KISAH PERJUANGAN DI MEDAN TEMPUR DARI SEORANG SISWA/MAHASISWA CALON RIMBAWAN RIS PRAMOEDIBJO DALAM PERANG KEMERDEKAAN RI 1945-1949
Oleh : Ir. Slamet Soedjono, MBA
Pengasuh Majalah Rimba Indonesia
Masih terkait dengan peringatan hari-hari besar nasional, dalam MRI 67 ini disajikan kisah nyata perjuangan dari seorang calon rimbawan yang pada masa mudanya ketika menjadi pelajar dan mahasiswa ikut berjuang di medan tempur membela negara dan bangsa yang dicintainya
R.I.S Pramoedibyo (lahir 1925), adalah putera dari R.Soepardan Kepala Kejaksaan Kabupaten Ngawi pada jaman Belanda dan Jepang yang pada th 1993 setelah lama pensiun sebagai Kepala Unit I Perhutani Jawa Tengah menuliskan biografinya yang menarik dan banyak bercerita tentang keterlibatannya dalam perang Kemerdekaan RI ketika menjadi pelajar/siswa SKMT dan mahasiswa Fakultas Pertanian UGM di Klaten dan Yogya. Kisah singkat tentang perjuangan dan keterlibatannya bertempur di medan perang serta motivasi yang melatarbelakanginya lebih kuang sebagai berikut:
- Sejak masih SD (HIS) beliau sudah bercita-cita ingin menjadi Sinder Kehutanan karena kagum melihat kakak iparnya yang menjadi Sinder di Montong-Parengan (Bojonegoro) ketika berpakaian dinas nampak begitu gagah, berpistol besar, sepatu laars panjang, berkuda, berwibawa, disegani, dihormati,bergaji besar, bekerjanya jelas dan di alam terbuka yang nyaman, indah dan menyenangkan.
- Ketika bersekolah di MULO (jaman Belanda) yang kemudian menjadi SMP (jaman Jepang) sekolahnya berpindh-pindah Solo-Cirebon-Jakarta karena Perang Dunia II dan Indonesia dijajah Jepang, namun akhirnya bisa lulus dari SMPN I Jakarta. Begitu lulus SMP langsung mengikuti test dan bisa diterima menjadi siswa SKMT (Sekolah Kehutanan Menengah Tinggi) di Bogor sebuah sekolah calon Sinder yang berikatan dinas dan diasrama.Ketika duduk di klas III SMP secara diam-diam mendapat pelajaran Semangat Perjuangan dari seorang guru Pribumi yang orator dan agitator hebat sehingga dapat menanamkan Semangat Kebangsaan yang tinggi dan merasuk dalam hati para siswanya.
- Baru sekitar 1 tahun bersekolah di SKMT Bogor,Jepang yang berkuasa di Indonesia mengalami kalah perang dengan Sekutu (Amerika-Inggris-Australia). Para pemuda pejuang di Bogor termasuk Pram dkk rame-rame menyerang Jepang untuk merebut senjatanya guna bekal perang melawan Belanda yang mau menjajah kembali Indonesia di samping upaya balas dendam atas kekejaman tentara Jepang ketika berkuasa. Keiuktsertaan dalam perjuangan ini terhenti karena siswa SKMT termasuk Pram ditugaskan praktek hutan di Jawa Timur, Pram ditugaskan di BKPH Notopuro KPH Saradan. Waktu Proklamasi diproklamirkan Pram berada di Notopuro ini. Setelah selesai praktek para siswa segera dipulangkan ke Bogor, ini disambut gembira karena mendengar di Bogor semakin panas dan siswa-siswa SKMT ingin segera ikut berjuang.
- Setelah berkumpul dan ikut berjuang melawan Belanda, suasana di Bogor dan Jakarta semakin gawat, akhirnya SKMT dan Kantor-Kantor Kehutanan ditutup. Pimpinan Negara dan Pemerintah RI hijrah ke Yogya tanggal 6 -1-1946. Siswa SKMT dipulangkan ke tempat asal masing-masing. Pramoedibyo pulang ke Ngawi dengan mengajak serta adik kandungnya Harsono Pramoegiri (Hengki) yang bersekolah di Sekolah Guru Tinggi di Jakarta. Sekitar 2 minggu di Ngawi didapat kabar bahwa di Yogya dibuka Militaire Academie (MA) untuk mendidik calon perwira (opsir) pertama orang Indonesia. Pram minta izin ayahnya untuk masuk MA Yogya dan adiknya Hengki juga minta izin masuk MA di Jakarta (Tangerang). Alasan masuk MA karena malu sama teman dan pejuang lain jika tidak ikut terjun berjuang membela bangsa dan negara RI. Dengan masuk MA diharapkan akan mendapat bekal ilmu dan praktek berperang yang baik. Dengan berat hati Pram diizinkan tetapi Hengki ditolak, tidak rela 2 anak lakinya masuk menjadi tentara, berjuang membela RI kan tidak harus jadi tentara.
- Kakak beradik segera berangkat Pram ke Yogya dan Hengki ke Jakarta. Hengki kecewa sekali tidak diizinkan ayahnya. Pram diterima di MA Yogya menjadi Kadet (siswa calon perwira) memasuki pendidikan militer dengan berbagai latihan fisik yang keras agar mahir berperang dengan senjata maupun tanpa senjata. Adiknya Henki setelah kembali di Jakarta bertemu teman-teman yang sudah pada masuk MA akhirnya ikut masuk juga di MA Tangerang Jakarta. Akan tetapi nasibnya tragis, belum sempat jadi perwira beliau gugur bersama Komandan MA Daan Mogot dan 67 kadet MA lainnya ketika bertugas melucuti senjata tentara Jepang di Lengkong. Ada temannya yang selamat dengan berpura-pura mati tertindih mayat-mayat Kadet MA yang gugur yang kemudian menjadi saksi peristiwa itu. Ia adalah Widianto teman Hengki di SGA yang kemudian menjadi adik ipar Pramoedibyo. Setelah beberapa bulan menjadi Kadet MA yang hari-hari latihan perang terus dan dijejali teori dengan pengenalan berbagai senjata hanya melalui gambar bukan ujud fisiknya, lama-lama terasa jenuh dan mulai tidak krasan karena sebenarnya ia ingin segera berjuang di medan tempur seperti beberapa teman yang lain. Akhirnya ia memutuskan keluar dari MA. Suatu sore sedang jalan-jalan di Terban ketemu dengan teman akrabnya di SKMT Bogor lalu berceritera panjang lebar bahwa SKMT sudah pindah ke Yogya di Kaliurang. Lalu diajak pergi ke Kaliurang bertemu teman-teman lamanya serta menanyakan kemungkinan bisa bergabung kembali. Setelah diyakinkan bisa maka ia segera mengajukan permohonan keluar dari MA dan tanpa dipersulit langsung diizinkan, maka kembalilah ia ke habitat yang dicintainya “kehutanan” masuk kembali menjadi siswa SKMT.
- Akhir tahun ajaran 1947 (Juni) diadakan ujian akhir SKMT yang lulus 27 orang. Lulus no. 1 Mulyadi dan no. 2 Soedarwono. Keduanya ditugaskan belajar di Perguruan Tinggi Negeri Klaten sedangkan Pramoedibyo setelah diangkat menjadi pegawai ditempatkan di KPH Nganjuk. Tetapi sebelum berangkat kerja tiba-tiba timbul niat ingin kuliah di PTN Klaten. Bersama teman lulusan SKMT Utoro menghadap Kepala Jawatan Kehutanan minta ijin mau kuliah kalau perlu dengan biaya sendiri. Permohonan disetujui lalu mendaftar di Klaten kok ya langsung diterima diberi Kartu Mahasiswa tetapi disuruh menunggu 3 bulan untuk bisa ikut kuliah. Sambil menunggu Pram ingin ke Nganjuk melapor tentang penempatannya. Perjalanan dilanjutkan tetapi tidak langsung ke Nganjuk singgah dulu di Ngawi tempat orang tua. Setelah melapor bahwa ia tidak meneruskan pendidikan di MA dan sudah lulus dari SKMT, sudah diangkat menjadi pegawai negeri ditempatkan di Nganjuk bahkan sudah menerima gaji, bapak ibunya senang sekali apalagi ketika melaporkan juga sudah diterima menjadi mahaiswa Fakultas Pertanian PTN Klaten yang kuliahnya 3 bulan lagi. Waktu mau berangkat ke Nganjuk dicegah sama bapaknya karena sudah bicara dengan Kepala Kehutanan Ngawi kalau akan ditempatkan sebagai Sinder di Ngawi saja. Di Ngawi sementara diperbantukan ke KBKPH Geneng sambil ditugasi untuk melatih kemiliteran Angkatan Muda Kehutanan yang baru dibentuk yang nantinya menjadi pasukan tempur kehutanan “Wanara”.
