikuasai Belanda, para Pimpinan Negara termasuk Presiden Ir. Soekarno dan Wakil Presiden Drs. Moh Hatta ditangkap dan ditawan Belanda diasingkan di Prapat Sumatra Utara. Presiden Soekarno menunjuk Mr. Safrudin Prawiradinata sebagai Pemimpin Pemerintahan RI Sementara yang berkedudukan di Bukittinggi Sumatra Tengah. Para pejabat tinggi Pemerintah RI di Yogya yang tidak ditawan oleh Belanda diminta untuk mau bekerjasama dengan Pemerintah Belanda menjalankan Pemerintahan di bidang masing-masing. Para pemimpin dan para pengikutnya yang mau kerjasama dengan Belanda kemudian disebut kaum Kooperator (Ko) dan yang tidak bersedia bahkan pergi meninggalkan kota untuk meneruskan perjuangan secara gerilya disebut kaun Non Koperator (Non Ko). Jenderal Soedirman Panglima Tertinggi Angkatan Perang adalah orang yang sangat kuat pendiriannya dalam membela Negara dan Bangsa Indonesia, beliau adalah orang pertama yang langsung minta pamit kepada Presiden Soekarno akan meneruskan perjuangan kemerdekaan RI dengan pergi ke luar kota memimpin perjuangan Angkatan Perang dan Pejuang lainnya dengan melakukan Perang Gerilya berpindah-pindah walau dalam keadaan sakit parah. Sikap ini sangat dikagumi dan dihormati serta diteladani oleh seluruh Angkatan Perang, Pejuang, Kaum Muda, bahkan oleh seluruh rakyat Indonesia yang mencintai bangsa dan negaranya. Selanjutnya terjadilah serang menyerang antara TNI bersama Pejuang RI dengan tentara Belanda di dalam maupun di luar kota. Dalam memimpin perjuangan Jenderal Soedirman berpindah-pindah tempat dengan cara ditandu dari wilayah Selatan Yogya mengarah ke Timur hingga Wonosari- Wonogiri-Pacitan-Ponorogo-Kediri Selatan dan Barat hingga kembali ke Yogya hampir setahun lamanya. Semangat dan taktik perang gerilya diikuti/dicontoh/dilakukan oleh hampir seluruh wilayah perjuangan NKRI. Puncak keberhasilan perang gerilya ditandai dengan dilakukannya Serangan Umum di beberapa kota seperti Yogykarta, Surakarta, Semarang, Gombong. Yang paling terkenal adalah serangan umum di Yogyakarta di bawah pimpinan Let Kol Soeharto pada 11 Maret 1949 yang berhasil menduduki kota Yogyakarta yang dikuasai Belanda selama 6 jam. Berita ini mendunia sehingga dunia terbuka mata dan pandangannya bahwa Negara Indonesia masih ada dan Rakyat Indonesia masih terus berjuang untuk memperoleh kembali kemerdekaannya. Hal ini sangat menguntungkan Indonesia dalam perjuangan secara politik dan diplomasi internasional. Akhirnya PBB mendesak Belanda untuk berunding dengan Indonesia menuju ke arah penyerahan Kedaulatan NKRI kepada Indonesia. Dengan melalui perundingan yang cukup alot selama 2 bulan di Denhaag Negeri Belanda yang disebut Konferensi Meja Bundar akhirnya diperoleh keputusan bahwa Belanda akan menyerahkan Kedaulatan RI pada 19 Desember 1949 dengan melalui Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Penyerahan Kedaulatan berlangsung lancar, para pimpinan Indonesia yang selama hampir setahun menjadi tawanan Belanda maupun yang terus melakukan perjuangan dengan perang gerilya kembali bertugas menjalankan fungsi jabatannya. Maka berakhirlah peristiwa Perang Mempertahankan Kemerdekaan RI yang berlangsung selama 4,5 tahun dari tahun 1945-1949.
