Pengantar Redaksi

PENGANTAR REDAKSI VOLUME 80

Menteri Kehutanan RI – Raja Juli Antoni, menyatakan adanya nomenklatur baru yaitu hutan cadangan pangan, energi, dan air untuk mendukung kementerian-kementerian terkait. Pernyataan ini disampaikan pada tanggal 30 Desember 2024 usai rapat terbatas yang membahas Swasembada Pangan – salah satu Program Asta Cita Prabowo-Gibran, di kompleks istana kepresidenan Jakarta. Konsep hutan cadangan pangan dan energi tersebut telah diidentifikasikan bersama Menteri Pertanian RI, bahwa ada 20 juta hektare yang dapat dipergunakan untuk hutan cadangan pangan, energi dan air tersebut. Pernyataan Menteri Kehutanan tersebut telah memperoleh respon dari berbagai kalangan masyarakat bahkan berkembang menjadi polemik.

Polemik penyediaan lahan seluas 20 juta hektare tersebut merupakan kebijakan nasional yang kompleks. Kebijakan tersebut tidak dapat dipandang semata kebijakan penyediaan lahan, melainkan kebijakan yang menyentuh pemenuhan kebutuhan dasar manusia, antara lain: pangan, air, dan energi. Di sisi lain, persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan yang tengah dihadapi, khususnya semakin meningkatnya luasan lahan dan hutan yang terdegradasi, konflik agraria, dan persoalan perubahan iklim serta terjadinya bencana ekologis. Kompleksitas kebijakan tersebut merupakan sebuah kepentingan nasional dalam mewujudkan taraf kehidupan dan kesejahteraan rakyat Indonesia serta keberlanjutan lingkungan yang memerlukan pendekatan menyeluruh. Tentunya, tidak dapat kita biarkan polemik tersebut berkembang menjadi ajang perdebatan pro-kontra, terlebih menyebarkan ujaran kebencian. Harapannya, polemik penyediaan lahan tersebut dapat menjadi ajang kolaborasi dan sinergi berbagai sumber daya yang kita miliki untuk memahami persoalan dan memperoleh solusi yang bijaksana.

Dapatkah penyediaan lahan 20 juta hektare tersebut dilakukan tanpa deforestasi? Penyediaan lahan untuk pangan, air dan energi di Indonesia memang seringkali berhubungan dengan kawasan hutan. Tentunya, ada kemungkinan beberapa cara penyediaan lahan tersebut dapat terlaksana tanpa menimbulkan terjadinya deforestasi. Beberapa cara tersebut, antara lain: menggunakan lahan yang tidak produktif, upaya rehabilitasi lahan, penggunaan teknologi pertanian yang efisien, pengembangan pertanian vertikal, menggunakan lahan yang sudah ada, dan menggunakan lahan yang terlantar. Diharapkan beberapa cara tersebut menjadi pertimbangan dalam upaya penyediaan lahan untuk pangan, air dan energi.

Karena itu pada Majalah Rimba Indonesia (MRI) volume 80 kali ini, kami mengangkat tema “Penyediaan Lahan 20 Juta Hektare Tanpa Deforestasi”, dan pengasuh MRI telah menerima beberapa artikel utama pemikiran-pemikiran konstruktifnya terkait isu bagaimana Indonesia mampu menata kekayaan sumber daya alam dan lahannya selaras dengan kemajuan perkembangan dinamika sosial ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.  Secara khusus dalam upaya mengelola sumber daya hutan sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan penyediaan lahan bagi berbagai kepentingan sektor pembangunan.

Selamat membaca.  Selamat Hari Bakti Rimbawan ke-42 dan Selamat Idul Fitri 1446 H, Mohon maaf lahir dan batin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *