INTEGRATED WATERSHED MANAGEMENT: SUATU LOMPATAN IDE DAN AKSI DALAM BIDANG LHK TERINTEGRASI
Oleh: Prof. Dr. Ir. John FoEh, IPU
Dosen Universitas Gunadarma. RSPP – Jakarta, 1 April 2020
SUATU PENDEKATAN LAMA YANG TIDAK PERNAH BENAR DIIMPLEMENTASIKAN DI LAPANGAN
Ada beberapa alasan mengapa demikian, antara lain karena; pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup tidak didekati dari satuan ekosistem ysng saat ini dinal dengan KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan,) tetapi terlalu lama menggunakan satuan administrasi wilayah (kabupaten, provinsi, dsb).. Berikutnya, Kondisi wilayah atau Kawasan Timur Indonesia umumnya didominasi topografi sedikit datar, berbukit sampai bergunung serta terjadi tumpang tindih penggunaan lahan (overlapping land use). Pengelolaan tidak dimulai dari daerah hulu, tengah sampai hilir yang pada gilirannya masuk ke ekosistem maritim.
Berdasarkan konflik lahan yang sds msks pemerintan melakukan penataan ulang melalui konsep TORA yang melibatkan berbagai pihak.
BEBERAPA PENGERTIAN
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah pengairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (UU No 7/2004 Ps 1) Pengelolaan DAS (PDAS) atau watershed management adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dengan sumberdaya alam (terutama lahan, vegetasi dan air) di dalam DAS untuk mendapatkan manfaat barang dan jasa sekaligus menjaga kelestarian DAS serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.





Permasalahan pengelolaan DAS di Indonesia; sering terjadi banjir dan kekeringan, degradasi hutan dan lahan, tanah longsor dan sedimentasi di sungai, saluran, waduk dan danau. Akibatnya, terjadi pencemaran air dan lain-lain. Hal ini umumnya terjadi karena dana pemerintah yang terbatas, tingkat pendapatan dan partisipasi masyarakat yang rendah, terjadi konflik kepentingan di hulu dan hilir DAS serta keterpaduan antar sektor dan antar instansi yang lemah.
MENGAPA PERLU PENGELOLAAN DAS TERPADU?
Adanya keterkaitan kegiatan antar multi sektor, melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti; kehutanan, pertanian, perkebunan, PUPR dan kelistrikan, sosial, ekonomi, kesehatan maupun industri. Masalah lain adalah batas DAS tidak selalu cocok dengan wilayah administrasi . Padahal pengelolaan terintegrasi berakibat pada; efisiensi produksi, pengelolaan LH, dan pembangunan manusia. Dengan demikian akan terjadi efisiensi sumberdaya dan produksi yang optimal. Pada gilirannya akan ada interaksi hulu-hilir sehingga perlu koordinasi, Pengelolaan DAS harus diselesaikan lintas bagian dan lintas sektor.
Tujuan pengelolaan DAS secara terpadu adalah; Terwujudnya kondisi tata air DAS yang optimal meliputi jumlah, kualitas dan distribusi ruang dan waktu serta terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan daya tampung DAS. Pada akhirnya diharapkan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan tsb diperlukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar multipihak dalam pengelolaan DAS.
Untuk itu ada dua syarat mutlak yang dibutuhkan yakni; Pengelolaan DAS harus secara terpadu karena mencakup keterkaitan berbagai unsur ekosistem, lintas daerah administratif dan melibatkan banyak stakeholder (pemerintah, swasta dan masyarakat, dll). Berikutnya, rencana Pengelolaan DAS Terpadu bukan rencana sektor kehutanan saja, tetapi sebagai rencana jangka panjang para pemangku kepentingan dalam DAS, karena itu penyusunannya harus dilakukan secara partisipatif sehingga akan meningkatkan rasa kepemilikan dan komitmen para pihak untuk melaksanakannya sesuai perannya masing-masing. Diharapkan ke depan KPH sebagai unit manajemen terdepan dapat menerapkan pola ini.
Dengan demikian maka diperlukan suatu model pengelolaan DAS terpadu seperti Gambar 6 berikut ini.

Untuk dalam pengelolaan KPH (Forest Management Unit) ke depan dibutuhkan Kepala KPH atau apapun sebutannya memiliki kemampuan teknis kehutanan ditambah kemampuan membuat rencana bisnis (business plan) yang pada gilirannya dapat melindungi hutan dan DAS, membangun masyarakat (community development), memperhatikan peranan hutan adat, pengembangan hasil hutan bukan kayu dan tanaman kehidupan lain seperti kopi, durian, dukuh dan berbagai jenis buah-buahan lainnya. Pola hutan kemasyarakatan dan agroforestry (tumpang sari) layak untuk dikembangkan termasuk outdoor recreation, produksi handycraft, pembuatan arang briket, perikanan, pengembangan produksi ternak seperti sapi dan kambing dan lain sebagainya menjadi hal yang penting. Untuk itu, sekali lagi diperlukan kerjasama berbagai pihak. Gambar 7. berikut diharapkan ke depan menjadi sebuah model bisnis terpadu.

Pada gilirannya akan memberikan dampak seperti Gambar 8 berikut ini.

PENGEMBANGAN BUSINESS PLAN DALAM KPH
Untuk membangun rencana bisnis dalam KPH maka hal-hal berikut menjadi sangat penting seperti; dukungan modal dan investasi, manajemen sumberdaya manusia, skill and good mindset, teknologi, infrastruktur, aksesibilitas yang memadai untuk akses ke industri dan pemasaran baik hasil hutan maupun produk lain termasuk jasa lingkungan, seperti yang tampak pada Gambar 9 berikut ini.

MISI:
- Memanfaatkan lahan-lahan tidur (bare land) dan lahan potensial sebagai kawasan Agribisnis dan Agroindustri Terintegrasi
- Mengembangkan berbagai SBU (strategic business unit) dalam bidang SDA dan LH
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan ekonomi nasional lewat UKM dalam sektor Agrokompleks.
Untuk kepentingan bisnis terintegrasi dengan model KPH yang akan dikembangkan maka dibutuhkan rumusan visi, misi serta tujuan yang jelas, seperti contoh berikut.
MISI: Terciptanya Unit-unit Usaha Ekonomi Poduktif sebagai bagian integral dari Pembangunan Ekonomi Indonesia yang produktif dan terintegrasi dalam menudukung perekonomian daerah dan nasional dalam 10 tahun.
TUJUAN: Diharapkan bahwa pada setidaknya dalam tahun 2025 telah terjadi:
- Diversifikasi kegiatan bisnis berbasis SDA, Agribisnis, pariwisata, pendidikan dan kesehatan yang dilengkapi dengan pengembangan industri
- Terbentuknya berbagai SBU’s (Strategic Business Units) yang profitable dan kompetitif di Indonesia. Pola penyusunan rencana bisnis dalam KPH dapat mengikuti Gambar 10 berikut ini.

Tiap kegiatan harus mempunyai BUSINESS PLAN tersendiri dan sedapat mungkin dikelola sebagai suatu unit bisnis strategik tersendiri (SBU). Dengan demikian maka Business Plan should be: “Ideas for Today and Tomorrow” although. All business activities should be planned under a Strategic Business Unit (SBU’s).
Business Plan harus merupakan:
- “Blue print” untuk membangun suatu bisnis yang sukses
- Suatu refleksi tentang kemampuan manajerial atas bisnis yang dijalankan.
- BP mengidentifikasi hal-hal berikut: Apa?Mengapa? Di mana? Berapa banyak? Oleh siapa?Serta bagaimana mengerjakannya?
- BP membantu dalam upaya perolehan finansial untuk menjalankan bisnis dimaksud, baik dari lembaga donor, dana penelitian Litbanghut, Perguruan Tinggi setempat termasuk national and International NGO.
Untuk itu diperlukan pemahaman bersama tentang konsep dasar rencana bisnis sebagai berikut:
- Gambaran umum mengenai berbagai bisnis usahatani dan industri pertanian terpadu.
- Bagaimana bisnis mampu menciptakan dan mempertahankan pelanggan
- Prediksi finansial yang menggambarkan tingkat keuntungan yang akan diperoleh.
Berikut beberapa fakta penting:
- Kekuasaan bisnis saat ini sudah beralih ke tangan konsumen
- Skala produksi yang besar tidak lagi merupakan keharusan
- Batas-batas wilayah, bahkan negara tidak lagi menjadi kendala
- Teknologi dengan cepat dapat dikuasai dan ditiru
- Setiap saat akan muncul pesaing-pesaing dengan biaya lebih murah
- Teknologi informasi mengalami revolusi secara cepat
- Pengaruh globalisasi yang tidak terhindarkan.
Untuk semua itu: diperlukan data dan informasi yang akurat dengan bersumber pada satu peta perencanaan (TORA?) yang baru dan sah menurut berbagai stakeholders. Nampaknya berat memang, tapi harus dimulai. Jika tidak akan mengulangi persoalan yang sama dari waktu ke waktu, siapapun pemimpinnya. Gambar berikut merupakan motivasi bagi kita semua.

Selanjutnya terserah kita semua terutama bagi mereka yang berada pada posisi sebagai “decision maker”. Mudah-mudahan tulisan ini memberikan pencerahan bagi kita semua.
SUMBER BACAAN:
FoEh John, 2016. Strategic Business Unit Sebagai Suatu Model Pelibatan Masyarakat Dalam Pengembangan Konsep KPH_, 2018. Methodological Approach in Estimating the Demand for Recreational sites. Paper presented at the International Workshop Academic and Cultural Collaboration: Shamarkand Institute of Economics and Service. Shamarkand –Uzbekistan, 7th May 2018. Published in https://doi.org/10.35760/eb.2018.v23i1.1809
FoEh John dan Shakti Sipalma, 2018. Pengaruh tingkat inflasi, nilai tukar dan PDB terhadap Investasi Langsu ng Asing langsung pada negara-negara ASEAN periode 2007-2016. 3rd ICRMB (International Conference on Research and Management and Busines). Hotel Illira, 11Desember, 2018, Banyuwangi.
Ni Kadek Suryani dan John FoEh, 2018. Kinerja Organisasi. Penerbit Deeppublish Yogyakarta. ISBN : 978-602-475-764-9, 2019. Manajemen Sumberdaya Manusia: Tinjauan Praktis Aplikatif. Penerbit Nilacakra, Denpasar. ISBN (P) 978-623-7352-09-9, 2019. Impact of Organizational Justice on Organizational Performance in the Hospitality Industry. Journal of Engineering and Applied Sciences; Vol. 14/ Issue 12/pp. 4124-4131. Terindex Scopus.
Sinukaban, Naik, 2015. Pembangunan DAS Tak Terintegrasi Menyebabkan Maraknya Musibah. CNN Jakarta. Professor IPB, Bogor.
Viktoria I. Zoltay, A.M.ASCE1; Richard M. Vogel,; Paul H. Kirshen, M.ASCE3; and Kirk S. Westphal, M.ASCE4, 2010. Integrated Watershed Management Modeling: Generic Optimization Model Applied to the Ipswich River Basin. 566 / Journal of WaterResources Planning and Management © ASCE / September/October SEPTEMBER/OCTOBER 2010.