Berita hangat

MEMAKNAI APA ITU DEFORESTASI

Oleh: Dr. Ir. Transtoto Handadhari, M.Sc

(Rimbawan lulusan UGM Yogyakarta dan University of Wisconsin at Madison, USA; Direktur Utama Perum Perhutani 2005-2008; Ketua Umum Yayasan Peduli Hutan Indonesia. Deklarator Peduli Hutan 22.2.22)

AWAL TULISAN

Tulisan ini saya susun bukan untuk membahas perbedaan pemahaman, maupun perbedaan angka-angka deforestasi antar pihak yang diperkirakan akan terus terjadi. Namun murni berusaha menghindari subjektivitas penilaian, serta saya sampaikan dengan jernih tanpa kepentingan.

Tulisan ini lebih ditujukan untuk bersama memaknai dan memahami apa yang terjadi dengan kerusakan hutan kita serta membuat langkah-langkah bijak ke depan.

 

DEFORESTASI

Deforestasi adalah pengurangan tutupan lahan hutan.  Dihitung dalam luas kawasan, atau dalam jumlah pohon yang ditebang, ataupun prosentase hilangnya pohon dari keberadaan alami hutan yang berakibat fungsi hutan terganggu, termasuk fungsi hutan sebagai habiat satwa, habitat biota air, pencegah banjir, penyerap air hujan, pengendali air limpas, pengendali erosi tanah dan kelongsoran, dan hutan sebagai penyerap emisi karbon, serta fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi ekonomi dan sosial.

Pengertian umum deforestasi hutan di atas masih menyisakan berbagai kekurangan spesifikasi dan keterangan yang diperlukan antara lain standar dan kriteria hutan optimal dalam memerankan fungsi hutan (optimizing forest roles) yang bisa berbeda-beda untuk kepentingan tertentu, data jenis vegetasi yang diperlukan untuk kebutuhan habitat satwa tetentu, bahkan untuk kebutuhan habitat lebah liar, jenis pohon sebagai ukuran komersial dan ekonomi, hilangnya perlindungan hutan untuk pengaman dari badai, ataupun nilai-nilai intrinsic sumber daya hutan.

Sebagai tambahan terkait deforestasi, terdapat kasus penurunan kualitas hutan yang sering disebut degradasi hutan. Degradasi hutan bisa merupakan bagian dari deforestasi. Namun bisa juga dianggap merupakan penurunan kualitas hutan baik itu berupa kualitas dan nilai tegakannya, atau isinya seperti kuaitas biodiversitasnya, termasuk ekosistem lingkungannya dan menurunnya kemampuan pegendalian hutan terhadap bencana. Degradasi hutan sebenarnya dalam waktu panjang lebih berbahaya dibandingkan deforestasi.

APA ITU HUTAN ?

Dari pengalaman praktik, hutan dapat didefinisikan sebagai tutupan kawasan lahan oleh pepohonan berkayu, baik besar maupun kecil, tumbuhan semak, perdu maupun tumbuhan tak berkayu. Sumber daya hutan adalah kumpulan pepohonan yang berasosiasi dengan biota hayati maupun non hayati berupa kawasan yang ditetapkan atau ditunjuk sebagai hutan negara, hutan adat, maupun hutan hutan milik yang apabila berkelompok biasa disebut hutan rakyat.

Hutan negara lebih berat pada penunjukannya sebagai kawasan hutan (negara), bukan pada fisik adanya pepohonan atau tidak. Hutan rakyat lebih menitik beratkan pada adanya pepohonan (trees existing).  Mengapa demikian, karena hutan negara bertumpu pada aspek status formal “penunjukan” serta “penetapan”-nya.

Hutan negara pernah ditunjuk melalui Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) pada tahun 1980-an seluas sekitar 143 juta hektare, dan berikutnya ditetapkan melalui proses panjang paduserasi RTRWP-TGHK mulai sekitar tahun 1993 luasnya menjadi 120,3 juta hektare.

Hutan secara garis besar memiliki kriteria merupakan tutupan tumbuh-tumbuhan yang sekurang-kurangnya terdiri atas pohon kayu besar sebagai strata pertama, strata kedua berupa pohon sedang yang umumnya tahan naungan, di bawahnya berupa semak sebagai strata ketiga yang tidak terlalu merata tumbuhnya karena sangat dipengaruhi juga oleh adanya sinar matahari, strata keempat yang terendah ditempati oleh rerumputan. Namun masih ada juga lantai hutan yang harus disebut sebagai strata terbawah hutan, yakni strata kelima. Lantai hutan (forest floor) yang merupakan tanah hutan berhumus, relatif lembab dan subur, dihuni berbagai jenis serangga, semut, binatang melata, cacing, jazad renik, jamur, dan lain-lainnya.

Tentang strata hutan itu juga berbeda-beda untuk setiap jenis hutan. Tetapi minimal dalam setiap hutan tanah kering memiliki dua strata yakni pohon berkayu, perdu, rerumputan, dan lantai hutan. Di daerah hutan savana bahkan hampir didoninasi oleh strata rerumputan saja. Sangat sedikit kumpulan pepohonan rendah sekalipun. Savana terbentuk karena tidak adanya air yang relatif permanen dan kelembaban nisbi (lengas) tanah yang rendah, maupun hamparan tanah panas berbatu yang secara periodik diganggu oleh api pembakaran maupun ladang penggembalaan ternak.

Tetapi ada hal yang lainnya, sebagai contoh kasus savana di Sumba Timur, NTT, yang justru hutan savana tersebut dipertahankan keberadaannya karena cantik dan menarik bagi wisatawan menyebabkan rencana usaha rehabilitasi tanah kosong melalui penanaman pohon tidak atau belum dilakukan.

Selain hutan daratan tanah kering ada juga hutan di lahan basah antara lain dikelompokkan pada hutan pantai, hutan payau dan hutan rawa. Komunitas hutan tanah basah tersebut tentu punya jenis spesies, jumlah spesies, kerapatan, ukuran besar dan tingginya pohon yang berbeda di masing-masing tempatan (in-situ). Khususnya antara hutan tanah kering dengan hutan tanah basah memiliki berbagai perbedaan. Namun karakteristik adanya strata hutan keduanya masih ada, namun fungsinya banyak berbeda.

Ada lagi jenis hutan yang berada dalam rendaman air permanen, khususnya air laut atau mungkin danau besar seperti di Danau Toba, atau di AS dikenal adanya Danau Michigan yang sangat luas dan dalam menyerupai lautan.. Keberadaan hutan terendam tersebut umumnya di dasar lautan. Ekosistem hutan lautan ataupun hutan samudra itu, dikenalkan sebagai wana bahari (sekitar tahun 1985-1990), di Indonesia memiliki luas sampai sekitar 220 juta hektare.  Hutan lautan tumbuh dalam sebuah komunitas yang terdiri atas bebatuan, terumbu karang, pasir laut, ganggang, ikan, ular, udang, kura-kura, kerang dan berbagai biodiversitas biota laut, dan lainnya yang umumnya bersifat anaerob, bernapas dengan insang meskipun diantaranya ada juga yang bernapas dengan paru-paru seperti ikan paus, anjing laut dan kura-kura.

Hutan lautan apalagi yang berada di laut dalam ini nyaris tidak pernah tersentuh sistem pengelolaan yang intensif. Yang sementara ini dapat dilakukan hanyalah mengeksploitasi hasil laut khususnya kekayaan ikan, lobster, udang, cumi, kerang yang bergizi dan mahal harganya, serta rumput laut di lautan dangkal yang sering terpengaruhi oleh pasang surut permukaan air laut. Kegiatan lainnya adalah pengamanan terumbu karang yang merupakan “rumah” ikan, biota laut yang diburu oleh manusia karena keindahannya.