- Tiga bulan kemudian kuliah di PTN Klaten sudah akan dimulai sehingga Pram harus kembali ke Yogya untuk mulai kuliah. Kuliah belum teratur dan sesuai sistem pendidikan tinggi saat itu yang “studi bebas” tidak mengharuskan mahasiswa mengikuti penuh kuliah tatap muka setiap hari sehingga Pram sebagai mahasiswa tugas belajar dapat sering ke Kantor Besar Kehutanan di Yogya. Di Kantor Besar Kehutanan Yogya Pramoedibyo dikenal sebagai mahasiswa tugas belajar dan pernah beberapa bulan menjadi Kadet Akademi Militer. Setelah Pram menyatakan ikut bergabung ke “Pasukan Wanara” pasukan Sukarelawan Angkatan Muda Kehutanan dari Jawatan Kehutanan, oleh Komandan Pusatnya bapak Sudomo Pram ditugaskan di Staf sebagai Kepala Urusan Operasional. Tugasnya adalah melatih kemiliteran Anggota Pasukan Wanara di berbagai Daerah Wilayah RI dan ikut merencanakan serta melaporkan gerakan-gerakan Pasukan Wanara di sekitar Gundih-Semarang, Mojokerto-Jombang,Malang-Batu-Blitar-Madiun, Cirebon hingga Majalengka. Pasukan Wanara ini betul-betul pasukan tempur jadi Pram senang sekali apalagi kemudian sering ditugaskan ke daerah-daerah/ lapangan mengawasi tugas operasional pasukan, menelusup ke wilayah pertempuran di Jawa Timur, tugas yang sesuai dengan panggilan nuraninya. Pada suatu waktu ia dipanggil Komandan diberi tugas mengambil/ membawa 12 pucuk senjata dan pelurunya milik pasukan Wanara dari Kalibening-Dieng-Pekalongan Selatan ke Yogyakarta. Pram sebagai ketua dibantu 4 orang pasukan Wanara semuanya bersenjata segera berangkat naik kereta api Yogya-Magelang-Parakan lalu naik truk ke Wonosobo. Wonosobo-Kalibening yang berjarak 40 km ditempuh dengan jalan kaki naik turun gunung yang melelahkan. Setelah berhasil mengumpulkan senjata dan pelurunya segera dibawanya bersama teman-temannya tadi dengan berjalan kaki melalui jalan darat Kalibening-Banjarnegara-Kutuoarjo jalan kaki naik turun-gunung-tegalan-pesawahan dan jalan-jalan kampung penuh risiko terancam gerombolan AOI (pemberontak Angkatan Oemat Islam ) di wilayah Kebumen dan Kutoarjo. Singkatnya tugas dapat diselesaikan dengan baik, ke 12 pucuk senjata dan pelurunya diserahkan kepada Komandan Pusat Pasukan Wanara di Yogyakarta, puas dan senang sekali rasanya.
- Selang 2-3 minggu kemudian Pram mendapat panggilan dari Komandan Corps Intelejen (CI) lewat Komandan Pasukan Wanara untuk menghadapnya di Kementerian Pertahanan. Sewaktu menghadap Komandan CI (seorang Kolonel) Pram diberitahu akan diberi tugas Negara melakukan penelusupan ke Jakarta untuk mendapatkan informasi tentang aktivitas gerakan di bawah tanah (klandestin) melawan Belanda di Jakarta tetapi juga dititipi tugas mencarikan obat yang diresepkan dokter untuk isteri komandan yang sakit dan di Yogya-Solo susah didapatnya. Komandan mempercayakan tugas kepada Pram setelah mendapat informasi dari anak buahnya bahwa ia dinilai berpengalaman dan lihai menelusup ke daerah musuh. Untuk tugas itu Pram diberi uang Nica (Belanda) yang cukup besar dijamin mencukupi untuk pelaksanaan tugasnya dan surat tugas dan lain lain untuk kelancaran perjalanannya. Pram minta ijin untuk bisa ditemani seorang karibnya bernama Utoro yang dianggap tahu seluk beluk Jakarta. Ijin diberikan dengan segala perlengkapanya maka berangkatlah keduanya ke Jakarta dengan menelusup lewat Gundih-Telawa-masuk daerah Belanda Gubug-Semarang-naik KA ke Jakarta mampir di Brebes untuk memastikan bahwa tunangannya (calon isterinya) Rie sedang ditawan/dipenjara Belanda kalau benar sekaligus ingin membebaskannya. Perjalanan berliku siang malam melalui jalan-jalan sempit untuk mencari aman terutama ketika mau melewati garis demarkasi (batas wilayah yang dikuasai RI dan Belanda) dan setelah berada di wilayah kekuasaan Belanda. Berkat bantuan dan pengaturan orang-orang intel di daerah perjalanan dapat berjalan lancar. Di perjalanan naik KA dan di stasiun sering mendapat perhatian dan pandangan orang yang aneh atas penampilan Pram berdua yang mencirikan khas pejuang dan keberaninya menampakan diri di wilayah kekuasaan Belanda. Rencana membebaskan calon isterinya diurungkan setelah dilarang oleh saudara-saudaranya di Brebes dari saudara Pram maupun calon mertuanya karena dipandang sangat berbahaya. Setiba di Jakarta langsung menuju rumah kakaknya di Kwitang. Setelah ceritera panjang lebar kakaknya akan membantu sebisanya. Paginya diusahakn mendapatkan kartu indentitas dan berkat bantuan Camat Senen yang Pro Republik Pram berdua memperoleh kantu indentitas yang membikin keduanya bebas bergerak di Jakarta. Usaha menghimpun informasi tetang gerakan klandestin di Jakarta boleh dikata gagal karena dari 2-3 informan yang sempat dihubungi didapat informasi bahwa sebagian besar anggota klandestin sudah pada pergi meninggalkan Jakarta berjuang di pinggiran atau perbatasan kota. Mencari obat titipan Komandan CI juga tidak berhasil karena dokter yang dicari di rumahnya {atas petunjuk Komandan) untuk mencarikan obat yang dimaksud, rumahnya ditemukan tetapi dokternya tidak ada. Menurut yang jaga rumah maupun tetangganya dokter sudah agak lama meninggalkan kota, praktis sulit dicarinya. Setelah kembali ke rumah, Pram berdua berunding untuk menetapkan langkah selanjutnya. Setelah dipertimbangkan akhirnya diputuskan segera pulang ke Yogya saja. Tugas penyusupan sudah berhasil dilaksanakan tetapi materi yang dicari tidak didapatkan karena situasi dan kondisi. Pulang ke Yogya naik KA Semarang tapi turun dulu di Tegal ke rumah kakak, sampainya sudah menjelang mahrib. Setelah bincang-bincang dan makan malam Pram minta ijin pinjam sepeda mau ke Brebes mencari Rie. Setelah diijinkan segera berangkat naik sepeda malam hari dan tiba di Brebes lebih kurang 1 jam. Begitu memasuki rumah calon mertua ternyata Rie dan adiknya lagi duduk di teras, begitu terkejut melihat Pram datang tiba-tiba sampai tidak percaya atas kehadirannya karena tak ada kabar dan sudah setahun tidak berkomunikasi.Pram segera diajak ke dalam dipertemukan dengan ayahnya dan saudara-saudaranya. Setelah itu ceritera panjang lebar sebab Rie dipenjara oleh Belanda bersama ayahnya sampai dikeluarkannya. Saat ini rumah dan keluarganya masih diawasi intel Belanda maka Pram tidak boleh lama-lama takut ketahuan intel lalu ditangkap Belanda. Paginya langsung berangkat ke Semarang tiba di Semarang ganti KA ke Sayung terus menerobos masuk ke wilayah RI kembali melalui rute seperti waktu berangkatnya. Setelah sampai di Yogya berdua langsung melapor ke Komandan CI atas pelaksanaan tugasnya secara detail dan panjang lebar diakhiri dengan permohonan maaf. Komandan senang mendengar laporannya dan menyatakan terimakasih atas jerih payahnya. Tentang ketidakberhasilan perolehan informasi dan obat untuk isterinya tidak dimasalahkan karena situasi dan kondisinya. Setelah keluar dari kamar Komandan Pram berdua dikerubut teman-taman dari CI disuruh ceritera tentang tugas penyusupannya. Mereka ikut senang dan bangga sampai mereka menyebut Pram sebagai AHLI PENYUSUPAN KE DAERAH PENDUDUKAN YANG ULUNG setelah tahu Pram pernah berhasil membawa 12 pucuk senjata dan pelurunya dari K.Bening-Wonosobo ke Yogya dan beberapa kali melakukan penyusupan ke daerah Mojokerto, Jombang, Malang, Blitar dan terakhir ke Semarang-Tegal-Brebes – Jakarta. Juga disambut gembira/ dipuji oleh teman pejuang Mahasiswa dan pasukan Wanara.