PERKEMBANGAN NEGARA DAN PEMERINTAHAN RI SEJAK 1950 HINGGA SEKARANG
Setelah diperolehnya kembali Kedaulatan Negara RI dalam bentuk Negara Serikat perjuangan pertama selain memulihkan keamanan adalah mengembalikan bentuk Negara ke asalnya yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar RI 1945. Alhamdulillah dalam waktu singkat para Pimpinan Negara Serikat menyepakati untuk kembali menjadi Negara Kesatuan dan pernyataannya diikrarkan menjelang Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1950, sehingga pada hari itu sudah dapat dinyatakan Indonesia telah kembali menjadi Negara Kesatuan (NKRI). Akan tetapi Undang-Undang Dasarnya masih menggunakan Konstitusi Sementara RIS dengan harapan akan bisa diganti dengan Undang-Undang baru yang disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat (Konstituante) hasil Pemilihan Umum. Mulai tahun 1950 inilah Indonesia mengawali usaha pembangunan dalam suasana merdeka penuh diawali dengan pembenahan banyak hal yang rusak atau kacau akibat perang kemerdekaan. Pertama pemindahan kembali ibukota negara sebagai Pusat Pemerintahan dari Yogyakarta ke Jakarta berikut seluruh aparat dan perlengkapannya. Diikuti dengan rencana membangun sarana dan prasarana umum yang rusak akibat perang dan membangun/mengadakan yang baru sesuai kebutuhan yang mendesak seperti perkantoran dan perumahan pegawai di Jakarta. Menyusun rencana pembangunan di berbagai bidang kegiatan termasuk pembangunan di bidang politik seperti Pemilihan Umum dan Kepartaian. Sayangnya ada 2 kelompok cukup besar dari masyarakat yang tidak senang dan puas dengan sistem pemerintahan pusat melakukan perlawanan/pemberontakan kepada Pemerintah Pusat yaitu kelompok yang menamakan diri Darul Islam (DI) dengan tentaranya yang disebut Tentara Islam Indonesia (TII) yang berada di Jawa Barat dan Bagian Barat Jawa Tengah dipimpin oleh Kartosoewiryo. Tidak lama kemudian diikuti oleh sebagian masyarakat di wilayah Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar dan di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar. Tujuan mereka adalah ingin mendirikan Negara Islam di Indonesia. Usaha penumpasan pemberontakan DI/TII oleh Pemerintah berlangsung cukup lama (12 tahun). Kelompok masyarakat lain yang melakukan pemberontakan kepada Pemerintah Pusat di tahun 1950 adalah yang menamakan diri Rakyat Maluku Selatan (RMS) di Ambon yang ingin mendirikan Negara sendiri. Penumpasan terhadap kelompok pemberontak ini berlangsung relatif cepat +2 th tetapi membawa korban Perwira-Perwira terbaik Angkatan Darat Let Kol Slamet Riyadi dan Let Kol Soedarto yang gugur dalam usaha penumpasan pemberontak RMS di Ambon. Setiap memperingati Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus di Istana Negara Presiden Soekarno menyampaikan pidato kenegaraan yang bersifat Pembinaan Kesadaran serta Semangat Berbangsa dan Bernegara secara nasional di samping pertanggungjawaban pelaksanaan pemerintahan Negara. Pidato ini selalu disambut dengan sangat antusias oleh seluruh Rakyat Indonesia baik yang ada di Jakarta dengan berusaha bisa hadir di istana maupun dengan berkerumun mendengarkan radio satu-satunya alat komunikasi yang bisa diakses masyarakat umum saat itu. Di bidang politik dengan dasar ingin mengembangkan demokrasi dibukalah peluang kepada masyarakat untuk membentuk partai-partai dan serikat buruh guna menyongsong Pemilihan Umum Pertama yang direncanakan akan dilaksanakan tahun 1955. Pada kesempatan inilah Partai Komunis yang telah dihancurkan pada tahun 1948 karena melakukan pemberontakan bangkit kembali secara cepat. Jumlah partai yang ikut Pemilu 1955 mencapai 139 dan 4 besar pemenangnya PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Kemenangan PKI peringkat ke-4 mengejutkan banyak pihak dan menjadikan besar kepala dengan berbagai perilaku yang overacting. Konstituante yang terbentuk dan bertugas untuk membentuk Undang-Undang Dasar Baru menggantikan Konstitusi RIS gagal menyelesaikan tugas kewajibannya karena selama 3 tahun bersidang dipenuhi saling berdebat dan bertengkar mempertahankan pendapat masing-masing terutama untuk menggantikan atau mempertahankan Pancasila sebagai Dasar Negara. Pemerintah Pusat tidak bisa berbuat apa-apa sehingga 2 kelompok besar masyarakat dengan mengatasnamakan Pemerintah Daerah menyatakan melepaskan diri dari Pemerintah Pusat membentuk Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra Utara, Sumatra Tengah, dan Sumatra Selatan dan satu kelompok lagi di Sulawesi Utara yang membentuk Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Pemimpin dari kedua kelompok tersebut adalah Perwira Menengah TNI AD yang menghimpun kekuatan militer untuk mendukungnya dan menghadapi serangan Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat terpaksa membentuk pasukan penumpas yang dipimpin oleh Letkol Achmad Yani untuk Sumatra Barat, Kol Jamin Ginting untuk Sumatra Utara, Kol. Kaharudin Nasution untuk Sumatra Tengah-Selatan, dan Letkol Yonosewojo untuk Sulawesi Utara. Usaha penumpasan bisa berlangsung cepat lebih kurang satu tahun. Para pemimpinnya diberi hukuman anak buahnya diberikan amnesti. Karena tugas Konstituante tak kunjung selesai keadaan politik dan ekonomi semakin kacau akhirnya para Pimpinan TNI, Aparat Sipil dan Tokoh Masyarakat mendesak Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Pembubaran Konstituante dan Pemberlakuan Kembali UUD 1945 yang dilakukannya pada 5 Juli 1959, selanjutnya disebut Dekrit Presiden RI 1959. Langkah berikutnya adalah dilakukan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) disusul dengan Penyusunan Konsep Pembangunan Ekonomi Terpimpin dengan mengacu kepada Pidato Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1959 yang disebut sebagai Manifesto Politik (Manipol). Dalam hal politik luar negeri, Indonesia sebagai negara baru telah berhasil menarik simpati dan penghargaan dari berbagai Negara di Asia, Afrika, Timur Tengah, Eropa dan Amerika berkat haluan politiknya yang bebas aktif, mendukung bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya, anti penjajahan dan ikut aktif dalam mengusahakan kedamaian dan ketertiban dunia sehingga pada 1955 Indonesia dipercaya sebagai Penyelenggara Konferensi Asia-Afrika (KAA) Pertama di Bandung.Dipercaya pula sebagai Penyelenggara Pesta Olah Raga se Asia (Asian Game) di Jakarta tahun 1961 dan nama Presiden Indonesia Soekarno sangat terkenal di luar negeri sampai suatu ketika Presiden Soekarno diminta untuk berpidato di forum PBB New York tentang Indonenesia dan keikutsertaan dalam usaha menciptakan kedamaian dan ketertiban dunia. Pidatonya yang antara lain berisikan tentang Pancasila mendapat sambutan dan penghargaan yang tinggi. Di dalam negeri Presiden Soekarno mencanangkan meneruskan perjuangan untuk menguasai Perusahaan-Perusahaan dan Kegiatan berbau Asing di Indonesia menjadi Milik Negara RI atau diIndonesiakan dengan istilah “Nasionalisasi”. Usaha ini berhasil sehingga banyak Perusahaan Asing termasuk yang dimiliki Belanda di bidang Pertanian,Perkebunan, Transportasi, Komunikasi, Perdagangan, Pertambangan, Jasa, dan lain-lain beralih menjadi Perusahaan Negara. Setelah itu dilanjutkan dengan perjuangan merebut Irian Barat (Papua) untuk kembali menjadi wilayah Indonesia yang ketika penyerahan kedaulatan RI dari Belanda tahun 1949 wilayah ini belum termasuk yang diserahkan masih dipertahankan oleh Belanda. Karena tidak dapat diperoleh secara baik melalui perundingan akhirnya diputuskan untuk merebutnya dengan kekuatan senjata maka pada tahun 1961 dibentuklah Satuan Tempur yang disebut Mandala yang pimpinannya dipercayakan kepada Mayjen Soeharto bermarkas di Makassar membawahi satuan-satuan tempur TNI AD, AL, AU dan Sukarelawan. Penyerbuan ke Irian Barat mendapat perlawanan hebat dari Belanda hingga membawa banyak korban meninggal baik dari TNI maupun Sukarelawan. Dengan jasa baik PBB akhirnya penyerahan Irian Barat berhasil diperoleh tahun 1964 melalui pembentukan Pemerintahan Peralihan (UNTEA). Sayangnya setelah memperoleh berbagai keberhasilan seperti yang telah dikemukakan, pada tahun 1964-1965 Presiden menjalankan politik negara yang tidak baik antara lain berani menentang kebijakan PBB dan Lembaga Internasional Lainnya serta beberapa Negara di Eropa dan Amerika, melakukan pilih kasih kepada Partai-Partai di dalam negeri, mengedepankan masalah perpolitikan dari pada pembangunan ekonomi sehingga ekonomi negara dan masyarakat mengalami kemerosotan, melakukan permusuhan dengan negara tetangga yang belum lama berdiri Malaysia. Hal-hal ini menjadikan simpati rakyat dan dunia kepada beliau menjadi berkurang dan yang mengecewakan lagi ketika PKI melakukan pemberontakan dengan nama Gerakan 30 September (G 30 S) yang membawa korban meninggal 5 orang Jenderal (Pati) TNI AD, 2 Pamen AD, dan 1 Pama AD tidak segera mengutuknya seperti yang dilakukan oleh banyak pimpinan masyarakat dan pimpinan politik serta tidak segera memerintahkan tindakan tegas untuk menumpasnya seperti yang pernah dilakukan terhadap pemberontakan lain sebelumnya. Masyarakat tidak sabar lagi hingga akhirnya melakukan tindakan keras dan kejam seperti orang kalap dengan melakukan penangkapan dan pembunukan terhadap orang yang dituduh PKI atau onderbournya terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Aceh. Korbannya mencapai ratusan ribu orang.