Di Negara-negara sub tropis khususnya di Amerika Serikat pengertian hutan tidak serumit seperti di Indonesia. Di negeri empat musim yang tidak memiliki matahari sepanjang tahun itu pengertian hutan (forest, woods) hanya dibatasi dengan sangat sederhana. Forest adalah lahan yang ditumbuhi oleh pohon-pohon maksimum sebanyak 2-3 jenis. Sedangkan apabila ditumbuhi oleh lebih dari 3 jenis disebut jungle (rimba).

FUNGSI HUTAN

Hutan secara umum memiliki fungsi pengendalian banjir, erosi tanah, mempertahankan kesuburan produktivitas lahan, menyimpan sebagian dari presipitasi air hujan, memperbesar infiltrasi lahan, mengurangi jumlah air limpasan (surface run-off), mempermuda tanah dengan membantu melakukan proses pelapukan batuan induk yang konon lamanya pelapukan bahan induk memerlukan waktu selama 50 tahun untuk membentuk setiap 1 cm tanah.

Fungsinya yang lain membentuk iklim mikro yang mampu menurunkan suhu di bawah tegakan sampai 10 derajat Celsius, menambahkan potensial awan dari hasil pernafasan mulut daun (stomata) hingga sebesar 30 persen dari kandungan embun presipitasi air hujan, dan menyerap emisi karbon dari proses fotosinthesa untuk meredam pemanasan global dan perubahan iklim.

Hutan menjadi bagian penting dari siklus air hujan (hydrological Cycle). Hutan membuat keseimbangan antara air presipitasi yang diperkirakan mengurai ke dalam air limpas sekitar 45 persen, air infiltrasi 30 persen, serta evaporasi dan evapotranspirasi sebesar sekitas 25 persen. Hutan secara alami akan mengatur komposisi perbandingan perjalanan air presipitasi yang tidak merusak, dan dapat dimanfaatkan dengan baik.

Keseimbangan “pengaturan” larinya presipitasi air yang baik oleh hutan akan menghasilkan wilayah daerah aliran sungai (DAS yang aman banjir, cukup menyimpan air tanah untuk cadangan air di muasim kemarau, dan mengendalikan lajunya air limpas untuk menahan erosi tanah sebanyak-banyaknya 14 ton tanah atau berkisar maksiman 1 mm tebal tanah pe hektare per tahun.

Untuk sekedar mengetahui adanya permasalahan dalam tata air DAS dapat diukur antara lain bahwa apabila perbandingan debit air sungai di musim penghujan sudah melampaui 40 kali dibandingkan debit sungai di musim kemarau, maka dapat disimpulkan sementara bahwa terjadi permasalahan minimnya infiltrasi air presipitasi, air limpas meluap, dan banjir akan datang.  DAS yang bermasalah juga nampak bila air sungai keruh di musim hujan.

MENGERIKAN, BESARNYA BIAYA DAN WAKTU PENANAMAN HUTAN RUSAT DAN LAHAN

Fungsi lain hutan yang biasa disebut adalah fungsi konservasi, sosial dan ekonomi yang akan terganggu dikala hutan rusak. Nilai kerusakan kehidupan karena rusaknya hutan sangat besar juga sangat besar. Sebagai gambaran secara normal dan perhitungan nyata, kerusakan hutan kita seluas sekitar 60 juta hektare ditambah luasnya tanah kosong di luar kawasan hutan yang anggap saja totalnya menjadi 70 juta hektare apabila akan diperbaiki semua menelan biaya sekitar Rp 8.750 triliun (!).

Jumlah pembiayaan yang sangat besar, dan apabila kemampuan Indonesia menanam dapat ditingkatkan sampai 5 juta hektare setahun, diperlukan waktu tanam hutan rusak dan lahan kosong (bila tidak bertambah karena kebakaran dan lainnya) sebesar Rp 500 triliun setahun selama waktu 14-15 tahun.

