Artikel Utama

BURAHOL (Stelechocarpus Burahol (BLUME) HOOK.F & THOMSON, MANFAAT DAN HABITATNYA DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI

Oleh : Nur Muhammad Heriyanto, S.Hut. dan Ir. Reny Sawitri, M.Sc.

(Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional)

PENDAHULUAN

Pohon burahol merupakan jenis tanaman buah-buahan  Indonesia  yang  mulai langka  dan dikhawatirkan akan punah, burahol punya nama lain yaitu kepel, simpel, kecindul (Jawa) dan burahol (Sunda). Penyebaran di Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia, namun tersebar hingga Kepulauan Solomon bahkan Australia, sedangkan di Indonesia tersebar di P. Jawa, Sumatera dan Bali.   Habitat di alam tumbuh di hutan sekunder di P. Jawa, dapat ditanam di  dataran  rendah  sampai  ketinggian  600  m dpl.

Habitus pohon ini tingginya dapat mencapai 25 m, batang lurus berwarna coklat tua, berdiameter mencapai 40 cm, memiliki benjolan-benjolan bekas keluar bunga dan buah (Gambar 1). Daun tunggal, elip- lonjong sampai bundar telur-lanset, panjang 12-27 cm dan lebar 5-9 cm. Bentuk tajuknya seperti kerucut dengan percabangan yang hampir tegak lurus dengan batang (Gambar 2). Musim berbunga pada bulan September-Oktober dan berbuah pada bulan Maret- April, perbanyakan dengan biji. Bunga berkelamin tunggal, berwarna hijau keputihan berbau harum,bunga jantan terdapat pada batang atas dan cabang yang lebih tua, mengelompok 8-16 bunga, bunga betina hanya terdapat pada batang bagian bawah. Buah berbentuk bulat, berwarna kecoklatan, diameter 5-6 cm, berbiji 4 atau lebih, biji berbentuk elip (LIPI, 2000). Selanjutnya dinyatakan bahwa kegunaan pohon burahol yaitu untuk buah segar, parfum, obat tradisional (bau badan), anti body, regenerasi kolagen, hepatoprotektos, anti diabetes, asam urat, antiimflamasi, anseptik dan bahan kontrasepsi (Darusman et al, 2012; Pribadi et al, 2014; Suparmi et al., 2015; Werdhasari, 2015; Vebriansyah, 2023). Bagian tumbuhan burahol seperti daun, bunga, daging buah, biji buah, kulit buah, dan kulit batang buah kepel, diketahui mengandung senyawa bioaktif antara lain seperti antioksidan, flavonoid, cyclooxigenase-2 inhibitor, anti-hyperuricemic, zat sitotoksik anti kanker, deodoran oral, dan senyawa phytoestrogen yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai pangan fungsional dan kesehatan (Hatmi, 2015). Disamping itu, kayunya yang lurus dan serat yang bagus, cocok untuk kayu pertukangan.

Gambar 1. Batang, bunga dan buah burahol

Pada umumnya pohon burahol tumbuh di hutan yang berfungsi sebagai kawasan konservasi salah satunya di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Sed

angkan yang tumbuh di lahan milik masyarakat sudah sangat terbatas, namun pohon langka ini banyak dijumpai di taman-taman kota Yogyakarta karena nilai fisolofis bagi masyarakatnya serta salah satu flora identitas Daerah Istimewa Yogyakarta (Angio & Firdiana, 2021). Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pelestariannya antara lain dengan perbanyakan/ budidaya melalui bijinya maupun cara vegetatif. Untuk mendukung kegiatan perbanyakan/budidaya pohon burahol diperlukan informasi tentang beberapa aspek ekologi pohon burahol di habitat alamnya.

Gambar 2. Habitus burahol

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN FISIK DI HABITAT BURAHOL

1.  Suhu Udara

Suhu udara di bawah pohon/tajuk burahol berkisar antara 26-30° C. Kisaran suhu tersebut sebagai salah satu ciri iklim hutan hujan tropika dengan suhu tinggi pada musim kemarau dan suhu rendah pada musim hujan.

Di daerah tropika rataan suhu berkurang 0,4 – 0,7° C setiap kenaikan ketinggian 100 m. Keragaman suhu yang terjadi di hutan hujan tropika terutama ditentukan oleh perimbangan sinar matahari yang terhalang oleh daun dan percabangan pohon pada tingkat yang berbeda-beda. Kondisi tajuk pohon sangat mempengaruhi perbedaan suhu antara lapisan atas hutan dengan lapisan bawah (Ewusie, 1980).

2.  Kelembaban Udara

Pengamatan dan pengukuran kelembaban udara di lapangan dilakukan bersamaan dengan pengukuran suhu udara. Kelembaban udara di lokasi penelitian berkisar antara 50 – 85 % (musim kemarau), menurut literatur pada musim hujan berkisar antara 70-100 %. Tingginya kelembaban udara ini tercermin pada permukaan tanah yang basah dan cepatnya laju bahan organik menjadi serasah di dalam hutan. Pada keadaan yang terbuka di daerah hutan tropika basah kelembabannya cenderung tinggi, walaupun pada musim kemarau, hal ini seperti yang dinyatakan Ewusie (1980), bahwa dipegunungan daerah tropika kelembaban naik seiring dengan kenaikan ketinggian.

