APLIKASI SILVIKULTUR INTENSIF (SILIN) UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN ALAM PRODUKSI
Oleh : Prof. Dr. Mohammad Na’iem
PENDAHULUAN
Hutan alam (tropical rainforest) Indonesia merupakan salah satu ekosistem yang mempunyai kekayaan hayati dan berfungsi sebagai salah satu penopang kehidupan manusia di masa mendatang (Diaz et al. 2006; Elmqvist et al. 2011). Salah satu produk andalan dari hutan alam Indonesia adalah kayu pertukangan yang berasal dari kelompok tanaman Dipterocarpacea, dimana di era 1990-an produksi kayu dari hutan alam mencapai 28 juta m3 (Gambar 1). Akan tetapi produksi kayu hutan alam mengalami penurunan drastis hingga 80% yang disebabkan karena luas areal hutan alam yang menurun (Kemenhut 2012; KLHK 2015; APHI 2016) dan produktivitas hutan alam yang rendah, hanya 0,2 -0,4 cm/tahun (Putz et al.2012).
SILIN merupakan teknik untuk meningkatkan produktivitas hutan pada areal hutan yang kurang produktif dengan memperpadukan 3 (tiga) pilar utama silvikultur (Soekotjo, 2009) yaitu pemuliaan jenis, optimalisasi kondisi lingkungan tempat tumbuh dan pengelolaan organisme pengganggu tanaman. Penerapan Teknik SILIN akan menjamin terwujudnya hutan yang sehat, prospektif (produktif, kompetitif, efisien), dan lestari. Hutan yang prospektif akan mampu menjaga kelestarian pengelolaan hutan, terutama dalam menjamin ketersediaan bahan baku kayu untuk industri dan biomaterial lainnya sehingga kelangsungan bisnis kehutanan dapat terus dipertahankan.

Gambar 1. Perkembangan Jumlah dan Luas IUPHHK Hutan Alam (HPH) 1990 -2015 dan estimasi
standing stock hutan alam setelah dilakukan penanaman meranti
Disamping itu hutan prospektif juga mampu menjamin berperannya fungsi ekosistem seperti perlindungan biodiversitas, pemantapan pengaturan siklus penyediaan air dan penanggulangan bencana banjir, dan peningkatan serapan gas rumah kaca secara optimal. Dengan demikian hutan akan dapat dikelola secara menguntungkan sejalan dengan regime silvikultur, yang tepat dan sesuai dengan kesepakatan Rio 1992 maupun Rio 2012 (Rio + 20) yang bertujuan untuk melakukan pembangunan yang berkelanjutan dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan.
Kelayakan Finansial Penanaman Meranti dengan TPTI, Teknik SILIN Pola jalur dan Teknik SILIN Pola Rumpang
Pengelolaan hutan alam sekunder dengan sistem TPTI , Teknik Silin pola jalur dan Rumpang memerlukan biaya tambahan berupa penanaman pengkayaan (enrichment planting) masing-masing sebesar Rp 11.500.000,- dan 15.000.000,- (Tabel 1). Berdasarkan analisis finansial penanaman pengkayaan dengan menggunakan meranti pada sistem silvikultur Teknik SILIN mempunyai kelayakan usaha dengan nilai NPV positif, BCR > 1 dan dengan IRR >30% (Aji 2009; Yuniati 2011). Model penanaman meranti akan menghasilkan potensi standing stock> 100 m3/ha dengan rotasi 25-30 tahun (Soekotjo, 2009). Hal ini didasarkan pada pengalaman lapangan bahwa pertumbuhan Shorea leprosula (umur 13 tahun) dan S. johorensis (umur 15 tahun) masing-masing adalah 25 cm dan 30 cm (Gambar 2). Peningkatan produktivitas hutan ini disebabkan karena teknologi SILIN dengan jenis Dipterokarp unggul mampu meningkatkan pertumbuhan diameter tanaman hingga> 1,7 cm/tahun (Soekotjo 2009; Widiyatno et al. 2013; 2014) dibandingkan pertumbuhan meranti secara alami (natural regeneration), yaitu berkisar 0.2-0.4 cm/tahun (Sist and Nguyen-The 2002); Bischoff et al. 2005).