- Tanggal 19 Desember 1948 Belanda menyerbu dan menduduki Yogya, semua mahasiswa PTN Klaten yang ada di Klaten dikumpulkan kemudian mereka dimintai pendapat harus berbuat apa. Kelompok I (sebagian besar) menghendaki harus terjun berjuang di medan perang membela Negara dan Bangsa Indonesia melawan Belanda. Kelompok II hanya 2-3 orang yang tidak bersedia ikut berperang dan yang kelompok III yang ragu, kebanyakan wanita yang ingin segera pulang ke keluarganya tetapi tidak bisa. Yang mau ikut berperang bebas mau ikut satuan perjuangan apa, ada yang ke satuan Mahasiswa Berjuang, ke satuan Militer, kelaskaran dan sebagainya. Pram sendiri sudah tergabung dalam Pasukan Wanara sudah memiliki senjata dan sudah terlatih untuk berperang dan beberapa kali terlibat dalam pertempuran. Tugas pertama satuan perjuangan di Klaten adalah membumihanguskan Klaten supaya tidak diduduki Belanda. Tugas pertama Pram adalah menghancurkan stasiun kereta api Klaten tetapi pelaksanaan tugas pertama yang dilakukan saat menjelang maghrib gagal karena trek bom yang telah dipasang di salah satu ruangan dekat gudang tidak meledag ketika picunya ditarik. Setelah dengan hati-hati sekali diperiksa ternyata salah satu kabelnya diputus orang/disabot. Lalu dicari akal lagi dengan rencana membakar tumpukan kayu bakar KA di sekitar stasiun setelah disiram minyak tanah untuk dibakar pada malam hari. Sekitar jam 24 bom berhasil diledakan oleh kobaran api dan stasiun Klaten hancur total.
- Pagi harinya dalam perjalanan Pram bertemu 2 orang teman Mahasiswa Kedokteran PTN Klaten, Baghowi dan Suryono yang juga ikut jadi pejuang. Setelah Baghowi mendengar Kota Gede tempat asalnya telah diduduki Belanda kedua teman tadi mengajak Pram ikut berjuang di Kotagede. Jalan kaki lewat Selatan menuju Barat banyak melewati persawahan yang dijalaninya sore dan malam hari supaya tidak ketahuan Belanda. Jalannya melalui galengan sawah yang licin hingga berkali-kali jatuh pakaiannya basah kuyup. Setelah 3 hari perjalanan akhirnya sampai di Selatan Kota Gede. Di sini mendengar kabar bahwa tidak jauh dari situ ada markas Pasukan Kadet Militaire Aakademie (MA) yang menghindar dari Yogya. Setelah Baghowi menengok rumah dan keluarganya diajaklah pergi ke markas MA. Di situ Pram bertemu teman-teman lama Kadet MA dan diajaklah Pram bergabung dengan Pasukan MA. Pram senang sekali lalu diajaklah Baghowi bergabung ternyata mengiyakannya. Suryono tak bersedia dia memilih meneruskan perjalanannya pulang ke Banyumas bersama pasukan Siliwangi yang akan kembali ke Jabar. Markas Pasukan Kadet MA sudah direncanakan akan dipindah ke Bagian Timur Yogyakarta di Utara Prambanan karena di Yogya Selatan sudah terlalu banyak pasukan-pasukan Perjuangan yang hijrah dari Yogya. Untuk amannya perpindahan pasukan dilakukan kelompok demi kelompok. Pram dan Baghowi sebagai orang yang baru bergabung dimasukan dalam kelompok paling belakang. Pada suatu malam sekitar jam 3 dini hari Pram dibangunkan oleh seseorang memberitahu bahwa saat itu ada gerakan Belanda dari Yogya menuju ke Selatan mau menyerang Kota Gede dan sekitarnya yang diketahui Belanda sebagai sarang persembunyian para pejuang. Pram bertiga dengan temannya bergegas pergi mau melakukan perlawanan secara gerilya sembunyi-sembunyi di kampung. Ketika masih sembunyi di tepi pagar rumah tidak jauh dari jalan besar sekitar jam 8 pagi terdengar suara gemuruh menggetarkan yang datang dari utara yang tak lain adalah pasukan Belanda yang banyak jumlahnya dengan berkendara truk, senjata lengkap, panser dan tank. Karena besarnya pasukan dan lengkapnya persenjataan musuh Pram bertiga tidak berani melakukan perlawanan malah secara perlahan dan hati-hati berusaha menjauh kedalam. Pram sendiri sembunyi di belakang rumah kosong di sela tumpukan kayu bakar yang sumpek, menelungkup sedemikian rupa mengecilkan badannya supaya tidak kelihatan musuh. Sialnya dalam keadaan seperti itu penyakit malarianya kambuh menggigil tidak karuan. Sekitar 2 jam kemudian terdengar ada 2 tentara Belanda masuk ke rumah kosong tadi menggeledah kamar-kamar dengan senjata siap tembak yang seorang kemudian ke belakang memeriksa dapur dan sempat berdiri dekat tumpukan kayu bakar dimana Pram bersembunyi yang hanya berjarak lebih kurang 1,5 m. Untungnya Pram dapat menguasai diri tidak bergerak dan tidak sampai batuk. Kalau sampai ketahuan dan tertangkap pasti langsung ditembak mati di tempat seperti yang terjadi pada saat yang sama tidak jauh dari Pram bersembunyi di mana seorang pejuang dari pasukan lain tertangkap langsung ditembak mati. Dan ada pejuang lain yang dari tempat persembunyiannya melempar granat gombyok ke 3 tentara Belanda, granat meledag tetapi tidak mematikan akhirnya pejuang tadi diberondong 3 senapan, gugur dengan tubuh penuh luka tembak. Pram merasakan kok lama sekali Belanda di depannya tidak pergi-pergi padahal sudah hampir tidak tahan menahan batuknya dan ketakutannya. Tetapi karena Allah masih melindungiNya tak lama kemudian Belanda pergi bergabung ke pasukannya pulang Kotagede. Setelah dirasa aman akhirnya Pram keluar dari persembunyiannya dan selamat sampai ke pos rumah tinggalnya yang aman dari serangan Belanda. Setelah sampai pondokan kembali badannya panas menggigil, meski sudah istirahat dan sempat tidur gak sembuh juga akhirnya oleh Baghowi dibawa ke Pos PMI di dekat batas kota Kotagede untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan. Setelah Baghowi pergi perawat menyuruh Pram pergi ke serambi belakang tempat perawatan di mana telah berjajar pasien pria /wanita dan Pram disuruh berbaring di salah satu bed kecil sambil memberitahu hati-hati karena Belanda suka datang melakukan razzia mencari, menangkap dan membunuh ekstrimis (pejuang). Benar juga begitu perawat pergi datang 3 tentara Belanda yang dua berjaga di luar yang satu masuk ke dalam melakukan razzia. Sementara Belanda memeriksa di depan suster mendekati Pram menyuruh diam dan berbuat seperti pasien yang sedang sakit gawat/serius menutup seluruh tubuhnya dengan sarung yang dipakai Pram terutama menutupi celana hijau militernya yang utungnya celana tadi sudah digulung sampai lutut sehingga sarung dapat menutupi penuh. Jangan melakukan perbuatan yang mencurigakan dan harus setenang mungkin meski berat dilakukan sebab badannya panas tetapi tubuh menggigil kedinginan. Lalu seorang lagi tentara Belanda memeriksa pasien di serambi belakang di deretan Pram dirawat. Setelah Belanda berada di dekat Pram rasa takut semakin kuat tetapi berusaha tenang dengan pura-pura tidur pulas. Belanda sempat memegang kaki Pram yang menjulur tak tertutup kain tetapi mungkin setelah merasakan kaki Pram panas tidak lagi berbuat lain lalu pergi ke luar diantar suster tadi. Kembali lagi Tuhan masih melindungi Nya. Seandainya saja Belanda tadi menyingkap kain sarung Pram dan melihat celana hijau tentara yang dipakainya pasti langsung disered dan ditembak mati.