Mayjen Soeharto KSAD adalah jenderal yang ditugaskan oleh Presiden Soekarno untuk memulihkan keamanan dan ketertiban nasional paska pemberontakan G 30 S/PKI melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) setelah Presiden Soekarno mendapat desakan dari berbagai pihak. Tugas tersebut dilaksanakan dengan cepat dan tegas hingga berhasil baik. PKI dibubarkan dan dilarang hidup lagi untuk selamanya di bumi Indonesia. Akhirnya setelah menjadi Letjen Soeharto dalam sidang paripurna MPRS tahun 1966 ditetapkan sebagai Pejabat Presiden RI menggantikan Ir. Soekarno dan setahun kemudian (1967) dikukuhkan menjadi Presiden difinitif. Kepemimpinan Presiden Soeharto dinamakan Orde Baru (Orba) sedangkan yang sebelumnya semasa Presiden Soekarno disebut Orde Lama (Orla). Program pertama melanjutkan usaha pemulihan keamanan dan ketertiban, memurnikan pelaksanaan UUD 1945, memasyarakatkan Pendalaman Pemahaman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila kepada seluruh aparatur Negara dan keluarga serta masyarakat pada umumnya, melakukan pembersihan aparatur negara dari pengaruh PKI dan sisa-sisa G 30 S, menyusun rencana pembangunan ekonomi dengan prioritas pemenuhan kebutuhan rakyat akan pangan sandang dan papan, membuat peraturan perundangan yang memudahkan orang baik dari luar maupun dalam negeri untuk berinvestasi dalam penggalian dan pemberdayaan sumber daya alam serta pembangunan indutri. Untuk pelaksanaan demokrasi direncanakan Pemilihan Umum pertama di jaman Orba pada tahun 1971. Sebelum Pemilu dilakukan penyederhanaan partai-partai yang tadinya sekitar 50-an pada Pemilu 1971 tinggal 11 partai dan pada Pemilu 1977 tinggal 3 partai. Setelah Pemilu Lembaga Tinggi dan Tertinggi Negara yang tadinya bersifat sementara menjadi difinitif seperti MPR, DPR, DPA, MA. Dalam pengangkatan pejabat pemerintahan Presiden memanfaatkan peran Dwifungsi ABRI sehingga banyak pimpinan sipil di pusat dan daerah yang dijabat oleh TNI dan Polri terutama TNI AD demi untuk keberlangsungan usaha pemulihan kamtib serta stabilitas politik nasional. Setiap 5 tahun disusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang Pertama untuk periode 1969-1974 yang isinya merupakan penjabaran dari rencana-rencana yang tertuang dalam dalam GBHN. RAPBN disusun oleh BAPPENAS dan Departemen Keuangan diajukan ke DPR untuk mendapatkan pengesahan. Di bidang politik dan kamtibnas terus menerus dilakukan pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara yang baik, pemahaman masyarakat akan pentingnya pembinaan ipoleksosbudhankam, adanya sanksi yang keras bagi pelanggarnya. Begitulah seterusnya sistem pemerintahan Negara dilakukan sesuai amanat UUD 45. Hasilnya secara bertahap bertambah baik dan rakyat merasakan adanya peningkatan kesejahteraan hidup yang semakin baik. Tetapi dalam perkembangannya terjadi ekses-ekses yang tidak baik terutama dibidang politik dan ekonomi seperti dominasi partai politik yang dikuasai oleh satu golongan (Golkar) yang dapat memegang kekuasaan di segala bidang termasuk dalam pemilihan Presiden sehabis Pemilu hingga terjadi penetapan Presiden Soeharto 6 kali berturut-turut seperti menjadi Presiden Seumur Hidup. KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) merajalela, Keluarga Presiden menguasai banyak usaha bisnis di banyak sektor usaha sehingga dalam waktu singkat menjadi kaya raya. Tindakan Keamanan makin semena-mena, negara dililit banyak hutang luar negeri, hukum dan keadilan tidak berjalan baik, ekonomi pun semakin memburuk. Akhirnya massa rakyat melakukan tindakan massal (people power) menuntut berhentinya Presiden Soeharto dan berhasil pada bulan Mei 1998 dimana Presiden menyatakan diri berhenti menjadi Presiden. Sesuai ketentuan UUD beliau digantikan oleh Dr. Ir. BJ Habibie yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden. Maka berakhirlah masa pemerintahan Orde Baru yang berlangsung selama 32 tahun dengan 1 orang Presiden.