Sedangkan dengan standar biaya yang disediakan pemerintah sebesar sekitar Rp10 juta per hektare dan kemampuan tanam sebesar 1 juta hektare per tahun dengan kegagalan 50 persen, diperlukan waktu kumulatif penananam hutan dan lahan kritis sekitar 140 tahun atau lebih. Mengerikan!

APAKAH DEFORESTASI SEMUANYA NEGATIF?

Begitu banyak kasus deforestasi yang tidak diurai, itu semua menyebabkan pengertian, deskripsi, peran penggundulan hutan, keabsahan penebangan pohon dan lain-lainnya tidak dipertimbangkan. Deforestasi hanya memberikan kesan negatif dalam pengelolaan pelestarian hutan.

Padahal banyak hal yang harus dipahami. Dalam kasus kebakaran hutan misalnya, siapa yang membakar kita sudah tahu, bahkan dilindungi Undang-undang. Tapi yang disalahkan adalah pengusaha kayu atau mungkin kelompok pencuri kayu, meskipun benar di sisi lain banyak praktik illegal logging oleh pengusaha kayu yang tidak bisa tidak juga melibatkan peran yang merupakan dosa pemerintah, ataupun pengawas. Dalam banyak kasus malah rakyat tak jarang ikut melibatkan diri dalam praktik kejahatan bisnis perkayuan tersebut.

Modusnya sudah menjadi rahasia umum antara lain dengan memanipulasi stok kayu, tebang cuci mangkok, menebang pohon di areal lain atau kawasan hutan lindung tanpa ijin, penyelundupan kayu ke luar negara dan kerjasama lainnya yang mengakibatkan over-cutting dan hutan rusak atau mengalami degradasi serta deplesi fungsi.

Deforestasi seperti alih status ke perkebunan sawit, pinjam pakai, alih kelola menjadi hutan tanaman industri, alih status untuk transmigrasi, pemukiman, proses awal pinjam pakai kawasan hutan untuk penggunaan lain, bahkan menebang habis hutan alam primer yang diperuntukkan sebagai hutan produksi agar hutan alam yang un-even forest dapat diubah menjadi even-forest, terukur, adalah deforestasi yang tidak salah dan sah diijinkan. Asalkan telah sesuai dengan tata ruang yang berlaku..

Persoalannya apakah tata ruangnya sudah benar? Melihat bahwa penetapan hutan lindung yang menjadi dasar awal penataan ruang, terutama penataan fungsi hutan yang masih menggunakan SK. Menteri Pertanian Nomor 837 tahun 1980 yang seharusnya dilakukan penyempurnaan dengan alat dan tehnologi yang canggih, maka patut diduga bahwa kesalahan tata ruang saat ini masih sedang  dan akan terus terjadi.

AKHIR KATA

Membahas deforestasi dengan segala perbedaan angka yang berasal dari berbagai sumber, bahkan tidak jarang bersumber dari sesama internal, umumnya tidak lepas dari bermacam kepentingan bisnis, politik, hukum, ketakutan melindungi jabatan, praktik KKN dan lainnya, yang hanya akan menggoreskan luka pertentangan dan tidak menyelesaikan persoalan kerusakan hutan.

Tulisan ini mengajak kita bersama untuk melakukan hal-hal yang benar, objektif, berdasarkan keilmuan dan hati nurani. Fungsi hutan sangat sarat dengan pentingnya hutan sebagai inti lingkungan hidup yang harus kita muliakan tanpa kecurangan. Marilah kita terus belajar, memahami kesulitan negeri ini yang berasal dari kurangnya kita berdisiplin dan menghindari kecurangan. Kita sudah seharusnya mau melihat kesalahan kita bersama.

Hutan kita tak boleh hilang.