- Setelah selamat dan kembali ke pos perjuangan, Pram dan Baghowi diperintahkan untuk segera menyusul pasukan Kadet MA yang telah memindahkan markas utamanya dari Selatan Yogya ke lereng G. Merapi di utara candi Prambanan, termasuk medan perjuangan Yogya Timur. Daerah ini merupakan daerah subur, banyak persawahan luas yang terbuka sehingga kurang baik untuk bergerilya, maka tidak banyak pasukan perjuangan lain yang berjuang di sini. Akhirnya pasukan MA di sini menjadi andalan utama di daerah ini di samping ada beberapa satuan kecil laskar perjuangan lain seperti laskar pencopet dan pencuri atau mantan napi yang sering dimanfaatkan TNI/pasukan lain untuk mencuri senjata dan peluru musuh karena pada umumnya selain lihay juga pemberani. Pada saat berada di dataran rendah yang subur makan sehariannya dibantu rakyat sehari bisa 3-4 makan tetapi ketika berada dibukit-bukit Merapi Selatan yang gersang dan miskin makannya hanya 1-2 kali itupun dari tiwul atau gogik. Pasukan MA seringnya melakukan patroli atau penyerangan di malam hari, pagi dan siangnya bersembunyi di kampung yang dianggap aman sedangkan rakyat menjadi pengintai, pemberitahu dan pelindung jika ada gerakan operasi atau penyerangan Belanda. Kampung-kampung di pinggir jalan besar Yogya-Klaten dan jalan ke kampung yang sering dipatroli Belanda kebanyakan dikosongkan, penduduknya mengungsi. Selama bergerilya di daerah Timur Yogya ini beberapa kali terlibat dalam pertempuran sengit antara lain:
- Pada suatu malam berlima ditugaskan patroli di sekitar candi Prambanan. Awalnya aman-aman saja sampai berani tiduran di jalan raya yang beraspal yang dirasakannya nikmat sekali tetapi sekitar jam 4 pagi mendadag terdengar suara gemuruh datang dari Barat yang ternyata pasukan Belanda dengan kendaraan panser dan tank yang berpatroli ke Timur kearah Klaten. Regu pasukan MA tadi berlarian menuju ke belakang bukit kecil di sebelah Barat candi Prambanan untuk siap menyerang Belanda dari tempat yang aman. Sampai di situ ternyata sudah ada pasukan Siliwangi sebanyak 16 orang yang siap tempur dengan persenjataan yang relatip lengkap ,steling di puncak bukit belindung di belakang batu-batu, pasukan MA bergabung dengan mereka. Begitu pasukan Belanda lewat didepan bukit tersebut pasukan Siliwangi langsung menghujani tembakan gencar dan pasukan MA ikut serta. Pasukan Belanda setelah mengetahui arah datangnya tembakan langsung membalas dengan tembakan yang tak kalah gencar. Peluru Belanda berdesingan di kanan kiri kepala pasukan RI termasuk di kanan kiri telinga Pram namun Tuhan masih melindungi sehingga dalam pertempuran tersebut di pihak RI tak ada korban. Belanda menghentikan tembakan-tembakannya setelah diberondong dengan senjata andalan pasukan Siliwangi yaitu senjata otomatis Water Mantel yang anehnya penembak Water Mantel orangnya masih muda sekali sekitar 12-13 tahun tetapi ternyata ia adalah penembak jitunya.Mungkin di pihak Belanda banyak yang korban tetapi tidak kelihatan karena hari masih gelap mendekati jam 5 pagi. Yang jelas Belanda menghentikan tembakan lalu cepat-cepat putar balik kembali pulang ke arah Yogya. Pasukan Siliwangi ini sebenarnya sedang dalam perjalanan akan kembali ke Jawa Barat melalui jalan darat yang penuh rintangan sehabis mereka bertugas membasmi pemberontak PKI di Madiun dan Solo.
- Pada suatu saat datang perintah dari Overste (Letkol ) Soehato Komandan Pertempuran/ Serangan Umum 1 Maret 1949 Yogyakarta supaya Pasukan MA ikut bertempur dari wilayah Yogya Timur dengan tugas merebut dan menduduki Lapangan Terbang Maguwo yang banyak dijaga dan dihuni tentara Belanda dengan persenjataan lengkap. Tugas tersebut disambut gembira tetapi juga rada kecut karena menyerbunya harus dari Selatan pagi hari mendekati jam 6.00 cuaca sudah terang padahal untuk mencapai gedung-gedung yang dihuni dan dijaga tentara Belanda di utara landasan harus melalui tanah kosong (terbuka) hanya ditumbuhi ilalang pada area lapangan terbang yang luas jadi sangat berbahaya. Polah tingkah para kadet MA bermacam-macam ada yang sangat bersemangat, berani dan tabah tetapi juga cukup banyak yang takut menghadapi perang besar yang penuh bahaya tersebut. Banyak yang menulis surat wasiat untuk disampaikan kepada orang tuanya dan pacarnya yang intinya pamit mati jika seandainya terjadi dalam pertempuran yang akan dihadapinya. Sialnya Pram jatuh sakit malarianya kumat badan panas tubuh menggigil tak ada tenaga karena itu komandan melarang ikut berperang supaya tinggal di pos saja. Pram merasa sedih sekali dan malu tidak dapat ikut dalam perang besar tersebut yang kalau gugur mendapat penghargaan “Pahlawan Bangsa” tetapi kalau mati karena malaria rasanya konyol sekali. Menjelang 1 Maret pasukan Kadet MA sudah berada di desa Sorogedug selatan Maguwo setelah melakukan perjalanan jauh penuh bahaya dari markasnya di kaki G. Merapi utara Candi Prambanan. Lewat tengah malam pasukan mulai bergerak menuju sasaran dengan sangat hati-hati, mengendap, merayap, berpencar dalam jarak yang aman yang akhirnya sebelum jam 6.00 sudah berada di sekitar perumahan kompleks militer Belanda. Mendekati jam 6.00 kok sepi saja mungkin Belanda pada ketiduran. Begitu sirene berbunyi yang digunakan sebagai tanda dimulainya serangan, pasukan langsung menyerbu menembaki rumah-rumah Belanda mendobrak pintu dan jendela dengan senjata siap tembak. Sebagian pasukan berada di luar mengawasi dan melindungi pasukan penyerbu jika ada pasukan musuh yang datang. Tetapi herannya kok tidak ada perlawanan. Tidak lama kemudian mendapat berita bahwa menjelang tengah malam pasukan Belanda sudah mengosongkan kompleks militer pergi kearah Barat (Yogya). Ditunggu sampai lewat tengah hari tetap tidak ada apa-apa akhirnya komandan pasukan Kapten Sarsono memerintahkan kembali ke markas. Pasukan kembali dengan hati campur aduk senang karena tak ada korban kecewa karena tidak terjadi pertempuran hebat yang menghancurkan Belanda seperti dibayangkan sebelumnya.
- Pada minggu ketiga April 1949 datang perintah agar Pasukan MA ikut melakukan serangan ke Vila-Vila di Kaliurang yang dipakai tentara Belanda untuk beirstirahat karena kecapaian atau stress berat akibat dari gangguan/serangan dari pejuang RI yang tidak henti-hentinya. Pasukan MA diminta menyerang dari arah Timur sedangkan dari arah Barat akan dilakukan oleh Pasukan lain yang dikomandani seorang Mayor AD. Untuk mensukseskan serbuan bersama sebelumnya dilakukan kontak intensif antara kedua pasukan melalui kurir khusus. Pasukan MA berangkat 1 hari sebelum hari H (tanggal 30 April 1949) menginap semalam di sebuah kampung timur Kaliurang. Jam 5 sore sudah berada di lereng punggung bukit di utara Kaliurang sambil mengamati Vila-Vila yang ditempati Belanda dan gerak-gerik penghuninya. Malam itu akan diadakan pesta dansa oleh tentara Belanda di suatu gedung untuk memperingati Ulang tahun Juliana Ratu Belanda. Menjelang gelap malam pasukan yang dipimpin oleh Kapten Sarsono dan Letnan Wijogo mulai bergerak turun lereng dengan sangat hati-hati tidak boleh bersuara, bergerak mendekati sasaran penembakan. Setelah mendengar tembakan pistol dari arah Barat sebagai isyarat dimulainya serangan, pasukan MA diperintahkan menyerang menembaki musuh dengan beragam persenjataan termasuk penggunaan granat sehingga riuh sekali bunyi tembakan, ledakan, dentuman senjata yang suaranya menggema dipantulkan oleh bukit-bukit sekitar Kaliurang. Ada seorang teman yang gugur tertembak karena terlalu berani/nekad menyerang dari depan gedung yang diterangi lampu besar sehingga mudah terlihat oleh penembak jitu tentara Belanda, tembakanya tepat mengenai dahinya langsung gugur. Menjelang tengah malam setelah pertempuran reda pasukan diperintahkan mundur kembali ke pos, sebagaian pasukan diperintahkan untuk mengambil jenazah anggota yang gugur sampai diurus pemakannya di kampung dekat Kaliurang. Informasi yang didapat kemudian dari para jongos dan babu Belanda yang juga membantu TNI sebagai informan bahwa jumlah korban meninggal di pihak Belanda cukup banyak yaitu mayat yang dinaikan ke truk yang akan membawanya ke Yogya ada 3 truk yang masing-masing berisi 15-20 mayat atau antara 50-60 orang .
- Beberapa minggu kemudian atas inisiatif komandan Pasukan MA sendiri diadakan serangan kembali terhadap pos pertahanan Belanda di Kaliurang karena didapatkan info bahwa sejak serangan tanggal 30 April Belanda berangsur-angsur mengurangi kekuatannya di Kaliurang. Maksudnya agar Belanda semakin takut dan segera hengkang/ meninggalkan pertahanan militernya di Kaliurang. Kali ini serangan dilakukan menjelang pagi hari tidak seperti yang dulu. Lewat tengah malam pasukan mendekati Kaliurang dari arah Timur. Sejak jam 5 regu Pram sudah menempati tebing kali kering berbatu di belakang beberapa rumah yang dihuni Belanda. Setelah isyarat tembakan pistol dibunyikan sebagai tanda dimulainya pertempuran bertautanlah tembak menembak di antara keduanya. Pram melihat ada Belanda tinggi besar keluar dari induk sebuah rumah lari pergi ke belakang langsung ditembaki Pram tetapi tembakannya tidak ada yang mengenai sasaran. Belanda tadi tidak membalas serangan mungkin merasa lebih aman dengan tetap bersembunyi saja. Tidak lama kemudian terdengar serangan Belanda dengan senjata mortir yang gencar, kalau sudah begitu biasanya komandan segera memerintahkan mundur. Pasukan bergerak mundur kembali ke markasnya, agak kecewa karena serangannya kurang berhasil jika dibandingkan dengan sebelumnya. Pagi itu pasukan MA kembali ke pos persembunyian.
- Tak lama kemudian Pram bersama 5 orang temannya mendapat tugas berat untuk menjemput Kol Latief Hendraningrat yang berada di daerah gerilya Imogiri supaya dikawal dan dibawa ke Markas Pasukan MA di utara Prambanan guna melaksanakan acara serah terima jabatan Komando Tertinggi Pasukan MA dengan Kol G.P.H. Jatikusumo. Perjalanan tersebut berliku-liku melewati pedesaan, tegalan,sawah dan lintasan jalan yang sering dipatroli Belanda,jadi tugas tersebut berat dan berbahaya. Perjalanan hanya dengan jalan kaki siang malam kepanasan dan kehujanan serta melawan dinginnya angin malam selama 5 hari pergi-pulang. Tetapi hati senang saja demi tugas mulia mengawal dan mengamankan penjabat tinggi militer berpangkat Kolonel yang saat itu merupakan pangkat tinggi sekali, apalagi tugasnya berhasil dengan baik/selamat. Setelah upacara serah terima esok harinya seluruh pasukan yang hadir bergegas pindah lebih ke utara lagi karena khawatir tempat itu akan diserang Belanda. Benar juga 2 hari kemudian pesawat terbang Belanda “cocor merah” menyerang dengan menghujani tembakan bertubi-tubi rumah tersebut hingga hancur berantakan dan bapak pemilik rumah gugur dengan luka tembak yang arang kranjang memilukan sekali, untung keluarga yang lain selamat karena ada yang sedang di pasar dan bekerja di sawah / tegalan. Ini bisa terjadi karena ulah mata-mata Belanda yang melaporkan rumah tadi dipakai untuk markas Pasukan MA. Waktu kejadian Pram sendiri masih bertugas di kampung lain tidak jauh dari situ.
- Dua hari kemudian Pram mendapat berita ada titipan surat dari kota yang dibawa 2 gadis PMI yang biasa keluar masuk kota menjadi penghubung dan membantu pejuang dalam pemberian info posisi dan kondisi tentara Belanda dan menyelundupkan peluru serta obat-obatan untuk pejuang. Pram berangkat sendirian berpakaian pejuang. Belum jauh dari kampung sedang berjalan di jalan tengah sawah, dalam pikirannya terbayang atas serangan pesawat cocor merah yang menghancurkan rumah yang dipakai untuk markas pasukan MA dan menjadikan pemilik rumah gugur; tiba-tiba ada deru pesawat dari belakang (selatan) sambil mengeluarkan tembakan jatuh di kanan kiri Pram. Di depan Pram hanya ada pohon kelapa satu-satunya yang bisa dipakai berlindung maka Pram dengan merunduk cepat lari ke pangkal pohon untuk berlidung. Hatinya agak lega selamat dari tembakan, pikiranya pesawat terus pergi, tahu-tahu pesawat balik arah datang menyerang lagi dengan terbang rendah sekali rasanya akan menyambar kepala Pram. Pram beralih posisi berlindung dan lagi-lagi selamat dari semburan tembakan pesawat Belanda. Ditunggu sampai hampir setengah jam ternyata pesawat tdak balik lagi mungkin sayang peluru dihambur-hamburkan untuk menyerang seorang pejuang tidak kena lagi. Pram lanjut meneruskan perjalanan ke pos PMI yang sudah ditunggu oleh 2 gadis pembawa surat. Ternyata 2 gadis sudah dikenalnya yang satu adik Letnan Wiyogo sepasukan dengan Pram dan yang kedua adik dari Soekamto teman sekelas Pram di SKMT. Surat yang dibawa ternyata dari kakak Pram yang bertugas dan tinggal di Yogyakarta yang mengabarkan keadaannya dan menanyakan kabarnya Pram. Pram tidak terlalu serius menanggapi surat kakaknya, perhatiannya malah tercurah kepada berita-berita yang dibawa kedua gadis tersebut terutama berita tentang teman-teman Pram yang sudah pada pergi ke Jakarta dan Bogor untuk mencari pekerjaan dan melanjutkan kuliah termasuk Mulyadi dan Soedarwono yang meneruskan kuliahnya di Faperta UI Bogor. Pram termenung dalam dan sedih karena bakal ketinggalan dengan teman-teman dalam membangun kehidupan. Dia merasa sudah tua (24) masih harus berjuang kejar-kejaran sama Belanda dengan taruhan nyawa melayang setiap saat dan akan sampai kapan berakhirnya. Tetapi tidak lama kemudian tersadar kembali bahwa IKUT DALAM PERJUANGAN INI TIDAK ADA YANG MENYURUH, SAYA SENDIRI YANG BERTEKAD IKUT MEMBELA TANAH AIRKU HINGGA MATI SEKALIPUN SAYA RELA, SAYA HANYA BERDOA KALAU SAMPAI HARUS MATI LANGSUNG MATI SAJA JANGAN SAMPAI MENGALAMI PENDERITAAN SAKIT BERLAMA-LAMA. SAYA TELAH MERELAKAN KEHIDUPANKU UNTUK MEMBELA KEMERDEKAAN BANGSA DAN NEGARAKU BAIK DALAM KEADAAN PERANG MAUPUN AMAN/DAMAI. Akhirnya sore hampir malam pulang ke pos dalam perjalanan malam yang seram antara lain melewati kuburan dimana kemarin ada korban dimakamkan disitu.
- Tugas berikutnya adalah mengawal tim peledag Bom untuk meruntuhkan jembatan kereta api di timur kota Klaten untuk memutus perjalanan KA Yogya-Solo yang suka digunakan oleh tentara Belanda. Bom sudah disembunyikan malam hari di semak tak jauh dari jembatan. Pada malam hari yang ditentukan bom dipindah dan dipasang di jembatan oleh tim peledag, pasukan Pram mengawal dan melindungi dari sebelah Barat sedangkan di sebelah timur dikawal oleh 1 regu pasukan lain. Menjelang pagi bom berhasil diledakan dari jarak 120 m. Dikiranya jembatan sudah runtuh dan pengebom maupun pasukan pengawal buru-buru mundur ke utara. Tetapi siang harinya ada yang melapor kalau jembatan belum runtuh hanya beton penyangga di ujung jembatan yang gempal. Selanjutnya direncanakan untuk mengulang kembali pengeboman tetapi kali ini pemasangannya harus dilakukan oleh yang benar-benar ahli. Pramudibyo ditugaskan untuk meminta bantuan Ir. Johanes ahli bahan peledak dosen Fakultas Tehnik UGM yang berada di kota dan kebetulan sudah dikenal Pram ketika mengajar Fisika di Faperta Klaten. Setelah pak Johanes menyatakan kesediaannya dan bom baru sudah didapatkan Pak Johanes segera dijemput di rumahnya di dalam kota Yogya yang diduduki Belanda. Dengan sembunyi-sembunyi dan penyamaran sebagai rakyat biasa akhirnya Pak Johanes dapat datang di tempat yang direncanakan. Setelah bom diperiksa keandalannya oleh pak Johanes , malam hari beliau memeriksa jembatan yang akan diledakan lalu dibuatlah instruksi di mana bom harus diletakan dan pemasangan sumbu detonator maupun kabel-kabel pemicunya. Meski begitu pak Johanes langsung terjun ke lapangan memimpin pelaksanaannya. Pada waktu yang telah ditentukan dengan dikawal pasukan pelindung yang siap tempur diledakanlah jembatan tersebut dan berhasil satu bentang jembatan runtuh, jalan KA terputus. Pak Johanes yang badannya kecil kehujanan batu kerikil dari jalan rel KA yang berhamburan jatuh menimpanya, selamat.
- Pertempuran YANG BERDARAH-DARAH. Suatu pagi datang seorang kurir dari Markas Pasukan MA membawa perintah agar pasukan disiagakan untuk melakukan serangan malam atas dua sasaran yaitu Pos Penjaggaan Belanda di jembatan KA Bogem dekat Prambanan dan Asrama Polisi Kalasan yang ditempati Belanda. Serangan akan dimulai jam 2 malam.Pasukan Pram mendapat tugas di tepi jalan Yogya-Solo dekat sebuah jembatan antara Kalasan dan Prambanan untuk mencegat dan menghancurkan pasukan Belanda yang lewat di situ. Sekitar jam 20 setelah makan malam satu peleton pasukan MA berangkat menuju posisi yang telah ditentukan dengan tertib dan tintrim (tak boleh bersuara). Perjalanan malam itu hanya butuh waktu 2 jam sehingga sampai di tempat masih harus menunggu lama untuk mulai serangan. Waktu luang itu digunakan untuk ngobrol, berbisik dan bercanda sambil duduk di jalan aspal. Sekitar jam 2 terdengar letusan pistol tanda dimulainya serangan dan ramailah suara tembakan di kedua pos Belanda (Bogem dan Kalasan). Seperempat jam kemudian tentara Belanda membalas serangan dengan bren-gun dan senjata otomatis lalu disusul dengan tembakan mortir. Biasanya kalau sudah ada tembakan mortir pasukan kita mundur tetapi saat itu pasukan Pram tetap bertahan hingga menjelang fajar kemudian mundur ke garis belakang arah ke utara. Rupanya Belanda sudah mengetahui akan adanya serangan malam itu dan dengan telah diketahuinya persembunyian para pejuang, Belanda mempersiapkan serangan balasan dengan kekuatan yang besar mengejar pasukan pejuang yang mundur ke utara. Celakanya pasukan Pram yang mundurnya menjelang pagi begitu mundur di belakangnya sudah ada pasukan Belanda yang sedang mengejar pejuang yang mundur lebih dulu. Pasukan pejuang terkejar di daerah pesawahan yang padinya sedang menguning terus ditembaki Belanda. Pasukan Pram lari merunduk-runduk di hamparan tanaman padi dalam jarak sekitar 10 m satu sama yang lain. Maksudnya ingin bergabung ke pasukan yang sedang dikejar Belanda untuk membantu memberikan perlawanan jadinya malah ikut menjadi sasaran tembak Belanda, peluru berdesingan di kanan kiri telinga. Beberapa kawan Pram dari pasukan yang dikejar Belanda banyak yang menjadi korban tertembak langsung gugur di tempat (sawah) ada yang tertembak di punggungnya masih bisa merangkak tetapi begitu dipergoki Belanda langsung ditembak di kepalanya dari jarak dekat hingga peluru nembus topi baja bersarang di kepala, gugurlah sang pejuang. Pram sendiri setelah selamat sampai di kampung terus mencari teman-temannya untuk diajak melakukan perlawanan tetapi tidak ada yang bisa ditemukan nampaknya sudah lari menjauh dari situ. Akhirnya Pram masuk ke emperan sebuah rumah gedeg berlantai tanah numpang istirahat disitu karena kecapaian kehausan dan sebenarnya juga kelaparan. Setelah yang punya rumah mengetahui ada pejuang lalu disuruh masuk, dibuatkan minum dan tak lama kemudian disuruh makan dengan nasi yang pulen dan lauk belut goreng yang enak sekali. Setelah istirahat Pram pamitan disertai terimakasih sembari ber pesan agar ibu waspada dan hati-hati jangan ada orang yang mengetahui ibu menolong dan menyembunyikan pejuang. Dalam batin Pram kalau ada mata-mata Belanda yang tahu dan melapor ke Belanda pasti rumah akan didatangi dan dibakar tak jarang pemiliknya ditembak mati. Pram terus pergi mencari kembali teman-temannya. Tiba di suatu kampong lebih kurang jam 3 sore di kejauhan terlihat pasukan Belanda sedang begerak pulang ke markasnya diikuti beberapa orang kampung yang ditawannya. Diantara orang kampung ada yang disuruh membawa karung yang kabarnya berisi kepala pejuang RI yang dipenggal dari tubuhnya. Lebih kurang jam 4 sore Pram tiba di kampung berikutnya di mana para pejuang pasukan MA berkumpul dan berceritera macam-macam tentang pertempuran melawan Belanda pagi dan siang itu yang tragisnya PASUKAN MA HARUS KEHILANGAN 11 ORANG ANGGOTANYA GUGUR DI MEDAN TEMPUR TERMASUK UTOYO BINTANGNYA KADET MA, LEBIH TRAGIS LAGI 6 ORANG DIPENGGAL KEPALANYA DIBAWA TENTARA BELANDA KE MARKASNYA. Hari itu pasukan MA berkabung namun tidak menggoyahkan tekad dan semangat perjuangannya. Sore hari itu juga kesebelas janazah pejuang dimakamkan di kuburan desa.Selain 11 pejuang yang gugur ada beberapa penduduk desa yang jadi korban ditembak mati Belanda atau tertembak di tengah pertempuran. Menjelang senja Pram duduk di tepi desa menghadap sawah merenungkan pertempuran pagi hingga siang hari itu dan sedih sekali atas banyak kawan kadet MA yang gugur mengenaskan.
- Suatu pagi datang seorang petani melaporkan baru saja ia melihat dari ladangnya ada patroli Belanda yang besar jumlahnya bergerak dari jalan raya Yogya-Solo menuju arah utara yang sekarang sudah ada di kampung yang berada 2 kampung dari markas sementara MA. Komandan markas memerintahkan Kapten Sarsono dan anak buahnya (hanya ada 9 orang termasuk Pram) untuk mencegat patroli Belanda dari arah utara sedang pasukan lain dibawah komando Kapten Nawawi mencegat dari arah barat. Di antara pasukan Pram ada yang bernama Abdul Jalil yang baru sembuh dari luka tembak di pantatnya ketika bertempur di Yogya. Sebenarnya komandan sudah menyarankan tidak usah ikut patroli karena kesehatannya belum baik betul tetapi ia tetap memaksa ikut. Waktu pasukan Pram sudah berada di kampung terdekat dengan kampong di mana patroli Belanda berada dan sudah bersiaga menyerang jika patroli Belanda lewat tetapi sepi-sepi saja. Tiba-tiba dari arah Barat terdengar tembakan bertubi-tubi (diduga dari pasukan Kapten Nawawi) dan langsung dibalas tembakan oleh Belanda dengan persenjataan jauh lebih baik (stengun dan senjata otomatis dan terakhir dengan mortir) sehingga pasukan Nawawi lari terbirit-birit ke barat lalu ke utara. Pasukan Pram masih tetap berjaga di tempat semula sampai agak lama.Setelah lama ditunggu nampak kampung di mana Belanda berada terlihat sepi sunyi.Kapt Sarsono mengajak pasukannya memasuki kampong tadi dikiranya Belanda sudah pergi. Kapten Sarsono paling depan di belakangnya A Jalil belakangnya lagi Baghowi lalu Pram. Belum lama masuk desa yang nampak sepi tadi tiba-tiba Kapten Sarsono berteriak “Belanda” lalu loncat terus menembak, anggota yang lain juga berbuat yang sama. Tetapi tembakan balasan dari Belanda jauh lebih gencar karena menggunakan senjata otomatis dan stengun. Semua anggota pasukan Kapten Sarsono lari terbirit-birit jatuh bangun menyelamatkan diri ke arah utara. Untungnya pasukan Belanda tidak mengejar. Setelah berhasil menyelamatkan diri tiba di kampung tempat siaga tadi teman-taman satu persatu bisa berkumpul lagi kecuali A. Jalil sampai lama ditunggu-tunggu tidak muncul juga. Tidak lama kemudian sekitar jam 3 sore datang seorang yang melaporkan bahwa ada dari pasukan Pram yang gugur dalam tembak menembak dengan Belanda tadi siang , jenazahnya dibiarkan saja di tempat kejadian dan ditinggalkan oleh Belanda setelah senjatanya diambil. Sore itu juga jenazah diambil dan ternyata benar A. Jalil. Sore itu juga jenazah terus dimakamkan di kuburan desa yang belum lama dipakai memakamkan 11 jenazah kadet MA. Maka bertambahlah korban pasukan MA.
- Esok lusanya Kapten Sarsono mendapat tugas patroli pagi. Dia hanya membawa 2 teman Kadet Karsono dan seorang lagi lupa namanya. Sekitar jam 5 pagi Pram mendadag terbangun dari tidurnya karena mendengar suara tembakan stengun. Pram bangkit dengan membawa senjatanya ingin mencari info apa dan dimana suara tembakan stengun tadi berada yang pasti itu senjatanya Belanda. Kemudian didapat info dari orang desa yang mengetahui peristiwa itu. Ceritanya pagi tadi hari masih gelap ada patroli Belanda yang berhasil menyergap 2 pejuang kita yang satu ditawan dan yang satu ditembak mati karena berusaha melarikan diri sedangkan 1 pejuang selamat tidak sempat tertangkap karena sedang berhajad besar di kali kecil tak jauh dari tempat penyergapan tadi. Setelah siang hari informasinya semakin pasti bahwa yang ditawan Belanda adalah Kapten Sarsono, yang ditembak mati dengan stengun yang berbunyi sekitar jam 5 pagi dan yang mengejutkan Pram adalah Kadet Karsono. Rupanya tembakan stengun tadi hanya mengenai perutnya dan tidak menembus usus tetapi Karsono pura-pura mati. Setelah Belanda pergi dengan membawa tawanan Kapt Sarsono, Karsono dengan susah payah dan menahan sakit yang tak terkira berusaha merayap ke kampung cari pertolongan. Sampai di emperan rumah sederhana ambrug tak sadarkan diri. Cerita selanjutnya Karsono ditolong dipapah ibu pemilik rumah dibawa masuk dan dirawat sebisanya hingga sadar. Setelah suaminya pulang dan mendengarkan cerita isterinya siang hari suami lapor ke pos PMI. Sorenya Karsono dijemput 2 perawat dan dibawa ke pos PMI dengan hati-hati sekali takut ketahuan Belanda/mata-mata Belanda. Setelah lukanya agak membaik segera dibawa/ diselundupkan ke RS Bethesda Yogya hingga nyawanya dapat diselamatkan.
- Peristiwa Yogya Kembali. Sudah agak lama terdengar desas-desus bahwa Belanda akan pergi mengosongkan Yogya dan daerah yang diduduki Belanda kemudian kekuasaan atas daerah tersebut diserahkan kepada TNI. Rupanya hal itu akan segera menjadi kenyataan dan membikin lega para pejuang. Pada hari yang telah ditentukan Pasukan Perjuang RI akan memasuki Yogya dari Barat, Selatan dan Utara- Timur tetapi tidak semua pasukan hanya ditetapkan perwakilan. Yang dari Utara- Timur ditunjuk Pasukan MA sekaligus menjadi penanggungjawab keamanan dan pengamanannya. Hal ini penting agar tidak terjadi kekacauan sebab disinyalir Belanda telah mempersiapkan 1 kompi (lebih kurang 180 orang) mata-mata dan pendukung Belanda untuk membikin kekacauan supaya dunia luar tahu bahwa TNI tidak mampu mengurus keamanan setelah ditinggalkan Belanda. Pasukan MA dikumpulkan di suatu desa utara Maguwo. Kemudian dikelompok-kelompokan dan masing-masing kelompok diberi tugas ada yang bertugas dalam barisan masuk kota secara bergelombang ada yang ditugaskan melakukan pengamanan di wilayah yang tadinya dikuasai Belanda. Peleton di mana Pram tergabung dipimpin oleh Lettu Wiyogo dan ditempatkan di barisan paling depan. Pram diminta selalu dekat dengan Wiyogo di samping atau di belakangnya. Perjalanan Maguwo-Demangan lebih kurang 1 jam dengan istirahat sebentar di rumah penduduk yang berprofesi pedagang di mana Pram diberi sepatu boot baru dari kulit.Sepatu baru tadi langsung dipakainya tanpa kaos kaki. Dari Demangan menuju kota (kearah Barat) jalannya peleton diatur yang boleh berjalan di jalan aspal hanya 3 orang (Wiyogo, Pram dan 1 kadet) lainnya harus berjalan ditepi pagar jalan dengan senjata siap tembak dan mengamati halaman rumah dan rumah-rumah kiri kanan jalan yang pintu dan jendelanya ditutup atas perintah pasukan Belanda. Pagi itu Sri Paku Alam dan 1 orang perwira militer PBB berkulit putih telah menunggu di pertigaan Gondokusuman -Klitren Lor akan menyambut kedatangan Pimpinan Pasukan Pejuang dari Timur-Utara Yogya. Khawatir terjadi sesuatu karena Pasukan Belanda yang akan pergi mengosongkan Yogya masih berada di Jl. Gondokusuman sebelah Barat RS Bethesda maka peleton Wiyogo tidak jalan lurus ke Barat tapi berbelok ke Selatan melalui Pengok-Klitren baru menuju utara menemui Sri Paku Alam dan militer PBB tadi. Setelah pak Wiyogo dan pasukannya tiba dan menerima sambutan hangat serta ada beberapa pembicaraan singkat,pak Wiyogo dan pasukannya diajak istirahat di RS Bethesda. Sri Paku Alam, Wijogo dan militer PBB masuk dan dijamu di ruang Khusus RS sedangkan pasukannya berada di luar di halaman yang rindang. Baru saja istirahat sebentar ada seorang anggota pasukan yang melihat tiang bendera di halaman RS kosong tak ada benderanya (bendera Belanda sudah diturunkan) pejuang tadi lari menuju tiang bendera dengan membawa bedera RI mengajak semua anggota pasukan melakukan UPACARA PENGEREKAN BENDERA tanpa diikuti lagu Indonesia Raya. Seluruh anggota pasukan pengawal Wiyogo mengikuti upacara yang tak direncanakan ini dengan SANGAT KHIDMAT dan MENGHARUKAN SEKALI sampai pada menangis sesengrukan sambil membayangkn BETAPA MAHALNYA PERJUANGAN UNTUK SANG MERAH PUTIH agar BISA BERKIBAR SELAMANYA di Bumi Indonesia tercinta yang dibuktikan dengan banyaknya pejuang yang gugur untuk membelanya termasuk teman-teman Kadet MA yang belum lama dialaminya. Seluruh pegawai RS bersorak mengelu-elukan pejuang ini dan membagikan roti susu kue lain yang enak-enak bawaan Belanda yang lebih dari 2 tahun tak pernah dirasakannya. Setelah acara jamuan selesai dan didapat laporan bahwa pasukan Belanda telah berangkat ke arah Magelang meninggalkan Yogya maka rombongan Sri Paku Alam dan Wijogo melanjutkan perjalanan ke arah barat untuk bertemu dan melapor ke Overste (Letkol) Soeharto Komandan Perlawanan Perang Yogya yang juga membawa pasukan pejuang yang beroperasi di wilayah Selatan dan Barat berjanji bertemu di perempatan jalan Pingit yang kekanan arah ke Magelang. Di SEPANJANG JALAN lebih kurang 1 km itu pasukan pejuang Pimpinan Wiyogo yang berjalan kaki MENDAPAT SAMBUTAN YANG LUAR BIASA dari rakyat tua maupun muda termasuk anak-anak yang keluar dari rumah atau yang melambaikan tangan dari jendela maupun pintu rumah dengan pekikan Merdeka-Merdeka, Hidup Pejuang dan luapan kegembiraan lainnya. Tentu saja para pejuang senang sekali, mongkog, bangga, puas atas sambutan rakyat yang gegap gempita tersebut sambil menunjukan kegagahannya dan ketegarannya meskipun keadaan yang sebenarnya sangat menderita badan kurus kurang gizi karena selama perjuangan makannya sangat minim lauk, makan seringnya hanya sepotong ikan asin atau tempe bacem/goreng bahkan kadang hanya garan dan lombok ijo nasinya tiwul ketika bergerilya di daerah miskin. Pakaian hanya 1 a 2 potong jarang dicuci sehingga sering menjadi sarang tumo yang gigitannya gatal sekali. Kondisi gizi dan kesehatan yang kurang baik ditambah ketegangan (stress) yang diakibatkan oleh pertempuran yang tidak seimbang banyak menimbulkan penyakit kudis, bisul kecil-kecil atau gudig yang tidak sembuh-sembuh membawa penderitaan yang berat. Hanya karena besarnya semangat perjuangan penderitaan itu tidak terlalu dirasakan. Akhirnya perjalanan show tadi sampai di Pingit dan tak lama kemudian pak Harto datang disambut oleh Sri Paku Alam, Perwira PBB dan Wiyogo. Setelah berbincang-bincang sebentar Perwira Militer PBB meminta Pak Harto, Paku Alam dan Wiyogo naik kendaraan Landrover untuk diajak keliling kota Yogya memeriksa pelasanaan penyerahan kekuasaan kepada TNI di pos-pos yang telah ditetapkan. Setelah acara selesai sekitar jam 16.00 pasukan MA kembali ke Markas di Kotabaru berkumpul dengan teman yang lain untuk istirahat. Suasana masih sepi, baru setelah larangan ke luar rumah bagi penduduk Yogya yang dikeluarkan penguasa Belanda dicabut mulai jam 19.00 suasana mulai rame apalagi rakyat bersuka ria dengan bebasnya dari ancaman perang.
- Berhenti sebagai Pejuang kembali menjadi Mahasiwa. Setelah Yogya kembali aman Pram keluar dari Pasukan MA bergabung ke pasukan Corps Mahasiswa Kompi M Brigade XXVII dengan pangkat Letnan terus dipercaya untuk mengurus serah terima 5 gudang besar barang-barang perlengkapan militer Belanda (pakaian, senjata, peluru, jeep, mobil, truk, panser dan lain lain) di Surabaya kepada TNI dan menjemput kembalinya Pangdam Brawijaya dari markas perjuangannya di Nganjuk ke Surabaya.Setelah itu ada perintah untuk para pejuang agar cepat menentukan sikap akan terus berprofesi di kemiliteran, melanjutkan kuliah atas biaya Negara atau dirasionalisasi/demobilisasi. Pram dengan tegas memilih “melanjutkan kuliah” maka berakhirlah riwayatnya sebagai pejuang tempur yang dialaminya selama lebih kurang 4 th dengan pengalaman lebih kurang 9 kali hampir tercabut nyawanya. Selanjutnya menekuni tugas belajar di Fakultas Pertanian Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Klaten yang tak lama kemudian menjadi Universitas Gajah Mada pada tanggal 19 Desember 1949 yang baru bisa diselesaikan tahun 1960 (13 tahun).