Indonesia sempat mendapat penghargaan luar negeri atas keberhasilannya dalam pengembangan Keluarga Berencana dan Swasebada Pangan. Juga berhasil membuat pesawat terbang CN-235.
Penggantian Presiden yang nampak mulus-mulus saja ternyata kemudian diikuti dengan peristiwa-peristiwa anarkhis berupa penjarahan, pengrusakan, pembakaran terhadap bangunan pertokoan, mall, supermarket, pasar, café, dan perumahan golongan tertentu bahkan ada yang disertai pemerkosaan dan pembunuhan orang yang tak berdosa hanya tak disukai. Pelakunya dari massa yang tidak jelas asalnya, indentitasnya dan siapa penggeraknya. Aparat pemerintah sepertinya gamang menanganinya. Tidak hanya harta milik golongan tertentu di kota juga asset milik Negara di daerah seperti hutan dan perkebunan dengan alasan hutan milik Negara berarti juga milik rakyat sehingga rakyat merasa memiliki kebebasan untuk mengambilnya dan menikmatinya. Dalil yang digunakannya adalah hak kebebasan berdemokrasi, berkumpul, berpikir, berpendapat dan bertindak tetapi karena salah penerapannya akhirnya yang terjadi adalah chaos yang berlangsung cukup lama yang menimbulkan banyak kerugian/korban hartabenda, nyawa serta trauma. Dampak yang ditimbulkan adalah terjadinya apa yang disebut orang sebagai “krisis multi dimensi” yang cukup sulit dan lama untuk menanggulanginya. Kekuatan yang behasil menggulingkan Kepemimpina Orde Baru dan mengajukan tuntunan perubahan dan perbaikan menamakan diirinya sebagai Orde Reformasi. Masalah Penegakan Hukum dan Keadilan, Demokrasi dan Pemberantasan KKN merupakan tuntutan utama dari Orde ini. Selain itu juga penghentian atau setidaknya pengurangan peran dwifungsi ABRI di Pemerintahan, dikeluarkannya Polri dari ABRI menjadi Badan yang berada langsung di bawah Presiden. Presiden RI dalam waktu 6 tahun berganti sebanyak 3 kali. Presiden Dr. BJ Habibie hanya menjabat selama 1 tahun 4 bulan. Selama itu beliau berhasil meletakkan dasar pengembangan demokrasi hanya sayangnya cenderung kebablasan. Beliau juga berhasil menyelenggarakan Pemilu 1979. Mungkin karena dasarnya beliau seorang teknolog kurang piawi di bidang politik ketika ada permintaan PBB untuk disetujuainya referendum di Timor Timor bagi penentuan pendapat rakyat akan tetap bergabung dengan Indonesia atau ingin menjadi Negara sendiri Presiden Habibie mengiyakan saja tanpa upaya mempertahankan termasuk dalam pelaksanaan referendum yang dilakukan oleh Australia yang sudah lama menginginkan Timor Timur lepas dari Indonesia. Hasil referendum menjadikan Timor Timur lepas dari Indonesia setelah bergabung selama 22 tahun. Kejadian ini membuat banyak rakyat Indonesia kecewa dan marah terutama para pejuang TNI maupun sukarelawan yang ikut berperang merebut Timor Timur dari Portugis banyak yang gugur dan cacat seumur hidup. Akhirnya sehabis Pemilu Presiden BJ Habibie tidak bisa lagi diterima menjadi Presiden alias diberhentikan. Pada Pemilu 1979 yang berhasil menang hampir telak adalah PDIP. Dalam sidang MPR untuk pemilihan Presiden logika umum yang menjadi Presiden mestinya Megawati Ketua Umum PDIP tetapi dalam sidang MPR ini terjadi perekayasaan dari apa yang disebut kelompok Poros Tengah sehingga yang terpilih menjadi Presiden adalah H. Abdulrachman Wahid (Gus Dur), Megawati hanya terpilih sebagai Wakil Presiden. Gus Dur memang pejuang demokrasi sehingga masalah ini diprioritaskan sekali oleh beliau. Kebebasan berpikir, berpendapat, berekspresi dan pengembalian hak-hak warga Negara dalam kehidupannya diperhatikan seperti warga etnis Tionghoa yang di zaman Orba ditekan dibolehkan kembali menjalankan budayanya. UUD 1945 dapat dilakukan revisi menjadi seperti yang sekarang. Tapi ada hal yang hampir fatal yaitu keinginan untuk menghidupkan kembali PKI yang telah dibubarkan dengan Tap MPR untungnya dapat dicegah. Dalam memimpin pemerintahan terkesan semaunya, Kementerian Sosial, Kementerian Penerangan dan BKKBN dibubarkan sehingga tugas-tugasnya dan pegawainya menjadi terlantar. Protokoler kenegaraan cenderung diabaikan, Istana Negara menjadi sangat terbuka hingga menjadikan terkesan tak berwibawa. Akhirnya beliau harus mengakhiri tugasnya sebagai Presiden yang dijabatnya baru 2 tahun. Megawati diangkat menjadi Presiden ke 5 menjalankan Pemerintahan dengan semangat nasinalisme yang kuat seperti Bung Karno. Dalam mengangkat pejabat dan menteri di pos-pos penting nampak diambil dari kelompok pendukung utamanya. Peran DPR Pusat dan Daerah dalam penetapan APBN/D menjadi sangat dominan untuk kepentingannya dan campur tangan dalam pelaksanaan anggaran juga terlalu jauh akibatnya dengan terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mereka banyak yang terlibat kasus hingga dipenjara. Beberapa Perusahaan Negara yang kenerjanya baik dijual ke perusahaan asing seperti Indosat. Pada Pemilu 2004 Megawati ikut Pemilihan Presiden yang pertamakali dilakukan secara langsung oleh rakyat ternyata tidak terpilih sehingga beliau menjabat Presiden hanya selama 3 tahun. Dalam Pemilu 2004 Letjen Purn Soesilo Bambang Yoedoyono (SBY) terpilih menjadi Presiden ke-6 untuk masa jabatan 2004-2009. Mulai pemerintahan beliau nampak adanya perbaikan pemerintahan dan pembangunan yang dijalankan lebih baik dan kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Usaha ini dilanjutkan oleh beliau dengan terpilihnya kembali menjadi Presiden RI periode 2009-2014. Namun korupsi di proyek-proyek yang dibiayai APBN semakin meningkat. Anggota legislatif dan pejabat publik yang terpilih melalui Pemilu yang berbiaya mahal kebanyakan dari pengusaha atau anggota partai yang didukung pengusaha. Pada kepemimpinan Presiden berikutnya yang dimenangkan oleh Joko Widodo yang juga berhasil menjabat 2 kali 2014-2019 dan 2019-2024 pembangunan Negara dan Bangsa semakin baik, merata dan menyeluruh hingga mencapai wilayah terpencil, terisolasi dan tertinggal di seluruh Indonesia. Berbagai infrastruktur transportasi, komunikasi, kesehatan, pertanian, tenaga listrik, bahan bakar, dan lain-lain dibangunnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Masalah pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan mendapatkan perhatian yang serius. Namun lagi-lagi korupsi juga tidak bisa diberantas malah semakin berani dilihat dari semakin besarnya jumlah uang yang dikorupsinya.
RINGKASAN TENTANG NEGARA DAN BANGSA INDONESIA
PERANG DAN AKIBATNYA
KEINGINAN DAN HARAPAN
Oleh karena itu wahai bangsaku marilah KITA CEGAH DAN HINDARI TERJADINYA PERANG ATAU KEKACAUAN DI NEGERI KITA NKRI TERCITA dalam keadaan apapun kecuali dalam keadaan terpaksa untuk membela Negara dan Bangsa dari usaha penguasaan oleh Negara dan Bangsa Lain atau Bangsa Sendiri yang ingin memaksakan pendapatnya. DAMAILAH NEGERIKU MAJULAH BANGSAKU !!!