3.  Curah Hujan

Lokasi penelitian terletak disebelah barat TNMB bertipe C menurut klasifikasi iklim Schmitd & Ferguson (1951), curah hujannya berkisar antara 2.544 sampai dengan 3.478 m per tahun, dengan musim hujan terjadi antara bulan Nopember sampai Maret dan musim kemarau antara bulan April sampai Oktober (Badan Pusat Statistik, 2021).

4.   Topografi dan Tanah 

Pada setiap plot penelitian diukur ketinggian tempat di atas permukaan laut juga posisinya dengan GPS (Global Position System). Dari hasil pengukuran ketinggian tempat pohon burahol terdapat pada ketinggian antara 10 sampai 210 m di atas permukaan laut. Pohon burahol banyak ditemukan pada tanah yang berlereng dan penyebarannya cenderung mengelompok. Menurut Barbour et al., (1987) paling sedikit ada dua alasan terjadinya pola mengelompok, yaitu berhubungan dengan reproduksi biji atau buah cenderung jatuh dekat induknya dan pada tanah-tanah yang berdekatan dengan keadaan iklim mikronya berarti lebih sesuai dengan kebutuhan habitat pohon burahol.

Kemiringan lahan di lokasi penelitian berkisar antara 10 – 60 % dan pohon burahol banyak dijumpai pada kemiringan lahan antara 41-50 %. Jenis tanah di lokasi penelitian termasuk jenis tanah Latosol dengan tekstur geluh lempungan, sedangkan keasaman tanah/ pH berkisar antara 5,5 sampai 6,5 (Balittanah 2018; Soil Survey Staff 2003).

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN BIOTIK DI HABITAT BURAHOL

Komposisi Jenis Tumbuhan

Analisis vegetasi dilakukan untuk pohon yang berdiameter lebih besar atau sama dengan 10 cm, jenis-jenis pohon yang mempunyai indeks nilai penting antara 11,6 – 65,5 % di plot pengamatan burahol disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Indeks nilai penting beberapa jenis pohon yang dijumpai di lokasi penelitian

Nilai INP tertinggi menunjukkan bahwa jenis tersebut yang banyak ditemukan di lokasi penelitian. Jenis bungur (Lagerstroemia speciosa) adalah jenis yang mempunyai INP tertinggi (65,5 %) dan mendominansi tegakan di lokasi penelitian. Jenis sentul (Sandoricum koetjape) merupakan jenis kedua yang mempunyai INP tertinggi yaitu sebesar 26,8 %. Sedangkan jenis yang mempunyai INP terendah yaitu jenis jambu hutan (Eugenia densiflora) dan glintungan masing-masing sebesar 11,6 %

Banyaknya jenis yang ditemukan di lokasi penelitian sejumlah 43 jenis, menggambarkan suatu formasi hutan yang kaya akan jenis-jenis pohon yang merupakan indikator dari hutan hujan tropika. Pohon hutan tropika pada umumnya berbatang lurus dan ramping dengan percabangan kebanyakan dekat dengan puncaknya. Ketinggian pohon rata-rata pada strata 1 tingginya tidak lebih dari 50 meter. Keragaman yang besar dalam ketinggian pohon tercermin pada pelapisan tajuknya (Ewusie, 1980). Jenis-jenis pohon yang menjadi lapisan teratas di lokasi penelitian yaitu, bayur (Pterospermum diversifolium), besule (Chydenanthus excelsus), benda (Artocarpus elasticus), dan jabon (Anthocephallus cadamba).

Tabel 2. Sebaran burahol berdasarkan tinggi tempat di Resort…  , TNMB   

KONDISI BURAHOL (STELECHOCARPUS BURAHOL) DI TNMB

1.   Penyebaran burahol berdasarkan tinggi tempat

Pada Tabel 2 di atas dapat dikemukakan bahwa penyebaran burahol pada berbagai tinggi tempat hampir merata, hal ini disebabkan habitat burahol mempunyai rentang ketinggian 0–600 mdpl (Heyne, 1987). Faktor ketinggian tempat merupakan faktor yang menentukan pada tempat yang tepat bagi suatu habitat. Dengan semakin bervariasi topografi dan ketinggian tempat, maka akan berpengaruh pada sifat dan sebaran komunitas tumbuhan (Ewusie, 1980).

2.  Penyebaran Burahol Berdasarkan Kemiringan Lahan

Tabel 3. Sebaran burahol pada kemiringan lahan

Berdasarkan data di lapangan, untuk tingkat semai atau anakan jarang dijumpai, hal ini diduga karena buah burahol banyak diambil oleh masyarakat sehingga regenerasinya terganggu (Tabel 4).