Percepatan pertumbuhan tanaman meranti unggul tersebut akan meningkatkan potensi meranti komersial pada sistem TPTJ teknik Silin Pola jalur dan Teknik Silin Pola Rumpang pada akhir rotasi sebesar > 11.000 m3 per 100 ha dibandingkan dengan sistem TPTI yang hanya menghasilkan potensi tebangan sebesar 3.000 m3 per 100 ha (Gambar 2). Hal ini juga akan berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan dan pendapatan negara dalam bentuk PSDH dan DR sebesar > 250%. Disisi lain, model TPTJ teknik Silin Pola Jalur dan Rumpang mempunyai keuntungan secara sosial dari kegiatan pelaksanaan SILIN meranti yaitu berupa penyerapan tenaga kerja langsung sebanyak 2.000 HOK per 100 ha, khususnya bagi masyarakat sekitar hutan karena pelaksanaan SILIN meranti merupakan pembangunan hutan alam yang bersifat padat karya (Yuniati dkk 2009). Analisis tersebut menunjukkan bahwa SILIN meranti memiliki kelayakan komersial dalam pengelolaan hutan tropis lestari dan menekan laju kerusakan hutan tropis Indonesia dan juga peningkatan serapan tenaga kerja masyarakat lokal (Tabel 1)
Tabel 1. Perbandingan Biaya dan Pendapatan Negara antara TPTI, Teknik Silin
Pola Jalur dan Rumpang
Uraian | TPTI (Rotasi 30 Tahun) | TPTJ Teknik Silin (Rotasi 30 Tahun) | Gap Planting /SILIN KHUSUS (Rotasi 30 Tahun) |
Biaya Penanaman per 100 ha | Rp. 0,-(Tidak ada penanaman pengayaan) | Rp. 460.000.000 (Biaya penanaman per Ha = Rp. 11.500.000,-, luas areal efektif yang ditanami 40 ha per petak) | Rp. 225.000.000 (Biaya penanaman per Ha = Rp. 15.000.000,-, luas areal efektif yang ditanami 15 ha per petak) |
Produksi Akhir Daur | 3.000 m3 (per 100 ha) | 11.000 m3 (per 100 ha) | 12.000 m3 (per 100 ha) |
Pendapatan Perusahaan | Rp.4.500.000.000,- (per 100 ha) | Rp.16.500.000.000,- (per 100 ha) | Rp.18.000.000.000,- (per 100 ha) |
Penanaman | Cenderung tidak dilaksanakan, kecuali pada areal bekas TPN dan areal yang terbuka | Dilaksanakan dengan sistem penanaman jalur | Penanaman dengan sistem gap planting/penanaman rumpang |
Model Penanaman | – | Penanaman jalur Jarak tanam 2,5 m x 20 meterLuas areal yang ditanami per petak (100 ha) = 40% x 100 ha = 40 haJumlah bibit tanaman per petak (100 ha) = 200 bibit X 40 ha = 8.000 bibit | Dalam model rumpang Jarak tanam 5×5 m Luas areal yang dapat ditanami per petak (100 ha) = 15% x 100 ha = 15ha Jumlah bibit tanaman per petak (100 ha) = 400 bibit X 15 ha = 6.000 bibit |
Evaluasi dan Monitoring tanaman | Murah | Agak sulit dan mahal | Mudah dan Murah |
Keterangan : Asumsi harga kayu Rp. 1.500.000,- per m3; biaya PSDH = 10% x Harga patokan kayu meranti (Rp.810.000 DR = 16.5 USD/m3)
Peningkatan Produktivitas Hutan
Berdasarkan pelaksananan penanaman pengayaan (Enrichment Planting) SILIN sebagai salah satu Teknik Silvikultur TPTJ diyakini mampu meningkatkan produktivitas hutan alam. Pengalaman dan pengamatan di lapangan pada beberapa IUPHHK-HA model di Kalimantan Tengah menunjukkan riap pertumbuhan diameter mencapai > 1,7 cm/tahun, bahkan untuk beberapa meranti unggul dapat mencapai riap > 3 cm/tahun. Sehingga dengan penerapan TEKNIK SILIN produktivitas hutan alam akan dapat meningkat berlipat ganda hingga mencapai 120-150 m3/Ha/25 tahun. Kalau volume kayu sebesar ini dapat terus dipertahankan bahkan ditingkatkan, maka kejayaan hutan alam tropis kita akan dapat dikembalikan.
Untuk itu perlunya suatu pendekatan yang lebih praktis dan produktif dimana dengan teknologi Silvikultur Intensif (SILIN), peningkatan produkvitas dan nilai tambah (added value) hutan alam dari satu rotasi ke rotasi tebang berikutnya dapat dipertahankan tinggi, sehingga kelestarian pengelolaan hutan alam di masa mendatang akan dapat dicapai. Kegiatan terkait dengan SILIN ini diantarnya adalah enrichment planting (penanaman pengayaan) dengan menggunakan jenis Meranti unggul. Ada 5 jenis meranti unggul yaitu S.leprosula, S. Parvifolia, S. johorensia, S,platyclados dan S. macrophylla. Dengan jenis² meranti unggul ini maka supply bahan baku kayu untuk industry akan selalu terpenuhi.
Gambar 3. Perkembangan Jumlah dan Luas IUPHHK Hutan Alam (HPH) 1990 -2015 dan estimasi standing stock hutan alam setelah dilakukan penanaman meranti
Berangkat dari Gb.3, terlihat bahwa sejak era 1972- 2002, 2002-2032 produksi kayu dari hutan alam terus menurun dari 60 m3/Ha/30 tahun menjadi 25-30 m3/Ha/30 tahun bahkan di prediksi akan semakin terus turun, karena disamping riap species hutan alam yang umumnya rendah juga karena pohon pohon yang berkualitas baik sudah tertebang sehingga tinggal menyisakan pohon yang jelek saja. Namun dengan aplikasi Teknik SILIN di tahun 2030, dimana 30 tahun sejak SILIN diinplementasikan di 6 HPH model (PT. SBK, PT. Erna, PT. Suka Jaya Makmur, PT. Sarpatim, PT. BFI dan PT. Ikani) terbukti ada peningkatan produktivitas. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa bahwa pada th. 1992 saat SILIN belum diimplementasikan, dengan hutan alam seluas 59,6 juta Ha produksi kayu yang dihasilkan sebanyak 26,1 juta M3.
Sebagaiman diketahui bahwa pada th. 2017 hutan alam produksi Indonesia hanya seluas 18,9 juta Ha. Rencana enrichment planting dengan Teknik Silin (seluas 20 % dari luas total areal efektif) maka akan ada tananan meranti prospektif seluas aka (20% x 18.9 juta Ha) atau 3.78 juta Ha (Gb.3). Bila diasumsikan produktivitas meranti unggul adalah 120 m3/Ha/25 tahun (taksiran rendah), maka pada saat panen dengan daur 25 tahun (2045), akan diperoleh produksi kayu sebanyak (3.78 juta x 120 m3/Ha/25 tahun) = 22,68 juta m3. Jumlah produksi kayu sebesar 22,68 juta m3 ini cenderung mendekati angka produksi kayu di era 1992 yaitu sekitar 26 juta m3., walaupun dari luasan areal yang lebih sempit. Dengan demikian SILIN dapat menjadi solusi dalam upaya mempertahankan kelestarian dan meningkatkan produktivitas hutan alam dan sekaligus dapat mengatasi kelangkaan produksi kayu bulat di sector industry nasional.
PENUTUP.
Dari ilustrasi yang disampaikan dapat difahami bahwa dengan SILIN produktivitas hutan alam dapat ditingkatkan dalam jangka waktu 25 tahun. Sebenarnya tidak hanya pada hutan alam saja karena bersasarkan penelitian, Jati unggul, Pinus getah beberapa jenis fast growing species baik untuk produksi pupl, rayon, energi juga memiliki riap yang tinggi. Namun semua upaya peningkatan produktivitas ini akan dapat direalisir bila ada komitment dan niat yang kuat, keseriusan, kerja keras, dukungan kebijakan dari pemerintah, SDM mampu dan pendanaan. Apabila semuanya ini dapat disediakan bukan tidak mungkin pada saat 100 tahun kemerdekaan RI (th. 2045) hutan Indonesia dapat kembali Jaya.
Daftar Bacaan
Aji M. .2009. Kelayakan Finansial Pengusahaan Hutan Dengan SistemTebang Pilih Tanam Indonesia Intensif / TPTII (Silvikultur Intensif) di IUPHHK PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah.Program Pasca Sarjana Universitas Palangka Raya Palangka Raya.
Bischoff W, Newbery DM, Lingenfelder M, Schnaeckel R, Petol GH, Madani L& Ridsdale CE. 2005. Secondary succession and dipterocarp recruitment in Bornean rain forest after logging. Forest Ecology Management 218: 174–192.
Díaz S, Fargione J, Chapin III FS, Tilman D. 2006. Biodiversity Loss Threatens Human Well-Being.
PLoS BIOLOGY 8: e277. DOI: 10.1371/journal. pbio.0040277
Kemenhut.2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011 (Forestry Statistic of Indonesia). Dirjen Planologi, Ministry of Forestry Indonesia. Jakarta
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).2015.Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta
Putz FE, Zuidema PA, Synnott T, Peña-Claros M, Pinard MA, Sheil D, Vanclay JK, Sist P, Gourlet- Fleury S, Griscom B, Palmer J, &Zagt R. 2012. Sustaining conservation values in selectively logged tropical forests: the attained and the attainable.Conservation Letters5: 296–303
Sist P, Fimbel R, Sheil D, Nasi R, Chevallier MH. 2003b. Towards sustainable management of mixed dipterocarp forests of Southeast Asia: moving beyond minimum diameter cutting limits. Environmental Conservation 30, 364–374
Soekotjo. 2009. Intensive silviculture to improve productive capacity of forests: Large scale enrichment planting of dipterocarps.In XIII World Forestry Congress Buenos Aires, Argentina, 18
– 23 October 2009.
Widiyatno, Purnomo S, Sasangka E, Widura Candra. 2013. Studi Limbah Pemanenan Dan Pemanfaatannya.PT Sari Bumi Kusuma. Kalimantan Tengah
Widiyatno, Soekotjo, Naiem M, Purnomo S dan Setiyanto PE. 2014. Early Performance of Dipterocarp Species planted in Logged-Over Rain Forest. Journal of Tropical Forest Science 26: 259–266
Yuniati D. 2011. Analisis Finansial Dan Ekonomi Pembangunan Hutan Tanaman Dipterokarpa Dengan Teknik SILIN (Studi Kasus Pt. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Barat). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman,8: 239 – 249.
Yuniati, D. & Lydia, S. 2009. Biaya Investasi Langsung, Prestasi Kerja dan Penyerapan Tenaga Kerja Langsung pada Kegiatan SILIN (Studi Kasus di PT. Balikpapan Forest Industries). Info Teknis Dipterokarpa Vol. 3 No. 1. Balai Besar PenelitianDipterokarpa, Samarinda