Dari Tabel 2, 3 dan Tabel 4 dapat dikemukakan bahwa lebih banyak dijumpai burahol pada tingkat pohon (23 individu), tingkat belta (13 individu), sedangkan untuk tingkat semai (7 individu) dalam jumlah yang relatif sedikit. Kondisi ini menunjukkan bahwa untuk regenerasi burahol berikutnya terjadi ketidak seimbangan (populasi abnormal), yang seharusnya jumlah semai lebih banyak dari belta dan jumlah belta lebih banyak dari pohon. Beberapa hal yang menyebabkan populasi tidak normal yaitu :

  1. Buah/biji banyak dipanen oleh masyarakat, sehingga tak tersedia untuk regenerasi secara
  2. Buah/biji dimakan oleh satwa liar, baik di atas pohon maupun di lantai hutan
  3. Buah/biji terbawa oleh air hujan, masuk ke sungai/air sehingga buah/biji menjadi busuk dan mati.
  4. Pohon tidak berbuah setiap tahun karena perubahan iklim.

Kemampuan regenerasi secara alami suatu tumbuhan akan sangat berpengaruh terhadap produksi dan pertumbuhan populasinya. Demikian juga faktor fisik lingkungan akan berpengaruh pada pertumbuhan biji di media tumbuh dan daya tahan hidup bagi semai itu sendiri. Kondisi habitat yang aman dan kondusif akan sangat mendukung terhadap keberadaan biji suatu jenis (Silvertown, 1982).

PENUTUP

Mengingat status dan manfaat burahol, sebagai bahan pangan fungsional dan kesehatan maka konservasinya segera dilakukan sebagai plasma nutfah tanaman asli Indonesia. Habitat burahol di Taman Nasional Meru Betiri banyak dijumpai dipinggir aliran sungai dengan topografi agak curam. Burahol dialam berkelompok dan berasosiasi dengan pohon lainnya seperti bungur (Lagerstroemia speciosa) INP tertinggi (65,5 %) dan mendominansi tegakan di lokasi penelitian. Lingkungan fisik yang berkaitan erat dengan burahol adalah suhu antara 26–30 °C, kelembaban udara antara 50–85 %, kemiringan lahan antara 10–45% dan ketinggian tempat dari permukaan laut antara 10–>150 m. Jenis tanahnya yaitu Latosol dengan tekstur geluh lempungan dengan pH antara 5,5 – 6,5.

Perlu budidaya burahol untuk rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri pada zona rehabilitasi, zona tradisional dan zona penyangga. Untuk di zona inti pohon burahol yang sudah langka/sulit ditemukan, perlu pengamanan lebih ketat, agar regenerasinya berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Angio MH dan Firdiana ER. 2021. Kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook & Thompson), buah langka khas Keraton Yogyakarta: Sebuah Koleksi Kebun Raya Purwodadi. Warta Kebun Raya 19(2) 1-7

Badan Pusat Statistik (BPS). 2021. Banyuwangi dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Banyuwangi. Provinsi Jawa Timur.

Balai Penelitian Tanah (Balittanah). 2018. Peta Tanah Pulau Jawa. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor.

Barbour, M.G., J.H. Burk and W.D. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. Second edition. The Banjamin/Cummings Publishing Co, Inc. California.

Darusman H.S, Rahminiwati H, Sadiah M, Batubara I, Darusman LK,dan Mitsunaga T. 2012. Indonesian kepel fruit (Stelechocarpus burahol) as oral deodorant. Research Journal of Medicinal Plant 6(2):180-188.

Ewusie, J.Y. 1980. Pengantar Ekologi Tropika. Terjemahan, ITB-Press. Bandung.

Hatmi RH, Widyayanti S & Sudarmojo. 2015. Potensi kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook & Thompson)sebagai sumber pangan fungsional. Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Genetik Pertanian:248-256.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Terjemahan. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2000. Tanaman Buah Kebun Raya Bogor. Seri Koleksi Kebun Raya-LIPI, Vol. 1, No.4, Hal 70-71.

Mardisiswojo, S dan H. Rajakmangunsudarso. 1968. Cabe puyang warisan nenek moyang. Vol. 1968 Karya Wreda. Jakarta.

Mueller-Dombois, D and H. Ellenberg. 1974. Aims and methods of vegetation ecology. John Wiley and Son. New York.

Pribadi, P., Latifah, E., & Rohmayanti. 2014. Pemanfaatan perasan buah kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook & Thompson) sebagai antiseptik luka. Pharmaҫiana 4 (2): 177-183

Schmidt, F.H and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verhand. No. 42 Kementerian Perhubungan Djawatan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.

Silvertown, J.W. 1982. Introduction to plant population ecology. Longman. London.

Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy, 9th Edition. USDA Natural Resources Conservation Service. Washington DC

Suparmi, S., Isradji, I., Yusuf, I., Fatmawati, D.,Ratnaningrum, I., Fuadiyah, S.,

Wahyuni, I., & Rahmah, D. 2015. Anti-implantation activity of kepel (Stelechocarpus burahol) pulp ethanolextract in female mice. The Journal of Pure and Applied Chemistry Research 4(3): 94-99. Vebriansyah R., 2023. Buah deodorant bernama burahol. Trubus 640, Maret 2023/LIV:68-71.

Werdhasari, A. 2015. Peran antioksidan bagi kesehatan. Jurnal Biotek Medisiana. Indonesia 3(2): 59-68

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *